Aku adalah anak piatu dengan 2 orang adik. Nama panggilanku tata. hidup yang penuh penderitaan dan hinaan. usiaku saat ini barulah 15 tahun, masa remaja yang harusnya manis tapi tidak bagiku, kelas IX Tepatnya.
plak
suara tamparan dari ayahnya tata dapatkan kini.
"Dasar anak malas" ucapnya dengan badan mau alkohol dan sudah sempoyongan berjalan.
plak
sekali lagi didapat tata tamparan ayahnya. "LAPAR ayah!" perintahnya. Tanpa tau perasaan anaknya itu selalu saja yang dilakukan kekerasan fisik.
"sudah berani melawan sekarang hah kamu" marah ayahnya itu saat tata membawa botol kosong yang sudah ia pecahkan. Tidak ada kata yg di ucap, hanya marah dirasa tata.
"belum puaskah ayah menyakitiku selama ini" tangisnya saat malam tiba. Bagaimana dengan kalian jika tanpa aku adikku semua yang ku sayang.
Bagaimanakah nasib Tata dengan adiknya yang tinggal ayah sering menyiksanya dan jadi korban bullyling disekolahnya.
Akankah tata bisa melewatinya, atau justru menyerah?
semoga suka 😘
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mommy JF, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jenguk Ayah Bagas
Setelah dari butik milik Mommy Khansa, Tata di antar oleh Lana dengan menggunakan motornya. Sebelumnya sudah meminta pada orang di rumah untuk membawa motornya ke butik Mommynya.
"Apa boleh aku mampir," pinta Lana.
"Boleh, masuk saja," tidak ada penolakan dari Tata.
"Kak," sapa Dwi saat Tata baru masuk ke dalam ruang tamu.
"Sedang apa, Wi?" tanya Tata berhenti yang dilihatnya malah asyik bermain game.
"Biasalah, Kak," ucap Dwi sekenanya saja tidak bisa ditanya lebih lanjut pastinya atau mau mendapatkan jawaban yang lebih kacau nantinya.
"Duduk dulu, Lan. Aku ambilkan minum dulu," ucap Tata ke arah dapur untuk memberikan air es ditambah dengan teh plus gula alis es teh manis.
"Lagi main apa, Dek?" Tanya Lana yang duduk disebelah Dwi.
"MM (Mobile Legend), Kak," jawab Dwi yang masih fokus ke arah hpnya.
"Oh," Lana yang menganggukkan kepalanya.
"Kak Wi, bantu aku," ucap Tiwi yang baru keluar dari kamar.
"Nanti, Dek. Tanggung ini, dikit lagi mau menang," jawab Dwi yang tidak menatap adeknya itu.
"Ih, kebiasaan banget," kesal Tiwi.
"Boleh kakak yang bantu, Dek?" Tanya Lana yang menghampiri Tiwi.
"Boleh, boleh, Kak," jawab Tiwi dengan semangat.
Tiwi masuk ke kamar dan menunjuk ke arah lemari untuk mengambil kotak diatasnya. Setelah itu Lana mengambil barang yang di tunjuknya dengan mudah, memang Lana termasuk anak lelaki diusia lebih tinggi.
"Ini, Dek," ucap Lana sambil menyerahkan kotak yang diambilnya.
"Terima kasih, Kak," ucap Tiwi. "Apa kakak teman Kak Tata?" Tanya Tiwi ingin tahu.
"Ya betul itu, Dek. Kenapa?" jawab Lana dan jadi penasaran.
"Hati hati, Kak. Nanti bisa kena pukul sama Ayah," polos Tiwi.
"Tidak akan, Dek. Tenang saja ya," jawab Lana.
"Eh ternyata disini, dicari dideoan ga ada," Tata yang masuk ke dalam kamarnya. Melihat kedua orang sedang berbicara sampai lupa untuk kembali ke depan.
"He, he, lupa aku, Ta. Asyik juga adekmu ini," Lana yang merangkul Tiwi seperti adeknya sendiri.
"Ayo kedepan, minumannya cepat diminum nanti keburu cair es nya," ucap Tata yang menarik Tiwi.
"Lah, Kak. Kok aku yang di tarik," heran Tiwi.
"Ya, supaya keluar semua," Tata yang sambil senyum menggoda adeknya itu.
"Sini, Lan, duduk! Maklum ya rumahnya kecil dan sempit," basa basi Tata.
"Santai, Ta. Oya, ada hal yang tadi Mommy mau sampai in ke kamu," ucap Lana.
"Apa?" Tanya Tata.
"Besok mau ga jenguk ayahmu, tapi sama aku dan pengacaraku," ajak Lana.
"Ya boleh, tapi apa Ayah bisa keluar?" Takut Tata jika ayahnya keluar cepat atau lambat pasti dirinya akan habis kena pukul.
"Tidak akan, Ta. Kamu jangan takut tidak akan terulang lagi dan tidak akan ada yang akan menyakitimu lagi," tegas Lana.
"Sayang," ucap seorang wanita dari pintu rumah.
"Siapa?" Tanya Lana.
"Pacar ayah," ucap Tata yang bangun setelah itu menghampiri wanita itu.
"Cari siapa, Tan?" ucap Tata yang menghadang wanita itu masuk.
"Cari pacarku, sana minggir! Sayang," ucap wanita itu.
"Tidak ada, pergi dari sini!" usir Tata.
"Cih, jangan bohong jadi anak tuh!" wanita itu masih tidak ingin pergi dari sana.
"Tidak percaya! Cari saja di kantor polisi," ucap Lana yang mendekat ke arah Tata.
"Jangan asal ngomong bocah! Siapa kamu?" wanita malah bertanya balik ke arah Lana.
"Kamu yang siapa? Tidak perlu tahu siapa dia," ucap Tata yang menunjuk ke arah wanita itu.
"Aku itu calon ibu tirimu, ingat jika nanti aku sudah jadi ibumu, pasti akan aku usir kalian dari sini," ucap wanita itu penuh bangga.
"Mimpi disiang bolong, Tan." Tata yang langsung menutup pintu.
"Ah! Dasar anak na***, awas kau!" maki wanita itu di luar.
Tata yang menggandeng Lana untuk duduk kembali di sofa rumahnya. Tidak menyadari sikapnya itu membuat Lana tersenyum kecil disudut bibirnya dan senang didalam hatinya.
Tidak lama kemudian suara dari luar sudah tidak terdengar lagi membuat yang didalam rumah merasa lega.
"Aman, Kak?" Tanya Tiwi yang baru saja mengeluarkan kepala di pintu kamar, sebelumnya ketakutan langsung masuk ke kamar.
Sedangkan Dwi masih asyik dengan hpnya saja sampai tidak menyadari kejadian barusan.
"Aman! Sini, Dek," pinta Tata.
"Apa yang aman, Kak?" Dwi yang baru selesai bermain game di hpnya.
"Kucing lahiran di kardus," asal ucap Tata.
"Mana?" Tanya lagi Dwi.
Membuat yang disana ketawa kekikikan melihat Dwi mencari yang ditunjuk Tata sembarang.
"Ah pasti aku dikerjai ini, ya," Dwi yang kesal.
"Makanya kalo main hp jangan serius banget sampe tidak menyadari keadaan disekitar, gimana coba kalo ada kebakaran," Tata menakuti adeknya itu.
"Amin amit, Kak! Kalo ngomong jangan sembarang," Dwi yang mengetok-ketok meja.
Ha.
Ha.
Ha.
Tawa pecah diruang tamu mereka. Setelah semuanya kembali normal dan perbincangan yang santai, sampai wakti sudah malam.
"Ta, aku pamit ya," ucap Lana.
"Iya," jawab Tata.
"Dah! Dek, besok kita ketemu lagi ya," ucap Lana sebelum pergi dari sana.
"Ok, Kak," jawab Tiwi. Karena Dwi udah masuk ke kamar buat ngecas hpnya yang sudah low bet.
Setelah kepergian Lana, mereka bertiga makan nasi padang serba sepuluh ribu. Karena uangnya harus di irit sampai gajian di butik. Uang dari pakde dan bude darman sudah diterimanya saat berpamitan disiang hari. Cukup untuk bertahan dalam satu bulan, sudah tidak ada yang boros.
"Wi," panggil Tata kepada adeknya.
"Ya, Kak," jawab mereka berdua.
"Sini, ada yang mau kakak bilang," ucap Tata yang menepuk samping tempat tidurnya.
"Dengar, kita sekarang hanya bertiga. Ayah ada di tempat berbeda, rencananya besok akan kesana. Tapi biarkan kakak dulu," ucap Tata berusaha menjelaskan tanpa harus menjelekkan ayahnya sendiri.
"Memang ayah kemana, Kak?" Tanya bungsu Tiwi polos.
"Ayah lagi kerja," ucap asal.
"Masa kerja kok di tengok?" Dwi yang asal bicara, memang menurutnya tidak masuk akal.
Tata tersenyum dengan kebingungan mau bagaimana menjelaskan kepada adeknya.
"Pokoknya tidak ada yang akan menyakiti kakak lagi, apa tidak senang kalian?" mengalihkan pembicaraan lebih baik pikir Tata.
"Senang, Kak," jawab Tiwi.
"Tidak akan kubiarkan itu terjadi, Kak. Tunggu aku besar," Dwi yang menepuk dadanya.
"Sudahlah, yang penting kita damai saat ini," ucap Tata yang memeluk kedua adeknya itu.
"Ayo kita tidur, besok sekolah lagi kita," ucap Tata kembali.
*
Setelah jam pulang sekolah, Tata dan Lana sudah di jemput oleh sopir menuju ke tempat polres dimana ayahnya kini.
"Jangan takut, Ta," ucap Lana saat didalam mobil.
"Tidak bisa, Lan," Tata ternyata tidak sekuat apa yang dipikirkan dalam dirinya.
"Ada aku, disini," Lana yang dengan berani memegang tangan Tata disampingnya.
Setelah itu tidak lama sudah sampai, saat turun dari mobil terlihat gugup dan takut untuk masuk ke dalam. Padahal pengacara keluarga Tata ada disamping mereka.
"Ta, ada aku,"Lana masih memegang tangan Tata tidak pernah terlepas.
Setelah petugas memanggil ayahnya, baru keluar sosok yang sebenarnya tidak ingin dilihatnya bagi Tata.
"Dasar anak dur**ka!," maki ayah Bagus.
"Tenang, Pak. Atau kembali ke sel," ucap petugas yang membawanya.
...****************...
Hi semuanya.
Selamat membaca! Dan jangan sampai menumpuk Bab ya 😁
Bantu like, vote, subscribe, komentar, dan hadiahnya ya 😍😍😍😍
Love you😘