Apa yang terjadi jika lelaki yang menjadi calon suami melarikan diri bersama sahabatmu sendiri tepat di hari pernikahan ?
Setelah terlambat satu setengah jam dari jadwal akad nikah, akhirnya seseorang menjemput Sabina dari kamar hotelnya untuk menemui lelaki yang baru saja membacakan ijab kabulnya.
Sabina terkejut luar biasa ketika yang berada disana bukanlah Andre yang menjadi kekasihnya selama ini. Melainkan Gibran yang merupakan sahabat dari calon suaminya dan juga kekasih Amanda sahabatnya. Bahkan Minggu lalu Sabina membantu Gibran untuk memilihkan cincin yang akan digunakan Gibran untuk melamar Amanda.
Tapi sekarang cincin pilihannya itu melingkar indah di jari manisnya sendiri, tak ada nama Gibran dalam lingkarannya. Mungkin memang sudah takdir ia terikat dengan lelaki yang tidak mencintainya.
Bagaimana nasib pernikahan yang tak diinginkan keduanya ini ?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon MeeGorjes, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Makan Malam
Happy reading ❤️
Gibran berpikir beberapa saat sebelum menjawab. Tak mungkin ia berkata jujur sedang melamunkan Sabina bukan ?
"Tidak... Tidak mungkin jawab itu. Jangan bikin Sabina takut" batin Gibran.
"Mmm... Aku cuma mikirin kerja besok," jawab Gibran bohong.
"Kenapa ?" Tanya Sabina.
Keduanya terdiam, Sabina berpikir pasti Gibran merasa tak enak karena pernikahan dadakan mereka.
"Kalau ada omongan yang kurang enak di dengar dari banyak orang abaikan saja. Karena aku juga akan seperti itu." Ucap Sabina memecahkan keheningan.
"Hah ?" Gibran menaikkan alisnya tak mengerti.
" Mmm... Itu... Pasti akan ada beberapa orang yang membicarakan pernikahan kita... Jadi abaikan saja." Jelas Sabina.
"Ooh itu... Ya... Aku akan berusaha untuk tidak peduli dan tak ambil hati."
"Terimakasih," ucap Sabina tulus yang ditanggapi sebuah senyuman dari Gibran.
"Udah selesai. Kamu beristirahatlah... Aku akan siapkan makan malam buat kita nanti." Sabina telah membenahi semua barang milik Gibran yang kini sudah tertata rapi.
"Ini masih sore, kamu mau masak sekarang ?"
"Mau siapin bahan-bahannya dulu."
"Kalau begitu aku temenin aja sambil nonton TV di bawah. Tidur sore pun gak sehat,"
"Mmm... Baiklah pak dokter,"
Gibran pun tertawa mendengar itu, mereka pun berjalan beriringan keluar kamar yang Gibran tempati.
Sabina membiarkan Gibran untuk berjalan mendahuluinya. Ia masih merasa tak nyaman bila Gibran memperhatikan cara dirinya berjalan.
Gibran duduk di sofa yang di depannya terdapat Televisi layar datar ukuran sangat besar. Sedangkan Sabina berada di dapur yang letaknya tepat di belakang Gibran berada.
"Mau aku bantu ?" Tanya Gibran sembari menolehkan kepalanya.
"Tak usah... Aku sudah dibantu Mbok Inah," jawab Sabina pada suaminya itu.
Sabina membuka kulkas dan melihat isinya ternyata sudah cukup lengkap. Ayah Sabina benar-benar memperhatikan segala kebutuhan anaknya itu.
Sabina mengeluarkan beberapa bahan yang ia butuhkan untuk memasak di bantu oleh mbok Inah asisten rumah tangganya.
Tak lama bel pintu terdengar berbunyi. Gibran pun berdiri dan berjalan untuk membuka pintu utama yang letaknya cukup jauh dari dapur dimana Sabina berada.
Sabina memperhatikan ke arah pintu untuk mencari tahu siapakah yang datang dan ternyata muncullah ayah Sabina yang tengah berbicara dengan Gibran sembari berjalan beriringan.
Dengan senyum terukir, Sabina menghampiri ayahnya itu dan menyalaminya.
"Maafkan ayah tak bisa menjemputmu tadi, Bina."
"Tak apa-apa Ayah, terimakasih sudah menyiapkan ini semua."
"Sama-sama sayangku."
"Aku sedang memasak, Ayah tinggallah untuk makan malam bersama."
"Tentu saja Ayah akan tinggal, Ayah kangen masakanmu,"
Sabina tersenyum, ia semakin bersemangat untuk kembali ke dapur dan menyiapkan makan malam. Sedangkan ayah Sabina duduk dengan Gibran di ruang keluarga sembari menonton TV.
"Terimakasih sudah menjaga anakku dengan baik," ucap ayah Sabina pada Gibran penuh kesungguhan.
"Mmm ya sama-sama, Pak." Jawab Gibran.
"Selama kamu menjadi suami Sabina dalam satu tahun ini panggillah aku dengan kata Ayah agar semua orang tidak curiga."
Gibran tersentak, iya kembali tersadar jika pernikahannya dengan Sabina hanya akan bertahan 1 tahun saja. "Ah tentu saja tak akan lama karena ini bukan pernikahan yang aku dan Bina inginkan," batin Gibran.
"Ba.. baiklah akan saya coba." Jawab Gibran.
Pukul 7 malam, makanan telah tersaji dengan rapi di atas meja makan yang letaknya tak jauh dari dapur.
Sabina memasak nasi goreng seafood, acar dan perkedel kentang. Meski sederhana namun terlihat menggoda.
Ketiganya duduk bersama. Gibran duduk bersebelahan dengan Sabina sedangkan ayah Sabina duduk di hadapan mereka.
Dengan cekatan Sabina melayani suaminya itu, ia mengambilkan nasi ke atas piring Gibran dan menambahkan makanan lainnya.
Ayah Sabina memperhatikan dalam diam dengan pandangan mata yang sulit diartikan, sedangkan Gibran sebenarnya ia tak meminta Sabina untuk melayaninya namun tak juga menolak apa yang Sabina lalukan padanya.
"Besok akan ada beberapa orang suruhan dari dealer. Mereka akan mengantarkan mobil untuk kalian."
Keduanya terdiam dan menatap ayah Sabina bersamaan.
"Engh.. saya sudah memiliki kendaraan sendiri jadi mungkin maksud Bapak eh Ayah itu kendaraan untuk Sabina ?" Tanya Gibran.
Ya meski bukanlah sebuah mobil mewah tapi Gibran telah memiliki kendaraan dengan hasil kerja kerasnya.
"Mobil untuk kalian masing-masing dan kalau rumah ini kurang nyaman kalian boleh pilih yang lainnya" jawab Ayah Sabina sembari menyendokkan makanannya.
Sabina dan Gibran saling beradu pandang. Sabina tahu Gibran merasa tak nyaman dengan segala fasilitas yang diberikan ayahnya itu terlihat dari raut wajah Gibran yang sedikit meredup.
"Ayah menurutku rumah ini sudah lebih dari cukup, terimakasih. Dan untuk soal mobil apakah tidak berlebihan ? Bina kira cukup satu saja, karena Sabina pun bila bepergian pasti dengan Gibran. Sekarang ini tak mungkin Bina pergi sendirian lagi." Jawab Sabina.
Gibran tak mengatakan apapun, ia malah terpukau melihat Sabina. Meskipun pernikahan ini bukan yang mereka inginkan namun sebagai istri ia begitu patuh dan Gibran tersentuh akan sikap istrinya itu.
Ayah Sabina terus memperhatikan Gibran yang tengah memandangi Sabina. "Bagaimana menurutmu Gibran ?" Tanya ayah Sabina menyadarkan Gibran dari lamunannya.
Seketika Gibran pun menolehkan kepalanya pada mertuanya itu, tapi perlu beberapa saat bagi Gibran untuk mencerna dan menjawab pertanyaan mertuanya itu. Gibran terlalu larut dalam lamunannya.
"Mmm saya setuju dengan apa yang Sabina katakan." Jawab Gibran pada akhirnya.
"Baiklah bila begitu, akan ayah atur ulang mengenai mobil yang akan dikirim besok."
***
Sementara itu di apartemen Andre, Amanda tengah membenahi kamar yang akan ia dan Andre tempati padahal keduanya belum terikat tali suci pernikahan.
Pikiran Amanda melayang pada ibunya yang kini entah berada dimana, sungguh ia tak berpikir matang tentang keadaan ibunya ketika ia melarikan diri.
Rasa benci semakin besar pada keluarga Sabina saat ini. Beberapa kali Amanda memaki Sabina dalam hatinya.
"Manda, aku lapar." Ucap Andre yang muncul dari balik pintu.
Amanda yang sibuk dengan pikirannya tak sadar bila Andre berada disana dan berbicara padanya.
"Manda !! Aku bilang aku lapar ini sudah waktunya makan malam." Ucap Andre lagi dengan suara meninggi.
Amanda pun menolehkan kepalanya dan melihat Andre dengan wajahnya yang ditekuk karena kesal.
"Ih apa gak bisa dia bikin makan malam sendiri atau beli aja kek," kesal Amanda dalam hatinya.
"Mmm... Aku kan belum belanja Sayang. Bagaimana bila kita pesan online saja dulu ?" Jawab Amanda dengan senyuman yang ia paksakan.
Meski kesal namun yang Amanda katakan ada benarnya, mereka belum berbelanja kebutuhan sehari-hari di apartemen. Akhirnya Andre pun mengalah.
"Ya udah, pesanin untuk aku." Ucap Andre yang kemudian pergi meninggalkan kekasihnya itu.
"Ih begini aja harus aku yang lakuin. Emang kamu gak punya tangan sama mata buat pesan sendiri ?" Kesal Amanda dalam hatinya. Ia terus menggerutu.
Andre masih sibuk dengan ponselnya ketika pesanan makanan tiba dan terpaksa Amanda yang menyiapkan semuanya.
Andre masih tak lepas dari ponselnya padahal makan malam telah tersaji di depannya.
"Ayo Sayang katanya mau makan," ucap Amanda dengan nada suara merayu.
Dengan terpaksa Andre pun meletakkan ponselnya dan kemudian mengambil piring yang ada di depannya.
Mereka mulai menikmati makan malam dalam sunyi.
"Mmm... Sayang bolehkah aku minta pertolonganmu?" Tanya Amanda takut-takut, karena Amanda tahu kekasihnya itu tidak dalam mood yang baik.
"Apa ?" Tanya Andre.
"I... Itu... Ibuku diusir ayah Sabina yang bajingan itu. Aku gak tahu ia berada dimana. Bisakah kamu meminta orang-orangmu untuk mencari keberadaan ibuku ?"
Andre terdiam sebentar sebelum ia menjawab pertanyaan Amanda.
"Manda, besok aku akan sibuk dengan urusan pekerjaanku yang cukup kacau. Aku urusi kerjaanku dan kamu urusi ibumu sendiri." Jawab Andre.
Amanda membulatkan matanya tak percaya dengan apa yang Andre ucapkan padanya. Amanda pun kembali memaki Andre dalam hatinya.
Makan malam ini mereka lewati dengan hati dan pikirannya masing-masing.
To be continued...
thanks for reading ❤️
Andre g smp sentuhan fisik intim lho sm Bina
buat pengetahuan untuk diri sendiri banyak pelajaran dalam cerita ini..
tQ Thor idea yang bernas..semoga sentiasa sihat selalu.. tetap menyokong selalu sukses selalu ya Thor..
sebelah aku jg udah bc semua, aku tunggu karya terbarumu thor, semangat berkarya