( Zona Cinta Manis )
Midea Lestari harus menelan pil pahit ketika difitnah sudah menabrak seorang wanita yang tengah hamil besar hingga tewas. untuk menebus kesalahan yang bukan karena perbuatannya, ia harus mendekam di balik jeruji besi dan merelakan masa depannya.
Satu bulan mendekam dipenjara, akhirnya Dea dibebaskan karena keluarga korban membayar jaminan untuknya. sebagai gantinya Dea terpaksa menikah dengan Shady Hutama, duda tampan yang istrinya tewas dalam kecelakaan itu. Dea menjadi ibu pengganti untuk putri Shady yang bernama Naura.
Bagaimana lika liku kehidupan rumah tangga Shady dan Dea? Apakah Dea bisa meruntuhkan kerasnya hati Shady yang selalu menaruh dendam padanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon pinkanmiliar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
11 - Pulang Kampung
"Dia adalah..."
Rasya tampak menanti jawaban dari Dea yang terlihat amat gugup. Rasya tahu ada sesuatu yang disenbunyikan oleh Dea.
"Dia adalah ... majikan saya." Akhirnya hanya itu yang bisa Dea katakan. Ia meremas pakaiannya untuk mengusir rasa gugup di depan Rasya.
"Majikan?" Rasya mengerutkan keningnya.
"I-iya, Pak. Tuan Shady adalah majikan saya. Saya adalah pengasuh putri Tuan Shady."
Meski terselip satu kebohongan dalam kalimat Dea, tapi itu tidak sepenuhnya bohong. Karena pada kenyataannya Dea memang pengasuh Naura.
Shady yang menunggu di depan pintu akhirnya masuk dengan menggebrak pintu kasar. Hal itu membuat Dea sangat terkejut dan menatap Shady.
"Dea, kau sudah selesai berkemas?" Tanya Shady dengan suara dan aura dinginnya.
"Sudah, Tuan," jawab Dea dengan menundukkan wajahnya.
"Kalau begitu ayo pergi!" Shady kembali berbalik badan dan meninggalkan ruangan itu.
Dea yang merasa tak enak hati dengan Rasya akhirnya meminta maaf dan berpamitan. Rasya hanya mengulas senyumnya dan menatap kepergian kedua orang itu. Dea nampak berjalan menunduk di belakang Shady.
Tiba di parkiran, Shady meminta Dea untuk duduk di bangku depan. Namun Dea menolaknya.
"Tuan, ada Pak Rasya yang melihat kita." Dea berbisik dan melirik kearah Rasya yang juga sedang berada di parkiran.
"Aku tidak peduli! Cepat masuk!" Perintah Shady yang tidak menerima penolakan.
Dengan terpaksa Dea segera masuk ke dalam mobil. Shady langsung melajukan mobilnya dengan cukup kencang. Namun setelah agak jauh dari area rumah sakit, Shady mulai memelankan laju mobilnya.
Dea sama sekali tak berani menatap Shady. Hanya keheningan yang terjadi diantara mereka.
Sebenarnya dalam benaknya, Dea sangat penasaran dengan hubungan Rasya dan Shady. Apa mereka sudah saling mengenal? Atau mereka hanya kebetulan saja saling mengenal? Begitulah beberapa pertanyaan Dea yang hanya mampu ia ucapkan dalam hati.
Mobil pun mulai memasuki halaman rumah keluarga Hutama. Shady memarkirkan mobilnya tepat di depan teras rumah.
"Turunlah!" Perintah Shady yang hanya diangguki oleh Dea.
Setelah Dea turun dan membawa tasnya, Shady langsung kembali melajukan mobilnya meninggalkan rumah. Dea hanya menghela napas melihat kepergian Shady.
Dea masuk ke dalam rumah dan disambut oleh Nilam.
"Sayang, bagaimana kondisimu? Apa kau sudah merasa baikan?" Tanya Nilam sambil memeriksa kondisi Dea.
"Aku baik-baik saja, Bu."
"Syukurlah! Ibu sangat khawatir."
Dea nampak memikirkan sesuatu.
"Dea, ada apa? Apa ada masalah? Apa Shady memperlakukanmu dengan buruk?"
Dea menggeleng. "Tidak, Bu. Hanya saja..."
"Hanya saja apa?" Nilam mengajak Dea untuk duduk di sofa ruang tamu.
"Apa aku boleh meminta sesuatu pada Ibu?"
"Eh?!" Nilam nampak bingung. Tapi ia tetap mendengarkan apa yang menjadi keinginan Dea.
...***...
Malam harinya, Shady kembali ke rumah saat hari menjelang larut.
"Kamu baru pulang, Bang?" Sapa Nilam yang sengaja menunggu Shady.
"Iya, Bu. Hari ini banyak sekali meeting yang harus kuurus karena kemarin aku meninggalkannya karena Dea." Shady mengendurkan dasi yang melilit lehernya.
"Ya sudah, kamu istirahat saja!" Nilam yang ingin bicara sesuatu akhirnya ia urungkan karena melihat Shady yang terlihat kelelahan.
"Bu, ada apa? Apa ada yang ingin ibu bicarakan denganku?" Shady tahu jika Nilam ingin membicarakan sesuatu.
"Umm, begini Bang. Ini tentang Dea." Nilam mengajak putranya untuk duduk di ruang keluarga.
"Ada apa dengan Dea?" Shady mulai penasaran.
"Ibu mengizinkan Dea untuk pulang ke rumah orang tuanya."
"Apa?!"
"Maafkan Ibu, Bang. Tapi Dea terlihat sangat merindukan keluarganya. Sudah satu tahun dia tidak pulang. Ibu jadi tidak tega."
Shady nampak memalingkan wajahnya dan kesal. Belum reda kekesalannya terhadap Dea yang mengaku sebagai pengasuh kepada Rasya, kini harus di hadapkan dengan ulah ibunya yang membiarkan Dea pergi.
"Bu, harusnya ibu bilang dulu pada Abang. Dea kan..." Shady menghentikan kalimatnya.
"Apa? Istri kamu? Apa kamu pernah menganggapnya sebagai istrimu? Kamu selalu membuatnya menderita dengan semua tuduhanmu terhadapnya. Dan sekarang kamu ingin mengakuinya sebagai istrimu?"
Shady hanya diam mendengar kemarahan ibunya. Nilam sudah menahan diri selama setahun ini. Ia sudah tidak tahan dengan sikap Shady yang tidak mempercayai Dea.
"Jika kau peduli padanya, maka kau harus membuktikannya sendiri. Ibu akan melakukan apa yang menurut ibu benar." Setelah mengatakan semuanya, Nilam pun menuju kamarnya.
Shady masih diam dan memijat pelipisnya pelan. Lalu ia menuju ke kamarnya dan melihat kamarnya terasa dingin karena tak mendapat sentuhan dari Dea. Biasanya saat dirinya pulang, air di bak mandinya sudah siap. Juga pakaian ganti yang sudah tersedia diatas tempat tidur.
"Apa yang harus kulakukan denganmu, Dea?" Lirih Shady menatap nanar ke depan.
...***...
Di sebuah desa di kota Batik, Dea bangun sangat pagi karena itu sudah menjadi kebiasaannya. Dea segera menuju dapur dan membantu ibunya yang sedang sibuk membuat sarapan untuk seluruh anggota keluarga.
"Ibu!" Dea memeluk ibunya dari belakang.
"Eh, Nduk. Kamu sudah bangun?" Marni memegangi tangan putri sulungnya.
"Ibu mau masak apa? Aku bantu ya!"
Dea segera mengambil alih pekerjaan sang ibu. Marni tersenyum karena putri yang sangat dirindunya sudah kembali.
"Ibu akan membangunkan adik-adikmu dulu ya!"
Dea mengangguk. Ia menatap ibunya yang berjalan menuju kamar Nana, adiknya.
Dea merasa matanya menghangat ketika ia akhirnya bisa pulang ke rumah orang tuanya. Meski rumah itu sangatlah sederhana dan jauh dari kata mewah, tapi Dea sangat merindukan semua kenangan yang ada di rumah itu.
Terlebih lagi jika Dea mengingat bagaimana nasibnya setahun lalu yang harus berada di balik jeruji besi.
"Nduk..."
Suara berat Karsa, ayah Dea membuatnya segera menyeka air mata yang akan terjatuh.
"Bapak? Bapak sudah bangun?" Tanya Dea berbasa basi.
"Kamu seperti tidak tahu Bapak saja. Bapak kan selalu bangun pagi untuk menyiapkan dagangan yang akan di bawa ke pasar."
Dea tersenyum. "Maaf ya, Pak. Dea baru bisa pulang sekarang. Dea..."
"Tidak apa, Nduk. Bapak senang kamu baik-baik saja. Bagaimana kuliahmu?"
Seketika Dea terkejut namun sedetik kemudian ia tersenyum.
"Tema penelitian Dea sudah di terima, Pak. Sebentar lagi Dea akan membuat tugas akhir. Doakan Dea agar cepat lulus ya, Pak."
Karsa tersenyum dan membelai puncak kepala putrinya. "Bapak selalu berdoa untukmu, Nduk."
Dea tak kuasa menahan haru. Ia memeluk sang ayah.
"Maafkan Dea, Pak..." Batin Dea.
"Ehem! Mbak Dea memangnya tidak rindu dengan kami juga?"
Suara Nana, adik pertama Dea membuat Dea mengurai pelukannya dengan sang ayah.
"Sini! Semua adik Mbak ayo peluk!" Dea merentangkan tangannya dan membuat ketiga adiknya menghambur memeluk Dea.
"Aku kangen sama Mbak!" Ucap si bungsu, Azmi.
"Mbak juga kangen kalian bertiga!"
Mereka berempat saling berpelukan untuk beberapa saat. Dea merasa lega karena selama ini keluarganya hidup dengan baik.
...***...
Siang itu, Dea membantu ibunya untuk mengurus kebun kecil di belakang rumah. Dea memanen beberapa sayuran untuk ia masak.
Ayah dan ibu Dea memiliki toko kelontong di pasar. Tapi saat siang tiba, mereka pulang ke rumah untuk beristirahat sejenak dan menyiapkan makan siang untuk anak-anak mereka.
Hari ini Dea akan memasak makan siang untuk ketiga adiknya. Usai memetik sayuran, Dea mencari keberadaan ayahnya.
Sayup-sayup Dea mendengar jika ayahnya sedang berbicara dengan seseorang.
"Bapak bicara dengan siapa?" Gumam Dea lalu menghampiri ayahnya di teras depan rumah.
Matanya membola menangkap sosok tegap dengan setelan jas rapi sedang berbincang dengan ayahnya.
"Mas Shady? Apa yang dia lakukan disini?"
B e r s a m b u n g
dan yg mengirim bunga ke makam nola adalah rasya.
ceritanya bagus