NovelToon NovelToon
Retak Yang Tak Kembali

Retak Yang Tak Kembali

Status: sedang berlangsung
Genre:Pelakor / Pelakor jahat / Penyesalan Suami / Antagonis / Selingkuh / Sad ending
Popularitas:3.4k
Nilai: 5
Nama Author: Dgweny

Nayara dipaksa menghadapi Pengkhianatan menyakitkan dari suaminya, Ardan (Direktur Konstruksi), hanya untuk menyadari bahwa pengusiran itu adalah upaya putus asa Ardan untuk melindunginya dari konspirasi berbasis Hutang Karma masa lalu.
.
.
Didorong rasa cinta yang besar terhadap Ardan , Nayara berpacu melawan waktu memperebutkan 'Kunci Master' ke The Grid, sistem infrastruktur yang dikendalikan secara Biometrik oleh kesadaran seorang anak.
.
.
Setelah menyelamatkan Ardan dari transformasi digital, Nayara menemukan ancaman yang sebenarnya kini merasuki orang terdekatnya, menandakan bahwa perang melawan The Grid baru saja dimulai.

______________


Tolong dibantu untuk like , komen dan follow akun aku ya, bantuan kalian sangat berharga untuk aku🫶

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dgweny, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 2. Bayangan Dari Masa lalu

Haiii Guys sebelum baca tolong di bantu klik like nya ya sama bolehhh komen nya dan follow nya jangan lupa hihihi. Bantuan kalian sangat berarti buat aku🫶

Happy reading 🌷🌷🌷

...****************...

Pagi berikutnya, langit Jakarta tampak berwarna keemasan.

Cahaya matahari masuk menembus tirai kamar, memantulkan siluet lembut wajah Nayara yang masih terlelap di sisi ranjang.

Ardan duduk di tepi tempat tidur, sudah rapi dengan kemeja hitam dan dasi perak yang terikat sempurna. Di tangannya, ponsel bergetar pelan — notifikasi dari pesan masuk yang tak ia kenali.

Nama pengirimnya membuat napasnya tertahan sesaat.

Mira Adelia.

Sebuah nama yang dulu begitu akrab. Terlalu akrab.

Nama yang seharusnya sudah lama ia kubur bersama masa lalu dan semua kenangan bodoh di usia dua puluh.

Ia menatap layar itu cukup lama, seolah takut menyentuhnya.

Pesan itu hanya berisi satu kalimat pendek:

“Kabar kamu kudengar luar biasa, Dan. Dunia memang kecil, ya.”

Tidak ada emoji. Tidak ada basa-basi.

Tapi bagi Ardan, satu kalimat itu terasa seperti pintu lama yang tiba-tiba terbuka tanpa izin — membiarkan angin dingin masa lalu menyelinap masuk.

Ia menatap ke arah Nayara yang masih tidur, wajahnya tenang, sedikit lelah.

Ada rasa bersalah kecil, entah karena pesan itu atau karena hatinya berdetak sedikit lebih cepat saat membaca nama Mira lagi.

Ardan meletakkan ponsel dengan cepat, seolah membuang benda panas.

Ia berdiri, mengambil jas, dan menatap dirinya di cermin.

Wajah yang sama, tapi entah mengapa pagi ini terasa berbeda — seperti sesuatu yang lama dan berdebu baru saja bangkit dari tempatnya.

Ketika Nayara membuka mata, tempat di sebelahnya sudah kosong.

Hanya ada aroma parfum Ardan yang samar, dan lipatan selimut yang masih hangat di satu sisi.

Ia berjalan ke dapur, menyiapkan kopi seperti biasa.

Semuanya terasa otomatis: menyalakan mesin, menakar gula, menyusun sarapan. Tapi hatinya terasa berat — semacam firasat yang tak mau pergi.

Di meja makan, ponsel Ardan masih tergeletak.

Mungkin tertinggal. Biasanya Ardan sangat rapi, tidak pernah lupa benda sekecil apa pun.

Nayara hendak membawanya ke ruang kerja Ardan, tapi layar ponsel tiba-tiba menyala — menampilkan notifikasi pesan yang sama:

Mira Adelia: “Dunia memang kecil, ya.”

Wajah Nayara menegang seketika.

Ia menatap nama itu lama, mencoba mengingat.

Nama yang tidak asing. Ia yakin pernah mendengar atau melihatnya, tapi di mana?

Mungkin di sekolah dulu. Mungkin di antara gosip lama yang tak penting.

Ia tak membuka pesannya, hanya menatap layar itu sampai padam kembali.

Ada sensasi dingin di dada, semacam rasa tidak nyaman yang tak punya bentuk.

Hari itu berjalan seperti biasa.

Nayara mencoba mengalihkan pikirannya pada pekerjaan rumah, menyusun rencana kecil untuk makan malam, bahkan mengurus bunga-bunga di taman belakang yang sudah mulai mekar. Tapi entah mengapa, pikirannya terus berputar pada nama itu.

Mira Adelia

Ia menuliskannya pelan di benaknya, seperti mengeja sesuatu yang ingin diingat tapi tak mau dipercaya.

Perempuan itu entah siapa, tapi namanya terasa seperti bayangan yang mulai melingkari ketenangan rumah mereka.

Sementara itu, di kantor tinggi yang memantulkan cahaya kaca dari segala sisi, Ardan duduk di ruangannya yang luas.

Di depannya, layar komputer menampilkan rencana desain proyek barunya. Tapi pikirannya tak di sana.

Ia menatap ponsel, membuka pesan yang sejak pagi tadi ia abaikan.

Jari-jarinya mengetik balasan pelan.

“Kabar baik. Lama sekali ya, Mir.”

Pesan terkirim.

Dan entah kenapa, begitu tanda “terkirim” itu muncul, dada Ardan terasa sesak — bukan karena bersalah, tapi karena perasaan aneh yang tak bisa ia definisikan.

Dalam pikirannya muncul wajah seseorang dari masa lalu: perempuan berambut panjang, senyum manis tapi licin, tatapan yang dulu selalu menantang.

Waktu itu, ia dan Mira masih muda, liar, penuh ambisi, dan sama-sama tidak takut pada apa pun.

Mira adalah kenangan, tapi juga semacam luka samar yang tak pernah benar-benar sembuh.

“Pak Ardan?” suara sekretaris mengetuk pintu pikirannya. “Investor dari proyek Eastview sudah menunggu di ruang rapat.”

Ardan tersadar. Ia menutup ponsel dan menarik napas panjang.

“Baik. Saya ke sana.”

Namun, saat ia melangkah pergi, ponsel di meja bergetar sekali lagi.

Notifikasi masuk.

Mira Adelia: “Senang akhirnya kamu balas. Aku hanya ingin bilang, aku bangga. Kau berhasil seperti yang dulu selalu kau impikan.”

Ardan menatap layar itu lama.

Ada sesuatu di dalam kalimat itu — nostalgia, mungkin? Atau racun halus yang berbalut pujian?

Ia tak tahu. Ia hanya merasakan gelombang kecil dalam pikirannya, sesuatu yang tidak seharusnya ia rasakan lagi.

Sore itu, Nayara duduk di ruang tamu, menunggu Ardan pulang.

Ia mengenakan dress polos biru muda — warna favorit Ardan dulu. Di meja, ada dua piring berisi salmon panggang dan mashed potato buatan sendiri.

Jam menunjukkan pukul 19.00.

Ardan belum pulang.

Ia menatap jam, menatap ponselnya, lalu kembali menatap jam.

Pesan yang ia kirim dua jam lalu belum dibaca:

“Makan malam udah siap, Dan. Hati-hati di jalan.”

Pukul 21.00, pesan itu tetap tanpa balasan.

Akhirnya, ia duduk di sofa, diam, memandangi makanan yang sudah dingin.

Bibirnya menekuk senyum kecil, lemah, tapi tetap berusaha sabar. Ia sudah terbiasa menunggu.

Sudah terbiasa menahan diri agar tidak berpikir buruk.

Namun malam itu, entah mengapa, ia merasa ada sesuatu yang berbeda.

Bukan hanya karena Ardan terlambat pulang, tapi karena sesuatu di dalam dirinya terasa terganggu oleh nama yang tadi pagi ia lihat di layar ponsel suaminya.

Ketika akhirnya pintu rumah terbuka, jarum jam sudah lewat dari pukul sepuluh malam.

Ardan masuk dengan langkah lelah, wajahnya datar, mata agak merah kelelahan.

“Kamu belum tidur?”

Nayara berdiri perlahan, tersenyum tipis. “Aku nunggu kamu. Makan dulu, ya?”

Ardan melepaskan jasnya, mengangguk seadanya. “Nggak usah. Aku udah makan.”

Lagi-lagi, kalimat itu.

Jawaban yang sama, dengan nada yang sama dinginnya.

Nayara menunduk. “Oke. Tapi kamu kelihatan capek, aku ambilin air hangat ya buat—”

“Nggak usah, Ra. Aku cuma mau tidur.”

Hening.

Ardan berjalan melewatinya tanpa menatap.

Tapi di dalam jasnya, ponselnya bergetar.

Mata Nayara refleks menoleh ke arah suara itu. Sekilas, ia melihat layar yang menyala. Nama yang muncul di sana membuat napasnya terhenti.

Mira Adelia

Ia menatap punggung Ardan yang semakin menjauh menuju kamar.

Untuk pertama kalinya, dalam enam tahun pernikahan mereka, Nayara merasa sesuatu yang jauh lebih menakutkan daripada kemarahan: ketidakpastian.

Karena malam itu, ia sadar satu hal—

bahwa terkadang, yang menghancurkan rumah bukanlah badai besar, tapi bayangan halus dari masa lalu yang datang tanpa suara.

Bersambung...

1
Sanda Rindani
kok jd istri tolol,
Dgweny: makasihhh sarannya kaa🙏
total 3 replies
Nindi
Namanya Mira Lestari atau Mira Adelia, thor?
Dgweny: Adeliaa wkwk typo aku ka hehe
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!