Sya yang merupakan fresh graduate tahun ini telah diterima bekerja di PT Santoso Group. Di hari pertamanya bekerja dia dikagetkan dengan seorang bocah berusia 3 tahun yang memanggilnya " Bunda".
" Dunda.. Dunda.. Kendla mau pipis. " seorang bocah laki-laki menarik celana kerjanya saat Sia berdiri di lobi kantor.
Maureen Calisya Putri ( 23 )
Sungguh mengejutkan ternyata bocah yang memanggilku Bunda adalah anak dari pemilik perusahaan tempatku bekerja.
Raditya Diko Santoso ( 30 )
Kamu hanya akan menjadi ibu sambung untuk anakku karena dia menginginkannya.
Bagaimana perjalanan kisah mereka disaat salah satu diantara mereka melanggar perjanjian yang sudah disepakati?
Akankah terus bersama atau memilih untuk berpisah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anggi Dwi Febriana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dunda...
" Dunda... Dunda... "
"Eehh ada apa nak? " Sia menundukan kepalanya untuk melihat bocah yang sedang menarik-narik celananya.
" Dunda.. Kendla mau pipis. " Bocah laki-laki itu terlihat menahan buang air kecil dengan menghentak-hentakan kakinya.
" Eehh mbak aku anter anak ini pipis dulu ya, kasian dia kayaknya nahan pipis gitu." Ujar Sia kepada Prita.
" Tapi Si.... "
Sia langsung meletakkan barang-barangnya disofa dekat meja Prita.
"Ayo nak, tante anter ke kamar mandi."
Digendongnya bocah tersebut dan langsung menuju ke kamar mandi.
Setelah selasai dengan urusan anak itu, Sia bertanya kepadanya.
" Adek disini sama siapa? Kok sendirian? "
" Nama aku Kendla Dunda, aku sama Ayah sama Om Andle." Ujar anak itu dengan mata menatap Sia berbinar.
" Oke Kendla, sekarang tante anter ke tempat Ayah kamu ya."
" Orang tua macam apa yang meninggalkan anaknya sendirian disini. Bagaimana kalo ada yang menculik anak manis ini. " Ujar Sia berkata dalam hati.
" Kendlaaa Dunda, bukan Kendla." Ujar bocah manis itu.
" Kendra? " Tanya Sia lagi.
" Iya betul, nama aku Kendla." Bocah itu tersenyum memperlihatkan gigi susunya yang putih bersih.
" Sekarang Tante anter ke Ayah kamu ya."
Sia kembali ke lobi dimana ada Prita di sana.
" Sia biar aku telfon Pak Andre dulu kalo Kendra disini." Ujar Prita begitu melihat Sia.
" Halo Pak Andre, maaf menganggu. Sekarang Kendra ada dibawah, di lobi sendirian."
"Saya kesana."
" Mbak, ini bocah anak siapa sih? Kok manis begini." Saat ini Sia sedang memangku Kendra yang sedang memakan biskuit susunya.
" Ini tuh Kendra putra tunggalnya Pak Radit, Direktur kita Sia." Ujar Prita menjelaskan.
" Kok bisa dia sendirian disini, memangnya nggak ada yang jagain? Kalo ilang gimana coba. Udah ini anak manis banget, aku suka dia imut." Ujar Sia mengelus pipi bakpao milik Kendra.
" Dunda.. Kendla geli." Kendra mengusapkan wajahnya ke dada Sia. Sedangkan Sia hanya tertawa.
" Sia, Kendra manggil kamu Bunda?" Tanya Prita terkejut.
" Eehh.. nggak mbak, dia panggil aku Tante Dunda deh kayaknya, padahal udah aku ajarin supaya panggil aku Tante Sia." Ujar Sia menjelaskan.
" Dia bukan panggil kamu Tante Dunda Sia, dia tuh panggil kamu Bunda." Ujar Prita lagi.
" Kok Bunda sih, kenapa dia panggil aku Bunda? " Tanya Sia bingung.
"Ya mungkin karena...... "
" Terima kasih mbak Prita sudah menjaga Kendra."
Belum sempat Prita menjawab pertanyaan Sia, tiba-tiba Pak Andre sudah sampai di lobi.
" Eehh iya Pak Hendra sama-sama." Ujar Prita tersenyum.
" Om Andleeee... " Teriak Kendra begitu melihat Andre dihadapannya, dari tadi bocah itu sibuk dengan makanan yang ada ditangannya.
" Ayo ikut Om ke Ayah." Andre mengambil Kendra yang berada dipangkuan Sia.
" Saya permisi dulu Mbak Prita dan Mbak... "
" Nama saya Sia Pak." Ujar Sia kepada Andre.
" Saya permisi Mba Sia." Ujar Andre mengulangnya.
" Silahkan Pak." Ujar Sia.
" Nanti Kendla main sama Dunda ya. Dadahh Dunda, Kendla ke Ayah duyu ya." Kendra melambaikan tangannya kepada Sia dan dibalas senyuman olehnya.
" Mbak ini gimana, aku harus ke atas sebelum jam 9 kan." Ujar Sia panik begitu melihat jam sudah menunjukkan pukul 08.57.
" Nggak papa kan aku yang nganter kamu. Nanti biar aku yang jelasin ke kepala divisi kamu." Ujar Prita menenangkan.
" Ya udah sekarang kita naik."
Sia dan Prita berjalan menuju lift untuk ke lantai 5 dimana divisi akutansi 2 berada.
.
.
.
" Selamat pagi Pak Sean, saya mengantarkan karyawan baru untuk divisi akuntansi 2. Maaf sedikit terlambat karena tadi Sia masih ada urusan dengan saya."
" Tidak apa-apa Mbak Prita, silahkan anak barunya boleh masuk. " Ujar Sean masih dengan tatapan tertuju pada layar komputernya.
" Sia kamu boleh masuk, aku kebawah dulu ya, semangat." Ujar Prita begitu keluar ruangan Sean.
" Makasih ya Mbak udah nemenin kesini."
" Oke sama-sama Si, nanti istirahat aku tunggu di lobi ya, kita makan di cafetaria kantor aja." Ujar Prita menambahkan
" Oke Mbak, aku masuk dulu ya."
Sia mengetuk pintu ruangan kepala divisi.
Tok... tok... tok...
" Ya masuk."
" Selamat pagi Pak." Sia menyapa kepala divisinya tersebut.
" Selamat pagi juga." Sean menaikkan pandangannya, seketika dia merasa tertarik begitu melihat Sia. Di mata Sean, saat ini Sia terlihat seperti anak kucing yang lugu dan menggemaskan.
" Nama kamu siapa?." Tanya Sean berusaha biasa saja.
" Nama saya Maureen Calysia Putri Pak." Jawab Sia seraya tersenyum.
" Oke Maureen, jadi di divisi akuntansi dibagi menjadi 3, yaitu akutansi 1,akutansi 2,dan akutansi 3. Seperti yang sudah diberitahukan oleh staf HRD, kamu saya tempatkan di divisi akutansi 2. Kamu sudah mengerti? Nanti jika kamu ada yang belum paham bisa ditanyakan langsung kepada senior-senior kamu atau ke saya." Ujar Sean meberikan penjelasan.
" Baik Pak saya sudah paham." Jawab Sia.
" Saya antar ke divisi kamu."
.
.
.
Teman-teman di divisinya saat ini sangatlah ramah, mereka banyak membantu Sia yang memang masih junior disana.
" Lo udah paham kan Si." Ujar Dian yang sedari tadi membantunya saat Sia mengalami kesulitan.
" Iya yan gue udah paham." Jawab Sia
Disini Sia tidak berbicara formal karena Dian yang memintanya, mereka hanya beda usia satu tahun. Dan jika Sia memanggilnya Mbak, Dian akan merasa dia sudah tua, sehingga dia tidak mau dipanggil Mbak.
" Ya jelas Sia cepet paham, dia aja IPKnya nyaris sempurna. Orang pinter gitu." Celetukan dari Leo yang kubikel kerjanya ada pojok belakang.
Di ruangan divisi akutansi 2 hanya terdapat 4 orang. Saat ini Mas Tio salah satu teman di divisi tersebut sedang tugas dilapangan sehingga saat ini hanya ada Sia, Dian, dan Leo. Disini Leo dan Dian memang seperti Tom and Jerry, mereka tidak pernah akur tetapi kemana saja selalu bersama.
" Iyalah, beda sama lo yang otaknya cuma setengah." Ujar Dian menyauti.
" Gak papa setengah dari pada nggak punya." Jawab Leo seraya tertawa.
" Kalian ini emang setiap hari nggak pernah akur ya." Sia hanya bisa menggelengkan kepala karena sedari tadi melihat Dian dan Leo yang selalu ribut.
" Dia duluan tuh yang bikin gue emosi terus." Ujar Dian kesal.
" Apaan orang gue dari tadi diem aja." Jawab Leo dari mejanya.
" Kalian kalo begini terus lama-lama jodoh gimana coba." Sia tertawa melihat reaksi wajah dari Dian yang sedikit memerah.
" Iihh nggak mau gue sama dia, kayak yang nggak ada cowok lain yang lebih waras aja." Jawab Dian kembali menyibukkan diri dengan pekerjaannya.
" Jangan gitu, jodoh nggak ada yang tau loh." Ujar Sia berkata lirih seraya tersenyum. Sedangkan Dian berpura-pura tidak mendengar perkataan Sia.
selalu ngalamin itu, karena nama asli saya juga panjang banget 😂
kali ini Lo salah sya, gimana kalau keadaannya di balik?
mengingat sifatnya diawal bagaikan freezer 😂