Yoanda menikah dengan Bagas karena perjodohan kakek nya, tapi Yolanda sangat menyukai dan mencintai Bagas karena selain tampan tubuh Bagas ideal sehingga membuat Yolanda jatuh hati kepada Bagas, tapi Bagas sedikit pun tidak menyukai Yolanda karena postur tubuh yang subur dan tidak ideal.
Selama menikah dengan Yolanda Bagas tidak pernah menyentuh nya sama sekali, Bagas malah membenci Yolanda, hingga suatu saat Yolanda melihat Bagas dengan wanita cantik dan sangat mesra.
Setiap hari Bagas selalu menyakiti hati nya dan bahkan memfitnah dan mengusir nya dari rumah hingga hidup Yolanda terlunta-lunta karena aset yang pernah di berikan keluarga Bagas diambil nya.
Hingga suatu saat Yolanda berpikir akan merubah hidup nya dan akan melakukan balas dendam kepada Bagas.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon 💫✰✭𝕸𝖔𝖒𝖞𓅓 𝕹𝕷✰✭🌹, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Permintaan Bu Mesty
Aku langsung di bawa masuk ke dalam ruangan dokter dan langsung di tangani.
"Kenapa ini bisa terjadi nona?" dokter wanita yang berusia paruh baya itu bertanya sambil mengobati kulit yang terkena air panas.
"Hanya kecelekaan dok." Aku tidak mau dokter itu mengetahui yang sesungguh nya.
"Lain kali hati-hati nona, untung segera di bawa kesini, kalau terlambat sedikit saja kulit nya akan melepuh dan rusak." dokter itu mengatakan resiko nya.
{pov Ricard}
Ricard menghampiri Lea yang sedang duduk di ruang tunggu, terlihat Lea sedikit gelisah dan sesekali melihat ke arah pintu ruangan.
"Maaf nona, ada apa ya dengan Yola?" tanya Ricard setelah ada di samping Lea.
Lea langsung menoleh ke arah suara, "Anda Ricard kan?" tanya Lea dengan wajah kaget nya.
"Iya saya Ricard, ada apa dengan Yola?" tanya Ricard sambil ikut duduk di samping Lea.
"Mbak Yola di siram air panas sama perempuan yang merebut suami nya." karena emosi Lea tanpa sadar memberitahu Ricard.
"Jadi benar kalau Yola sudah punya suami?" kemarin Ricard ngga terlalu percaya, Ricard kira Yola hanya beralasan.
"Ups, maaf ini bukan ranah saya." Lea tersadar kalau ini semua bukan hak dirinya untuk menceritakan kisah Yola kepada orang yang baru di kenal nya.
"Ngga apa-apa santai saja, aku juga sudah tahu kok." jawab Ricard santai.
"Jadi anda sudah tahu, oh iya anda kenapa anda di sini? Memangnya ngga kerja? Kan sebentar lagi jam makan siang, waktu nya restoran rame." Lea selalu memberondong pertanyaan-pertanyaan seperti biasa nya.
"Saya lagi kebagian libur." Ricard menjawab hanya sekena nya, dan Lea pun tidak memaksa Ricard untuk menjawab semua pertanyaan nya.
Lea dan Ricard tediam, mereka masih menunggu Yola keluar dari ruangan dokter.
******
Terdengar suara pintu terbuka, Lea dan Ricard langsung menoleh ke arah pintu.
Terlihat Yola keluar dengan seorang dokter paruh baya, pipi Yola terlihat merah.
Dokter wanita itu mau menyapa Ricard, tapi Ricard memberikan kode agar dokter wanita itu tidak mengatakan apa-apa.
"Ricard. Kamu ada di sini?" tanya Yola dengan tatapan kaget nya.
"Tadi aku mau cek darah karena sedikit pusing, tapi tidak sengaja melihat kamu jadi aku putuskan untuk menemui kamu dulu." Ricard sengaja berbohong, dia ngga mau identitas nya terbongkar.
Aku duduk di kursi tunggu bersama Ricard dan Lea, sedangkan bu dokter sudah masuk kembali ke ruangan nya.
"Kalau begitu saya kembali ke ruangan, jangan lupa salep nya di oleskan terus agar nanti tidak ada bekas luka." ucap bu dokter.
"Iya dok, terima kasih." jawab ku sambil mengangguk sopan.
"Kenapa bisa terjadi?" Ricard bertanya sambil menatap aku.
"Nanti aku ceritakan, di sini tidak enak untuk bercerita." Aku tidak mau bercerita di sekitar rumah sakit, karena selain tidak nyaman rumah sakit juga bukan tempat untuk curhat.
"Bagaimana kalau kita ke pantai, di sana kamu bisa meluapkan semua nya." Ricard mengajak aku ke pantai, karena menurut Ricard pantai lah tempat untuk membuat pikiran jernih.
Aku menatap ke arah Lea, dan seperti nya Lea mengerti dan mengangguk.
"Pergi saja mbak, jika itu akan membuat hati dan pikiran mbak tenang, biar aku kembali ke galeri sendiri." ucap Lea sambil tersenyum.
"Kalau begitu aku ikut mobil Ricard ya Le, kamu bawa mobil mbak saja." Aku menyuruh Lea membawa mobilku ke galeri.
"Baiklah mbak, Ricard aku titip mbak Yola, jangan biarkan dia nyemplung ke laut ya? Soalnya dia belum merasakan ma," aku langsung menutup mulut Lea yang ember.
Lea memukul-mukul tangan ku yang masih membekap mulut nya.
Ricard hanya tersenyum sambil menggelengkan kepala nya melihat kelakuan kita berdua, "Kalau begitu kalian tunggu di parkiran, aku mau cek darah dulu." ucap Ricard.
"Baiklah, kalau begitu kita tunggu diparkiran ya." aku menarik tangan Lea dan pergi dari hadapan Ricard.
Setelah melihat Yola dan Lea pergi, Ricard langsung mengambil hadiah buat ibu tersayang yang dia simpan dibalik tembok.
Dengan tergesa-gesa Ricard masuk ke dalam ruangan dokter yang menangani Yola.
"Mah, selamat ulang tahun." Ricard memberikan lukisan yang di sukai ibu nya, dan tidak lupa dia mencium pipi kira dan pipi kanan ibu nya.
"Terima kasih sayang." Bu Mesty membalas ciuman nya kepada anak semata wayang nya.
"Maaf tadi aku seperti orang asing di depan Yola."
"Ngga apa-apa nak, mamah ngerti kok, nanti malam ajak dia makan malam."
"Tapi dia cuma teman aku mah." Ricard tahu dengan maksud bu Mesty menyuruh nya ngajak Yola untuk makan malam.
Bu Mesty selalu menyuruh Ricard untuk segera memperkenalkan calon istri nya, tapi sampai saat ini Ricard belum pernah sekali pun memperkenalkan seorang wanita kepada mamah nya, bukan ngga ada yang mau sama Ricard, tapi Ricard mau mencari pendamping hidup yang mau menerima dia apa adanya.
Dulu dia pernah punya kekasih, tapi ketika dirinya bilang kalau dirinya bangkrut dan jatuh miskin, wanita itu meninggalkan nya.
Dari situ Ricard tidak mau mencari wanita dengan hanya bermodalkan cantik saja, Ricard tidak perduli dengan wajah atau postur tubuh, yang dia cari hanya cinta sejati, seorang pendamping yang mau menerima dia apa adanya, dan mencintai dirinya dengan tulus.
Di waktu luang nya dia selalu pergi ke pantai hanya untuk menghilangkan semua penat kerjaan dan juga melupakan wanita yang sudah meninggalkan nya.
"Mau teman atau pun bukan kalau kamu dekat dengan seorang perempuan kamu ajak dia ke rumah dan kenalkan sama mamah." Bu Mesty tetap dengan pendirian nya.
"Baiklah, kalau begitu aku pergi dulu, lagian mamah juga lagi sibuk." Ricard mencium telapak tangan dan tidak lupa mencium pipi ibu nya, Ricard tidak mau mendengar pertanyaan aneh-aneh lagi dari mamah nya dan memilih untuk pergi.
Melihat Ricard keluar dari ruangan nya bu Mesty hanya tesenyum sambil menggelengkan kepalanya.
Sementara aku dan Lea sedang menunggu Ricard di dekat mobil.
"Mbak, kok mbak bisa akrab dengan Ricard?" tanya Lea dengan wajah penasaran nya.
"Mbak sakit hati dengan orang-orang rumah dan pergi ke pantai, tanpa sengaja mbak bertemu lagi dengan Ricard, dia sudah membuat mbak bisa tenang kembali, dari situ kita berdua memutuskan untuk berteman." Aku jujur kepada Lea.
"Kenapa sih mbak diam saja di kala mereka menghina dan membuat sakit hati? Aku heran ya sama mbak, seandainya aku yang jadi mbak, sudah aku robek tuh mulut mereka." ucap Lea dengan wajah kesal nya.
"Aku setuju dengan Lea." ucap Ricard yang sudah berdiri di belakang kita berdua.