Seringkali hal-hal yang menakjubkan berada di tempat yang dipandang sebelah mata. Layaknya mutiara hitam, kecantikannya tersembunyi di dalam kerang yang kumuh.
__________________________________________
"Orang-orang hanya tahu dengan namaku. Menghinaku karena pekerjaanku. Tapi, mereka tidak pernah tahu dengan cerita hidupku."~~~ Ara, gadis berusia 25 tahun itu diberi julukan mutiara hitam oleh warga sekitar tempat tinggalnya karena bekerja disebuah club malam.
Hingga suatu hari, karena insiden kecil membawa Ara kedalam hubungan pernikahan kontrak dengan laki-laki yang bernama Reynan, dengan kata terpaksa. Ara membutuhkan uang untuk biaya operasi ibunya. Sedangkan Reynan membutuhkan istri untuk memenuhi syarat hak waris perusahaan keluarganya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon syitahfadilah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 11. BUKAN MENUNDA TAPI MENUNGGU
"Sebut namaku, Sayang." Pinta Sherly dengan nada yang erotis seraya membelai wajah kekasihnya. Dan perlahan semakin mendekatkan wajahnya pada wajah Rey.
Tubuh Rey tampak menegang, ia seakan tidak punya kendali untuk mengelak. Tubuh seksi sang kekasih sungguh begitu menggoda, sebagai lelaki normal ia tidak bisa mengontrol gejolak yang menggerayangi tubuhnya. Bibirnya sedikit terbuka untuk menyambut bibir Sherly yang semakin mendekat. Bibir ranum yang sama sekali belum pernah ia cicipi.
Drt... 📳🔊🎶🎶🎶
Dering ponsel Rey yang berada di dalam saku celana mengagetkan keduanya, sontak Rey langsung tersadar dengan apa yang baru saja hampir terjadi.
"Sayang, aku angkat telpon dulu," ujar Rey kemudian menurunkan Sherly dari pangkuannya. Dia lalu beranjak dan melangkah cepat keluar dari kamar Sherly sembari mengeluarkan ponsel dari dalam saku celananya.
"Sial! Gagal lagi!" Umpat Sherly kesal, untuk yang kesekian kalinya ia gagal membuat Rey agar tidur dengannya.
"Seharusnya tadi aku sudah berhasil." Geramnya. Mengingat ucapan Arsen tentang Rey dan Ara, membuatnya berpikir untuk bergerak cepat menjerat Rey sebelum kekasihnya itu benar-benar terpikat dengan Ara, dan kesempatan itu menghampirinya ketika Rey tiba-tiba datang ke apartemennya tapi sayangnya harus gagal lagi karena ponsel Rey yang tiba-tiba saja berdering. Entah siapa yang menelepon dan mengganggu rencananya. Dan yang harus ia salahkan dalam hal ini adalah Arsen, karena dia yang sudah memberi ancaman akan merusak nama baiknya di dunia modelling jika sampai menikah dengan Rey. Sampai-sampai ia harus memberi saran konyol itu pada Rey untuk mencari wanita yang bisa dinikahi secara kontrak agar tetap bisa mendapatkan perusahaan keluarganya.
Di luar kamar, Rey sesekali menoleh untuk memastikan jika Sherly tidak mengikutinya, kemudian menatap layar ponsel dan sedikit terkejut karena ternyata mama Winda yang menelpon.
[Rey, kamu lagi di mana?] Tanya mama Winda langsung begitu sambungan teleponnya terhubung.
"Aku lagi di..." Rey terdiam sejenak untuk memikirkan jawaban, tak mungkin ia mengatakan jika sekarang berada di apartemen Sherly. "Di kantor, Ma, tadi Farhan telepon katanya ada berkas yang harus aku periksa."
[Kalau sudah selesai, kamu langsung pulang ya Rey, ada hal penting yang mau Mama bicarakan sama Kamu.]
Rey langsung tersenyum sumringah mendengar ucapan mama Winda, ia yakin mamanya itu pasti akan membicarakan soal perusahaan yang akan dialihkan padanya.
"Iya Ma, ini sebentar lagi selesai kok, aku bakal langsung pulang." Ujarnya dengan begitu bersemangat.
[Oke Rey, Mama tunggu.] Mama Winda pun memutuskan sambungan telponnya.
"Yes!" Rey seketika bersorak senang, ia lalu memasukkan kembali ponselnya kedalam saku celana kemudian segera masuk kedalam kamar Sherly untuk berpamitan pulang.
Dan Rey harus menahan nafas ketika melihat penampilan Sherly lebih parah dari sebelumnya. Handuk yang melilit disekitar dada terlihat sedikit melorot dan tak hanya memperlihatkan belahan dadanya bahkan setengah dari dua gunung kembarnya. Handuk kecil yang tadinya melilit di kepala entah dimana keberadaannya, Sherly membiarkan rambutnya yang basah terurai sehingga terlihat semakin menggoda.
"Sayang, siapa yang telepon?" Tanya Sherly dan langsung bergelayut manja di lengan kekasihnya itu, bahkan dengan sengaja ia merapatkan tubuhnya pada Rey.
"Mama yang telepon dan aku harus pulang sekarang." Jawab Rey. Yah ia memang harus pulang sekarang sebelum dirinya benar-benar khilaf dan melanggar janjinya sendiri agar tidak merusak Sherly sebelum mereka resep menjadi suami istri.
"Tapi Rey, tadi kamu bilang ada yang ingin kamu bicarakan denganku." Sherly berusaha menahan kekasihnya agar tidak pergi.
"Oh iya aku hampir saja lupa," ujar Rey lalu melepas tangan Sherly yang bergelayut manja di lengannya, berganti dengan ia yang menangkup wajah kekasihnya itu. Sebisanya agar ia tak melihat kearah dada Sherly dengan memfokuskan tatapan pada kedua mata kekasihnya.
"Hari ini Arsen pulang, dan dia langsung sok akrab dengan Ara yang baru saja bertemu. Dia tidak seperti itu juga kan, denganmu di tempat pemotretan?" Tanya Rey.
Pertanyaan itu lantas membuat Sherly seketika gugup, namun dengan segera ia tersenyum untuk menutupi kegugupannya itu. "Tentu saja tidak, Sayang. Arsen mana berani mengganggu calon kakak iparnya." Ujarnya meyakinkan.
"Baguslah kalau begitu, Sayang." Rey merasa lega mendengarnya. Ia lalu melepas kedua tangannya dari wajah Sherly. "Aku pulang ya," ujarnya sembari membenarkan jasnya. Dapat ia lihat tatapan kecewa kekasihnya tapi ia benar-benar harus pulang sekarang.
"Aku janji besok kita akan bertemu lagi asalkan kamu tidak sibuk pemotretan." Rey mencoba menghibur. Dan itu berhasil membuat Sherly mengangguk pelan dan tersenyum tipis, tapi dia tidak tahu saja jika Sherly benar-benar merasa kesal saat ini. Anggukan dan senyumannya itu hanya dipaksakan.
.
.
.
Sesampainya di rumah, Rey langsung menuju kamar mama Winda dengan langkah yang begitu bersemangat. Tak sabar untuk mendengar apa yang ingin dikatakan oleh mamanya, tapi ia yakin itu soal pengalihan perusahaan.
Melewati ruang tengah, Rey mendengar suara cekikikan dan itu berhasil menghentikan langkahnya. Ia menoleh dan kedua matanya seketika membulat melihat Ara dan Arsen yang sedang mengobrol sambil sesekali tertawa.
Tak lama setelah Rey pergi, Arsen mendatangi Ara untuk mengajaknya mengobrol sekaligus berkenalan karena selama persiapan pernikahan Arsen tak pernah hadir. Arsen yang banyak bicara dan humoris membuat Ara gampang saja akrab padanya, terlebih obrolan mereka selalu nyambung.
"Ara!" panggil Rey dengan nada yang cukup tinggi. Arsen dan Ara langsung menoleh kearah sumber suara.
"Aku kesana dulu ya," ujar Ara pada Arsen, pria itu hanya mengangguk dan Ara langsung menghampiri suaminya.
"Ngobrol apa kamu sama dia?" Tanya Rey dengan sedikit berbisik begitu Ara telah berdiri dihadapannya, tapi nada suaranya jelas terdengar bahwa ia sedang marah.
"Ngobrol biasa aja." Jawab Ara santai.
"Ke kamar sekarang juga!" Titah Rey. Tanpa menjawab Ara langsung saja pergi ke kamar.
Rey melirik sinis kearah Arsen kemudian segera mengayun langkah menuju kamar mama Winda. Ia memang tidak menyukai Arsen dan kedua orangtuanya semenjak ia pernah mendengar obrolan mereka yang ingin merebut perusahaan peninggalan mendiang papanya.
"Ma," panggil Rey yang baru saja membuka pintu kamar mamanya.
"Ayo masuk, Rey." Mama Winda terlihat senang dengan kedatangan putranya itu yang memang sudah ia tunggu.
"Mama mau ngomong apa sama aku?" Tanya Rey to the poin seraya duduk di samping mamanya.
"Gini Rey, Mama kan udah janji akan menyerahkan perusahaan padamu setelah kamu menikah." Rey mengangguk sambil tersenyum mendengarnya.
"Tapi Mama belum bisa memenuhi itu sekarang."
"Kenapa, Ma?" Tanya Rey dengan ekspresi terkejut.
"Kamu kan baru satu Minggu menikah, jadi nikmati saja dulu masa-masa pengantin baru. Dan perusahaan biar ditangani oleh Farhan. Selama ini kan, Farhan yang selalu diandalkan oleh Papamu."
"Ma, gak bisa gitu dong. Mama harus menepati janji." Rey tentu saja tak terima.
Ia terlihat frustasi mendengar ucapan mamanya. Bukan karena Farhan yang akan mengurus perusahaan, manager perusahaan sekaligus sahabatnya itu memang selalu bisa diandalkan. Yang menjadi masalahnya, jika pengalihan perusahaan ditunda maka akan semakin lama pula pernikahan kontraknya dengan Ara. Sekarang saja wanita itu sudah berani memerasnya, hal yang tidak ada di dalam surat perjanjian. Lama-lama Ara akan semakin melonjak dan mungkin saja akan memerasnya dengan cara yang lain, mengancam akan membocorkan pernikahan kontrak mereka misalnya. Memikirkan hal itu membuat kepalanya terasa berdenyut.
"Mama bakal tepati janji Mama, Rey. Tapi jangan buru-buru juga dong, Mama ini bukannya menunda tapi menunggu."
"Menunggu? Menunggu apa maksud Mama?"
"Ya menunggu sampai Ara hamil dulu gitu." Ujar mama Winda sambil mesem mesem, tapi Rey serasa senam jantung mendengarnya. Bagaimana mungkin Ara akan hamil, ia saja merasa jijik menyentuh istrinya itu. Dan itu tidak akan pernah ia lakukan!
"Dan Mama janji setelah Ara hamil, Mama akan langsung mengumumkan bahwa kamu lah pemilik perusahaan dan saat itu juga pengacara Mama akan mengurus berkas pengalihannya."
"Ma," Rey mencoba membujuk tapi mama Winda langsung beranjak dari tempat duduknya.
"Pokoknya tunggu sampai Ara hamil, titik!" Tekan mama Winda tak ingin dibantah.