Cantik dan kaya, dua hal yang tidak dimiliki oleh Anjani. Hal ini membuatnya diperlakukan secara tidak adil oleh suami dan keluarganya. Dihina, diselingkuhi dan diperlakukan dengan kasar, membuat Anjani akhirnya menyerah.
Keputusan bercerai pun di ambil. Sayangnya, sesuatu hal buruk terjadi pada wanita itu dan membawanya bertemu dengan seorang Kelvin Stewart yang merubah hidupnya.
Keinginannya saat ini hanya satu, yaitu membalaskan dendamnya pada Andrew Johanson Sanjaya, mantan suaminya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Naya_handa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kepergian
Tubuh Andrew masih gemetar setelah melihat Anjani jatuh ke dalam air. Ia takut, ya sangat ketakutan karena tubuh gempal itu tidak lagi muncul di permukaan laut yang berombak. Ia mengintip sedikit ke bawah sana, matanya langsung terpejam saat deburan ombak terlihat begitu keras menghantam batu karang hingga dada Andrew seperti ikut terhempaskan. Keberaniannya melihat ketinggian mendadak hilang.
“Cheryl, dia hilang Cheryl. Dia tidak muncul lagi ke permukaan,” laki-laki itu bergumam dengan penuh ketakutan. Berjongkok sambil mengacak rambutnya dengan frustasi. Wajahnya pucat pasi dan tangan gemetar itu menutupi kedua telinganya lalu ia pukul-pukul. Ia ingin menghalau suara teriakan Anjani saat terjatuh ke laut. Rasanya sangat ketir.
“Iyaa, aku melihatnya sendiri. Bukankah dengan begitu pengganggu kita hilang, sayang?” Cheryl malah tersenyum sinis. Ia menghampiri Andrew dan ikut berjongkok di hadapan pria itu. Baginya suatu kelegaan karena akhirnya Anjani tidak lagi merecoki hidupnya.
“Bagaimana kalau dia mati, aku yang membawanya ke sini, aku yang mengajaknya liburan, aku yang,”
“Sssttt!” Cheryl mendesis, lantas memeluk Andrew dengan erat. “Jangan panik Andrew!” ujarnya dengan ringan. “Apa kamu tidak berpikir kalau dia mati, kamu tidak perlu memikirkan gugatannya? Kamu tidak perlu memikirkan pembagian harta gono gini. Kamu tidak perlu memikirkan pembagian warisan kakekmu. Semuanya aman Andrew, aman dalam genggamanmu. Asalkan kamu diam. Aku pun akan diam. Paham?” Wanita itu begitu lancar memberi sugesti buruk pada laki-laki ,yang sedang ia peluk.
Andrew menggelengkan kepalanya, nuraninya masih berbicara kalau apa yang dia lakukan itu suatu kejatahan.
“Nggak Cheryl, aku tidak pernah mau membunuhnya. Sekalipun aku tidak mencintainya, aku tidak pernah berpikir untuk membunuhnya. Ini jahat Cheryl, ini jahat.” Suara laki-laki itu terdengar bergetar. Ia memandangi kedua tangannya yang gemetar seperti dipenuhi darah dari seseorang yang baru saja ia bunuh.
“Kamu tidak jahat Andrew. Kamu tidak melakukan apapaun. Dia tadi jatuh sendiri karena dia tergelincir dan tubuhnya yang terlalu besar tidak kuat berpegangan pada tiang lampu. Seperti itu kejadiannya. Ini bukan salahmu ataupun salah kita. Ingat itu Andrew.” Cheryl berusaha meyakinkan Andrew.
“Tapi kita harus mencarinya. Orang-orang akan bertanya padaku, bagaimana nanti aku menjawabnya?” Andrew semakin ketar ketir. Ia mencengkram baju Cheryl dengan kuat dan tubuhnya semakin gemetar.
Cheryl tidak lantas menimpali. Ia melerai pelukannya dari Andrew lantas menangkup wajah laki-laki itu. “Hey, lihat aku Andrew!” ujar wanita itu sambil memegangi wajah Andrew agar tidak berpaling darinya. “LIHAT AKU BODOH!” gertak wanita itu saat Andrew hanya bisa menunduk.
Laki-laki tu semakin gemetar, matanya yang putus asa dan ketakutan menatap Cheryl dengan lesu.
“Kita akan melapor pada polisi, tapi dengan catatan kalau kita harus menyamakan keterangan. Dengan begitu kita akan aman. Kamu gak mau kan kita dipenjara? Gak mau kan, hah?!” Cheryl menepuk-nepuk wajah Andrew dengan cukup keras agar laki-laki itu tersadar dari ketakutannya.
“Yaa, aku gak mau di penjara.” Mata kosong Andrew itu menitikkan air mata.
“Bagus, kalau begitu, katakan apa yang aku katakan. Ikuti cerita yang aku buat.” Cheryl menatap Andrew dengan lekat, sangat tajam hingga laki-laki itu mengangguk sepakat. Cheryl tersenyum puas setelah meyakini Andrew berada di bawah kendalinya.
“Wanita itu sedih karena tidak percaya diri dengan kondisinya. Dia memutuskan untuk melompat ke bawah sana. Kita sudah mencoba melarangnya, tapi dia bersi keras untuk melompat. Seperti itu ceritanya, paham?” Cheryl memberikan ide itu pada laki-lakinya.
“Ta-tapi gimana kalau mereka bertanya apa yang tidak bisa aku jawab? Gimana kalau aku malah gak sengaja menjawab yang gak seharusnya?” laki-laki berparas tampan itu masih ketakutan, karena sadar pihak kepolisian tidak akan langsung percaya dengan keterangannya.
“Tidak perlu menjawabnya. Berpura-puralah bersedih dan depresi, supaya mereka tidak menanyaimu lagi. Paham?” Cheryl berujar dengan ringan.
Andrew hanya termenung, tidak mengiyakan atau pun menyangkal perintah Cheryl. Ia hanya tahu kalau ia harus menyelamatkan dirinya dari jeratan hukum. Dia tidak sadar, kalau suatu hari busuknya bangkai akan tetap terendus.
Satu jam kemudian, tebing itu dipenuhi oleh orang-orang yang sedang melakukan pencarian. Pihak kepolisian dan SAR mencari keberadaan tubuh Anjani yang jatuh ke lautan lepas. Meski menjelang dini hari, mereka tetap melakukan pencarian, dengan harapan tubuhnya masih bisa ditemukan dan nyawanya masih bisa di selamatkan.
Sayangnya, hingga matahari terbit, sosok tambun itu tidak juga ditemukan. Andrew dan Cheryl resmi melakukan pelaporan bahwa kejadian itu adalah usaha bunuh diri yang dilakukan Anjani karena merasa tidak percaya diri. Mereka di perbolehkan pulang oleh pihak kepolisian setelah beberapa jam dimintai keterangan.
Taktik Cheryl berjalan dengan mulus. 1x24 jam mereka berhasil keluar dari kantor polisi karena diperbolehkan pulang. Andrew pun di anggap memerlukan perawatan medis atas depresinya. Tidak ada keterangan yang menyangkal kejadian yang diceritakan oleh Cheryl dengan lancar. Kasus di tutup dengan dugaan usaha bunuh diri.
Cheryl tersenyum senang melihat matahari terbit di ufuk timur. Ia bisa bernapas lega karena akhirnya batu penghalang hubungan mereka hilang dari muka bumi ini. Semesta benar-benar berada di pihaknya. Ia mengusap-usap perutnya yang masih rata, rasa bahagia menyeruak tatkala membayangkan kalau ia dan Andrew akan segera dikaruiai seorang anak buah cinta mereka. Perempuan itu menyandarkan kepalanya pada bahu Andrew yang melorot. Laki-laki itu masih tidak banyak bicara dan seolah menjadi gambaran yang jelas kalau laki-laki ini memang bersedih.
“Terima kasih karena telah menyempurnakan cerita menyedihkan ini, Andrew,” batin wanita itu yang melihat Andrew benar-benar diam dalam rasa bersalahnya. Laki-laki itu mulai menggantungkan hidupnya pada Cheryl karena rasa takutnya jika kemudian semua ini terbongkar.
“Jangan takut Mas, aku gak akan ninggalin kamu. Kita akan hidup bahagia selamanya. Hem?” ucap wanita itu dengan lirih. Ia begiitu menikmati perjalanan pulang dengan melalui jalanan yang meliuk-liuk sambil menggenggam tangan Andrew dan menyandarkan kepalanya di bahu laki-laki itu. Andrew tidak menimpali, ia bungkam dan bagi Cheryl, jelas ini sangat baik untuk meredam masalah ini.
Kabar duka kepergian Anjani telah sampai ke telinga sang ibu yang tinggal di desa. Wanita yang bekerja sebagai petani sayuran itu hanya bisa terduduk lemah di ladangnya yang luas. Ia menatap setiap tumpukan sayuran yang baru selesai ia panen, dengan penuh kesedihan. Sorot matanya nanar dengan perasaan yang hancur. Bulir air mata menetes di sudut matanya saat ia sadar kalau putri semata wayangnya sudah pergi untuk selamanya.
Hati ibu mana yang tak hancur saat mendapati putrinya yang pergi lebih dulu meninggalkannya. Ia bahkan tidak memiliki jenazah untuk ia makamkan. Tidak ada pusara yang bisa ia kunjungi. Anak yang ia sayangi sepenuh hati itu, telah pergi bersama rasa sedih dan tidak berharganya. Sungguh hati wanita itu sakit.
Paridah tersedu di tempatnya. Hatinya benar-benar hancur saat mengingat bahwa tidak ada lagi putrinya yang mandiri dan penuh semangat itu. Jujur, ia sangat tidak percaya kalau Anjani bisa seputus asa itu hingga memilih mengakhiri hidupnya dengan cara yang tragis. Bukankah selama ini selalu mengatakan kalau dirinya sangat bahagia hidup bersama Andrew? Mertuanya sangat baik dan menyayanginya. Tapi mengapa dia memilih pergi dengan cara seperti ini?
Paridah masih belum bisa terima. Kata-kata Anjani masih terus terngiang di telinganya. “Bu, tolong jaga kesehatan yaaa. Cuma ibu yang Jani punya. Maaf kalau Jani belum bisa menbahagiakan ibu. Harusnya, Jani tidak menghapus mimpi Jani sebagai seorang akuntan. Ibu sudah bekerja keras menyekolahkan Jani, tapi Jani malah berakhir seperti ini. Belum bisa memberi kebanggan sama sekali buat ibu. Maafin Jani ya, Bu.”
Suara halus dan lembut itu yang terngiang di telinga Paridah saat putrinya menghubunginya minggu lalu. Paridah kembali terisak-isak dengan bahu yang bergerak naik turun seraya menangkup wajahnya dengan tangan yang kotor dipenuhi tanah dari sayuran yang sedang dipanennya. Ia masih tidak menyangka kalau itu menjadi pembicaraannya yang terakhir dengan Anjani.
“Ibu sayang sama Jani, Jani adalah harta ibu. Kenapa jani meninggalkan ibu dengan cara seperti ini?” Paridah hanya bisa bertannya dan tidak akan pernah ada jawaban untuknya. Karena anak yang ingin ia tanya, saat ini sudah berada di alam yang berbeda.
“Jani, bagaimana ibu melajutkan hidup tanpa kamu?”
****
ingat di ujung cambuk kehidupan ada emas berlian intan menanti mu✌️