Kecelakaan besar yang disengaja, membuat Yura Afseen meninggal dunia. Akan tetapi, Yura mendapat kesempatan kedua untuk hidup kembali dan membalas dendam atas perbuatan ibu tiri beserta adik tirinya.
Yura hidup kembali pada 10 tahun yang lalu. Dia pun berencana untuk mengubah semua tragedi memilukan selama 10 tahun ke belakang.
Akankah misinya berhasil? Lalu, bagaimana Yura membalas dendam atas semua penindasan yang ia terima selama ini? Yuk, ikuti kisahnya hanya di noveltoon.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sensen_se., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 11 : MENGADU
Di sisi lain, Zefon senyum-senyum sendiri di kursi kebesarannya ketika melihat layar laptopnya. Ia bangga dan merasa tak sia-sia memberi pelajaran pada Yura. "Smart girl!" pujinya.
Layar laptop itu menunjukkan semua yang dihadapi oleh Yura. Zefon memang sengaja memberikannya, karena sudah memasang GPS dan CCTV teramat kecil. Namun kualitasnya sangat bagus. Suara dan gambar begitu jernih dan jelas. Zefon sangat puas atas keberanian gadis itu.
“Tuan, meeting akan segera dimulai,” ucap Selvia—sekretaris Zefon di ambang pintu yang terbuka.
“Hemm!” sahut Zefon beranjak masih meninggalkan senyum di bibirnya.
Selvia tentu saja merasa heran, karena raut wajah yang sangat berbeda dari biasanya. Ia sampai menajamkan mata untuk memastikan pandangannya tidak salah. “Sejak kapan bos bisa tersenyum?” tanyanya pada diri sendiri, lalu segera mempercepat langkah, menyamakan dengan kaki Zefon yang sudah jauh berada di depan.
Ruangan dengan meja bundar dan beberapa manajemen perusahaan terasa begitu dingin. Apalagi Zefon sedari tadi menunduk seperti tak memperhatikan. Mereka semua takut jika ternyata lelaki itu tengah bersiap meledakkan amarah.
“Kenapa diam saja? Lanjutkan laporannya!” tegas Zefon ketika sama sekali tidak ada suara. Mereka semua diam menunggu tanggapan pria itu.
“Baik, Tuan.” Pria paruh baya yang menjabat sebagai senior manajer itu pun segera melanjutkan presentasi.
Zefon memang sedari tadi menunduk, memperhatikan layar ponselnya yang juga tersambung dengan CCTV di kalung Yura. Ia enggan melepas pandangan dari sana. Selalu penasaran kegiatan apa saja yang dilalui gadis itu. Namun telinganya masih mampu mendengar suara di ruangan.
Selain itu, Zefon masih harus waspada. Karena Klan Ganesha belum lumpuh sepenuhnya. Satu hal yang Zefon pertanyakan sampai sekarang. Bagaimana bisa Yura dulu jatuh di tangan musuhnya itu. Dan kini, Zefon sulit melacak keberadaan klan tersebut.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Dalam keadaan basah kuyup dan penuh noda makanan, Tora mengendarai mobil dengan penuh emosi. Ia segera pulang ke kediaman Cullens.
Hari masih siang, tentu saja Rehan masih berkecimpung dengan kesibukannya di kantor. Ibunya juga baru sampai di rumah entah dari mana.
“Tora? Kamu kenapa? Kok penampilan kamu seperti tikus terjebur got gitu?” seru Sarah menatap jijik putranya.
“Semua gara-gara Yura, Ma. Lihat nih pipi aku bengkak, bibirku berdarah. Dia mengamuk seperti orang kesetanan!” adu lelaki itu menunjuk luka di wajahnya.
“Heh? Kau kalah dengan gadis ingusan itu?” cibir Sarah memutar bola matanya malas.
“Ma! Dia sudah berani berbuat seperti ini. Bahkan membakar tas dan buku-bukuku! Yura sudah berbeda, Ma!” sentak Tora menggebu-gebu.
Kedua mata Sarah membelalak dengan sempurna, mulutnya menganga. Jelas saja sangat terkejut dengan laporan anak kesayangannya itu.
“Astaga! Bagaimana bisa?” tanyanya bingung. “Para pria seram itu juga tidak ada kabarnya setelah malam pesta itu. Padahal dia sudah berjanji membawakan barang pesanan Mama!" sambungnya mengembuskan napas berat.
“Pesanan Mama? Memang Mama pesan apa?" tanya Tora mengerutkan dahinya.
"Bukan apa-apa." Sarah segera mengelak. Tidak ingin rencananya terendus siapa pun.
Tora sendiri tidak begitu peduli. "Pokoknya aku enggak mau tahu, Ma. Yura harus menerima akibatnya. Dia sudah mempermalukan aku di depan teman-teman, Ma. Harga diri aku jatuh sedalam-dalamnya!” papar lelaki itu berkacak pinggang.
Terdiam sejenak, lalu menepuk punggung Tora yang masih kering. “Sudah sana mandi dulu. Kita harus seret dia ke rumah ini lagi dan beri pelajaran!” seru wanita itu tidak terima.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Yura bersemangat hendak menaiki bus setelah menunggu lama di halte. Namun baru saja kakinya menapak satu pada kendaraan tersebut, lengannya ditarik oleh seseorang hingga terjatuh namun ke pelukan seorang pria.
Kernet bus mengerjap takut ketika melihat sorot mata Zefon yang begitu tajam. Pria itu menggerakkan kepala sebagai isyarat agar segera melajukan kendaraan itu.
Yura membeliak, menelan salivanya gugup. Ia sudah hafal aroma parfum yang menguar di hidungnya. Alhasil, gadis itu diam saja tidak berani bergerak.
“Sudah kubilang, kalau pulang telepon aku. Kenapa malah naik bus?” sentak lelaki itu menundukkan pandangan.
Yura menegakkan punggung, menepuk dada Zefon dengan pelan sembari mengulas senyum lebar, “Hehe, aku lupa. By the way, detak jantung Anda kuat sekali,” ucapnya mengalihkan pembicaraan sebelum pria itu semakin murka.
Bersambung~