Aku diasingkan layaknya debu tak berarti. Siapa pun yang mencoba mendekati ku, maka mereka ikut terkutuk. Akulah gadis berkacamata empat dengan segala kekuranganku, dan mereka semua menikmati menonton ku yang terkena bully tanpa peri kemanusiaan.
"Hey, Cupu! Tempatmu dibawah sana, bukan di atas bersama kami." seru Sarah di depan seluruh anak kampus.
Penghinaan dan kekejian para pembully sudah melewati batasnya.
"Don't touch Me!" seru Rose.
Tak ada lagi hati manusia. Semua hanyalah jiwa kosong dengan pikiran dangkal. Buta, tuli, dan bisu. Yah, itulah kalian. ~ Rose Qiara Salsabila.
Wanita berkacamata empat dengan julukan cupu sejak menapaki universitas Regal Academy itu berjuang mencari ketulusan seorang teman. Hingga pembullyan para teman seuniversitas membangkitkan jati dirinya.
Siapa sangka si cupu memiliki dunia lain di balik kepolosannya. Bagaimana cara Rose menghukum para pembully dirinya? Apakah ada kata ampun dan maaf dalam kamus hidup Rose?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Asma Khan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11: INFORMASI - SEPULUH TAHUN? - ATMAJA MURKA
"Pa, itu Sarah. Kenapa bisa masuk ke CCTV?" tanya Rose dengan nada tak suka.
Vans mengambil ponselnya, lalu mendial sebuah nomor. Setelah panggilan terhubung dan ada sapaan dari seberang, "Jangan sentuh gadis itu! Cukup sekap hingga Queen memberikan perintah selanjutnya!"
"Papa?!" panggil Rose dengan serius.
"Biarkan mommy mu memberi sedikit pelajaran. Semua ada di tangan Queen. Sekarang kita pulang ke Villa." Jawab Vans menutup laptop berniat mengembalikan ke belakang, tetapi benda mati itu langsung dirampas sang putri. "Apa princess papa sudah makan siang?"
"Fokus saja menyetir! Rose masih ngambek sama papa." Celetuk gadis itu memilih mengambil earphones lalu memasangkan ke telinga seraya mengaktifkan pemasangan bluetooth untuk mendengarkan musik dari laptop.
Vans tidak pernah mengambil hati setiap kali putri rajanya merajuk dan bersikap sesuka hati. Justru tangannya selalu siap memberikan perhatian dengan mengusap kepala gadis itu, sembari menyetir menggunakan satu tangan kanan. Perjalanan begitu tenang, tapi tidak dengan wajah yang menerbitkan smirk.
Jari telunjuk menggeser hasil kamera HD yang selalu memberi hasil maksimal. Deretan foto berubah menjadi video klip singkat. Sudah pasti sang pembuat dalam mode niat. Video itu sengaja dikirim tepat sasaran, meskipun melalui pesan singkat. Tetap saja si penerima dapat dipastikan mengalami serangan jantung. Semoga saja tidak langsung kehilangan nyawanya.
Tok!
Tok!
Tok!
"Queen, boleh masuk?" tanya seseorang dari luar pintu kaca.
Satu jentikan jari Asfa mengaktifkan mode buka pintu otomatis, membuat orang yang berdiri di depan pintu melangkahkan kakinya masuk ke ruangan dengan sistem keamanan yang super canggih. Begitu besar perubahan di dalam ruangan Presdir RA Company setelah dua puluh tahun berlalu. Orang-orang semakin kagum dengan tingkat pencapaian yang diraih perusahaan multitalenta itu, termasuk para karyawan dari berbagai divisi ikut merasakan keuntungan yang luar biasa.
"Queen, ini beberapa data yang Anda inginkan. Semua lengkap tanpa ada yang tertinggal." lapor sekretaris wanita yang berpenampilan seperti bodyguard.
Asfa memutar kursi kerjanya beralih menghadap jendela kaca besar di depannya. "Really? So, Tell me everything!"
"Tuan Atmaja papa dari Sarah. Usia 55 tahun. Seorang pebisnis tekstil. Istrinya bernama Nilam Atmaja. Usia 50 tahun. Miss Amara kakak dari Prita. Usia 25 tahun. Usaha wanita itu cafe yang saat ini menjadi cafe hits. Tuan Vincent papa dari Dela. Usia 45 tahun. Seorang dokter di rumah sakit swasta Nugraha. Semua itu informasi yang saya dapatkan."
"Gaby, berapa lama kamu bekerja denganku?" tanya Asfa masih enggan berbalik, membuat sekretarisnya tertegun.
"Sepuluh tahun, Queen." Gaby berusaha menetralkan degup jantungnya.
"Sepuluh tahun? Ku pikir baru sehari." Asfa memutar kursinya seraya menyilangkan kedua tangannya di dada. "Informasi mu sama sekali tidak berguna."
"Atmaja seorang pebisnis yang culas, licik, orang-orang memberi julukan si biang kerok. Istri yang selalu tersenyum di layar televisi, menjadi bahan pelampiasan emosi pria itu, yah dia mengalami KDRT. Kemudian, Amara Khan, dia bukan sembarang wanita. Permainan dramanya sangatlah patut diberikan tepuk tangan. Cantik, manis tapi berbisa. Satu lagi Vincent, apa yang bisa ku katakan? Dia dokter, tapi otak dangkal. Siapapun yang menghalangi, bisa dipastikan berakhir di ranjang bedah." Sambung Asfa benar-benar membuat mulut Gaby menganga lebar.
Asfa berdiri seraya mengambil file yang tadi dibawa sekretarisnya. Ia berjalan memutari meja kerjanya, bahkan tangan yang bebas masih sempat menyambar pemantik api. Tujuannya hanyalah tempat sampah yang teronggok di pojokan. "Sekarang dengarkan tugasmu."
File dilemparkan ke tong sampah. Pemantik di buka, lalu ditekan menghasilkan api kecil. Asfa membiarkan api menyala, "Bakar gudang penyimpanan obat ilegal di jalan Lima sisi barat. Pastikan semua terbakar tanpa sisa!"
"Baik, Queen. Maafkan atas....,"
Asfa melemparkan pemantik ke tong sampah yang langsung menyambar kertas file. Satu tangannya terangkat menandakan agar asistennya diam. Langkah kakinya berjalan menghampiri Gaby. Lihatlah peluh yang membasahi kening wanita berumur tiga puluh tahun itu.
Tap!
"Shut up!" Asfa menaruh jarinya di depan bibir. "Berhenti menjelaskan. Pergilah!"
"Permisi, Queen." pamit wanita itu mengangguk paham, tidak peduli dengan aura yang menekan emosinya. Ia berusaha bersikap normal dan meninggalkan ruangan terindah yang menjadi tempat pembekuan emosi.
Kepergian Gaby, membuat Asfa menatap kursi kerjanya. "Kalian sangat bangga dengan tahta yang hanya sekecil semut. Lihat saja hadiah dari ku. Atmaja hadiahmu sudah selesai. Sekarang giliranmu Vincent."
Dunia masih terlihat tenang tanpa ada berita yang mampu menyita perhatian. Tetapi tidak dengan dunia seseorang yang terguncang. Siapa lagi jika bukan dunia milik Atmaja. Pria yang baru saja selesai mengamuk mengubah ruangan kerjanya menjadi kapal pecah.
"Arrrggghhh, s!al! Siapa yang bermain denganku?" Seru Atmaja membungkam managernya yang harus menyaksikan murkanya sang atasan.
"Cepat cari tahu! Kenapa saham perusahaan ku bisa anjlok." Titah Atmaja dengan nafas tersenggal-senggal.
"Tuaan....,"
"APA KAMU TULI? PERGI!" Seru lantang Atmaja menggetarkan keberanian sang manajer.
Tanpa menjawab. Wanita malang itu terbirit-birit meninggalkan ruang kerja sang atasan, sedangkan yang ditakuti menyambar ponselnya. Satu berita membakar emosi, tiba-tiba saja netra menyipit melihat foto video yang terbuka begitu saja. Disaat ia baru membuka kunci layar.
"Saaraaaah!" panggil Atmaja tercekat.
Mendadak rasa takut menyergap. Video yang berdurasi tiga menit kurang berisikan kumpulan foto putrinya yang disekap di sebuah tiang besi. Area penyekapan terbilang gelap. Hanya ada secercah cahaya yang memperjelas wujud sang putri. Video berhenti dan tiba-tiba saja langsung lenyap tanpa jejak.
"Saraah? Nak, dimana kamu?" Atmaja berusaha mencari video yang baru saja ia tonton, tapi di galeri atau di aplikasi manapun tetap tidak ada. Disaat melakukan pencarian tak sengaja melihat banyaknya panggilan dari sahabat putrinya. "Prita? Menelpon sebanyak ini? Artinya....,"
Atmaja bergegas mendial nomor Prita. Panggilan terhubung dan langsung dijawab.
"Katakan dimana Sarah?" tanya Atmaja dengan raut wajah cemas.
[Sarah diculik, om. Aku hubungi om berulang kali....]
"Cepat ke rumah, Om!"
Bukan hanya rasa takut, tapi panik luar biasa. Perusahaan mengalami saham anjlok, dan kini putri tunggalnya di culik. Video yang memperlihatkan Sarah dalam keadaan tak sadarkan diri memperjelas situasi tidak bisa dianggap remeh. Tangannya mengepal hingga urat terlihat menonjol.
"Siapapun dalang yang berani mengusik hidupku. Akan kupastikan hidupnya hancur tanpa nama. Lihat saja nanti." ucap Atmaja dengan urat di leher yang menegang.
Meninggalkan kegeraman dan amarah di ruang kerja Atmaja. Sebuah langkah kaki berlarian menghampiri dapur utama mansion. Aroma masakan yang begitu menggoda benar-benar membuat perut siapapun meronta. Dentingan pelan alat masak menghilangkan kesunyian.
"Stop! Bersihkan dirimu, lalu turun ke ruang makan." Titah orang yang masih mengaduk sesuatu di dalam panci tanpa menoleh ke pintu masuk dapur.
"Tuan Raja ku, hamba ingin meminta bantuan Yang Mulia. Janganlah usir hamba....,"
aku baca ulang lagi deh
maaf saya pembaca pendatang baru 🙏
dan akhirnya aku susah memahami....
sadis banget sampai memakan korban jiwa 😢😢