Mutia Arini seorang ibu dengan satu putra tampan dan juga pengusaha bakery wanita tersukses. Kue premium buatannya telah membuat dirinya menjadi seorang pebisnis handal. Banyak cabang telah dibukanya di berbagai kota besar. Pelanggannya adalah golongan menengah ke atas. Di balik kesuksesannya ternyata ada sebuah rahasia besar yang disimpannya. Karena kejadian satu malam yang pernah dilaluinya, mengubah semua arah kehidupan yang dicitakan oleh seorang Mutia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Moena Elsa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 26
Langit akhirnya membolehkan Sebastian pergi. Sudah persis bapak dengan anaknya kalau melihat interaksi keduanya.
Saat Sebastian tepat menutup pintu kamar perawatan Langit, ponsel Mutia berdering. Sementara Langit mulai asyik dengan acara televisi di depannya yang sedang menayangkan acara kartun kesukaannya. "Halo Dena" sapa Mutia setelah menggeser layar ponselnya.
"Kak, gimana keadaan Langit? Sudah ketemu dengan dokter belum?" tanya Dena terdengar cemas. "Langit dirawat di rumah sakit dekat apartemen" jelas Mutia. "Kakak kok nggak ngabarin aku sih. Kakak pasti kerepotan nyetir sendiri. Terus tadi bilangnya cuma periksa aja? Kok sampai dirawat???" Dena bertanya tanpa titik koma.
"Langit tuh tadi panasnya tinggi banget Den. Bahkan di rumah tadi meracau nggak karuan. Kebetulan juga tadi tuan Sebastian datang ke apartemen. Dia yang bantuin bawa Langit ke rumah sakit" sahut Mutia menjawab semua pertanyaan Dena.
"Whatttttt???? Tuan Sebastian yang mengantar????" celetuk Dena terkaget di ujung ponsel. "Biasa aja kali Dena. Hanya kebetulan aja" tandas Mutia. "Kak, nggak ada yang kebetulan di dunia ini" sergah Dena.
"Oh ya kak, aku juga mau kasih tau. Barusan nyonya Baskoro ke outlet kita. Aku tadi ketemu dan nyonya Baskoro menanyakan kebaradaanmu" beritahu Dena. "Terus aku musti ngapain??" tanya Mutia.
"Kak, bukannya nyonya Baskoro itu ibunya tuan Sebastian???" seloroh Dena. "Kayaknya mau melamarmu deh kak" gurau Dena.
"Untung aja kau jauh Dena, kalau di sini sudah kujitak kepalamu" sarkas Mutia. Dena terbahak sampai Mutia menjauhkan ponsel dari telinganya.
"Beneran kak, tadi nyonya Baskoro ingin menemuimu. Tapi aku bilang kalau Langit lagi sakit, dan kakak tidak ke kantor. Nyonya Baskoro juga meminta nomer mu kak dan langsung kukasih" imbuh Dena. "Kira-kira ada apaan ya Den, nggak biasanya nyonya Baskoro datang langsung? Biasanya kan yang datang cuma utusannya untuk ambil pesanan" seloroh Mutia juga penasaran.
"Mana aku tahu" balas Dena. Dena mengakhiri panggilan telponnya setelah mengetahui keadaan Langit.
Langit pun mulai rewel menanyakan kebaradaan uncle Sebastiannya. "Bun, uncle lama kali???" celetuknya. "Langit, uncle itu orang sibuk. Nanti kalau ada waktu pasti mampir lagi ke sini. Mendingan Langit menggambar aja yuk sama Bunda" Mutia mencoba mengalihkan pertanyaan Langit. "Nggak mau, Bunda senengnya kan gambar bunga. Langit maunya bunda gambarin robot" pintanya. Mutia terdiam, karena selama ini Mutia paling tidak bisa gambarin Langit robot.
"Gimana kalau Langit yang bikin gambar robotnya, Bunda yang warnain" usul Mutia. Mutia memang tak lupa selalu membawa keperluan menggambar dan beberapa mainan Langit kemanapun mereka pergi. Meski saat ini sedang inap di rumah sakit.
Langit masih cemberut minta ditelponin uncle Sebastian, meski dirayu bundanya dengan berbagai macam cara. "Langit, nggak boleh gitu. Uncle Sebastian kan tadi bilang mau rapat" Mutia menolak keinginan putranya itu, karena sungkan menelpon Sebastian.
Ada apa dengan Langit? Hari ini aneh-aneh aja permintaannya. Batin Mutia.
Tak berapa lama Sebastian muncul dari balik pintu. "Horeeeee, uncle sudah datang" Langit menyambut Sebastian dengan ceria. Bahkan saat ini Sebastian membawakan beberapa mainan mobil-mobilan terbaru yang harganya terbilang tak murah. "Tian, saya rasa anda sudah berlebihan" ucap Mutia menyela kebahagiaan dua lelaki di depannya itu.
"Maaf Mutia, kalau ini tidak membuatmu nyaman. Aku hanya ingin menebus kesalahanku pada Langit" sahut Sebastian.
"Tapi tidak harus membawakan mainan-mainan mahal seperti ini" Mutia mencoba menolak pemberian Sebastian. Langit hanya melihat interaksi dua orang dewasa yang sedang berdebat itu.
Saat itu terdengar ketukan pintu. "Silahkan" Mutia menjawabnya tanpa menoleh lagi ke Sebastian. Ternyata dokter anak yang merawat Langit yang datang untuk visite diikuti oleh perawat di belakangnya. "Hai Langit, wah senangnya yang dapat hadiah" ujar dokter itu akrab meski baru pertama kali bertemu Langit. "Pasti hadiah dari daddy ya????" tanyanya. Langit memandang Sebastian, dan dilihatnya Sebastian mengangguk sedikit dan tak terlihat Mutia. "Iya dokter, tadi daddy yang beliin" sahut Langit.
Mutia pun membelalakkan matanya ke arah Sebastian saat mendengar jawaban putranya. Sebastian hanya tertawa kecil melihat reaksi wanita anggun di sampingnya itu. Asyik juga ternyata menggoda wanita ini, batin Sebastian. Wanita yang telah menjadi ibu dari anaknya.
"Nyonya, Tuan" dokter itu membalikkan badan setelah memeriksa Langit. "Boleh saya jelaskan keadaan putra kalian di sini?" tanyanya meminta persetujuan. Mutia dan Sebastian saling pandang. Putra kalian? batin Mutia mengulang pertanyaan sang dokter. Di sisi lain Sebastian berkata, "Silahkan dokter".
"Begini, kalau melihat demam yang terlalu tinggi dan hasil pemeriksaan darah yang diambil tadi. Saya rasa putra anda saat ini terkena infeksi virus. Abis ini akan kutuliskan resep, silahkan anda ambil di bagian farmasi" jelas dokter anak itu.
"Baik dokter, terima kasih" jawab lugas Sebaatian. Mutia mulai merasa jengkel saat ini.
"Mana resepnya? Aku tidak ingin merepotkanmu lagi" sergah Mutia menarik resep dari pegangan Sebastian. Mutia melangkah keluar kamar.
"Langit, bundamu ngeri juga ya kalau lagi marah" tutur Sebastian. "He...he...iya uncle. Tapi bunda ku tetap yang terbaik. Aku sayang padanya" ucap jujur Langit. "Lagian aku juga nggak punya ayah seperti Bintang" lanjut Langit dengan ucapan sendu. Sebastian ikut merasakan kepedihan Langit.
"Langit, daripada sedih kita mainan mobil-mobilan aja yuk!!" ajak Sebastian biar Langit terhibur.
Mutia kembali. Dilihatnya Langit dan Sebastian yang tertidur di ranjang pasien. Mereka tidur dengan posisi berpelukan. Mutia memerlukan waktu yang lama untuk mengambil resep karena antriannya yang panjang.
Mutia tak tega membangunkan Sebastian karena Langit putranya terlihat tenang berada di pelukan laki-laki itu. "Apa yang harus kulakukan?" gumam Mutia. Posisinya serba salah sekarang. Kalau dibangunin, Langit ntar kebangun. Kalau tidak dibangunin, Sebastian bukan apa-apanya. Mutia sampai garuk kepala, bingung musti ngapain.
Sebastian yang pura-pura tidur mendengarkan semua gumaman Mutia. Dalam hatinya dia tertawa, tapi lama-lama Sebastian kasihan juga.
Sebastian pura-pura terbangun dari tidurnya, "Maaf Mutia aku ketiduran" ucapnya. "Sebaiknya anda anda pulang aja Tian, lagian Langit panasnya sudah mulai turun" pinta Mutia. Sebastian mengangguk dan memenuhi permintaan Mutia. Sebastian keluar kamar tepat dengan kedatangan Dena. "Selamat sore tuan" sapa Dena. "Sore juga. Mutia aku balik dulu" pamit Sebastian. Mutia mengiyakan.
Setelah memastikan Sebastian pergi. "Kak...CEO Blue Sky bersamamu seharian ini?" ucapnya heboh. "Wah, bisa jadi berita viral nih" celetuk Dena kemudian. "CEO Blue Sky kedapatan berada satu kamar dengan pemilik Mutia Bakery" lanjut Dena semakin heboh. Mutia menoyor kening Dena.
"Sadar...sadarlah..." selanjutnya Mutia menepuk bahu Dena, persis seperti seorang dukun yang mengobati pasiennya. "Ih, emang aku kesurupan???" tanggap Dena. "Iya" sahut Mutia singkat. "Sialan" gerutu Dena. Dan Mutia sekarang yang ganti menertawakan Dena.
🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻
to be continued
jadi akhirnya ngga jadi Makan /Smile//Smile/