Apa jadinya jika dua orang sahabat memiliki perasaan yang sama, tapi sama-sama memilih untuk memendam perasaan itu daripada harus mengorbankan persahabatan mereka? Itulah yang saat ini dirasakan oleh dua orang sahabat, Bulan dan Bintang.
Bulan, sahabat sejak kecil seorang Bintang, menyukai pemuda itu sejak lama tapi perasaan itu tak pernah terungkap. Sementara Bintang, baru menyadari perasaannya terhadap gadis cantik itu setelah dirinya mengalami kecelakaan.
Keduanya terjebak dalam perasaan yang tak terungkap. Mereka tidak tahu harus melakukan apa. Keduanya hanya tahu bahwa mereka saling membutuhkan satu sama lain. Tapi, akankah persahabatan itu berubah menjadi sesuatu yang lebih?
---------------------------------------------------------------------------
"Lo keras kepala banget! Lo gak tau apa gue khawatir, gue sayang sama lo." gumam gadis itu lirih, bahkan hampir tak terdengar.
"Lo ngomong apa tadi?"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NdahDhani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2: Acuh tak acuh nya Bintang
Pagi ini, Bintang sedang sarapan bersama keluarga Bulan. Mereka sangat ramah dan menyambut Bintang dengan baik, layaknya anak sendiri.
Bintang, merasa sedikit iri dengan keharmonisan keluarga Bulan. Ia yang dulunya mempunyai keharmonisan yang sama seperti keluarga Bulan, kini sudah berbanding terbalik.
Pemuda itu hanya memainkan sendok di atas makanan yang tersedia. Ia sama sekali tidak bersemangat hari ini.
"Bintang, kamu gak makan?" Tanya ibu Bulan peduli.
"Oohh, iya tante." Ujarnya singkat.
Bulan menoleh ke arah kedua orang tua dan seorang kakak nya, seolah mengatakan sesuatu yang tak terucap. Mereka mengerti dan mengangguk singkat.
"Bintang, kamu bisa tinggal di sini kapanpun kamu mau. Jangan segan-segan, kamu sudah kami anggap seperti keluarga sendiri." Ujar ayah Bulan.
"Iya, makan gih. Nanti lo sakit, santai aja lo udah gue anggap kayak adik sendiri." Ujar kakak laki-laki Bulan, Aksa.
Bintang hanya mengangguk singkat, ia masih tidak memiliki semangat hari ini. Tapi, dukungan keluarga bulan membuatnya merasa sedikit lebih baik.
"Terima kasih semuanya," ujar Bintang dengan senyum samar.
...✧✧✧✧✧✧✧✧✧✧...
"Lo mau berangkat bareng?" Tanya Bintang sambil melirik jam tangannya.
Bulan yang masih memakai sepatu langsung menoleh dan mengangguk singkat. Seutas senyum manis terukir di wajahnya.
"Boleh," jawabnya singkat.
"Ya udah ayo. Gue pulang dulu ganti baju." Ujar Bintang sambil memulai mesin motornya.
Bulan pun naik ke atas motor Bintang, tapi ia sedikit kesulitan karena motornya yang cukup tinggi. Bintang hanya melirik sekilas dari kaca spion, tak berniat sedikitpun membantu Bulan yang kesusahan.
"Udah?" Tanyanya setelah dirasa Bulan sudah duduk di atas motornya.
Bulan hanya mengangguk singkat, Bintang pun melajukan motornya meninggalkan rumah Bulan.
Tak berapa lama, tibalah keduanya di sebuah rumah yang cukup mewah. Ya, rumah itu adalah rumah Bintang. Tapi, Bintang terdiam di tempat selama beberapa saat dan terdengar suara tarikan nafas yang cukup panjang darinya.
Bulan yang menyadari perubahan ekspresi Bintang, menepuk pundaknya pelan dan tersenyum singkat. Seolah Bulan memahami apa yang dipikirkan oleh Bintang saat ini.
Bintang hanya mengangguk singkat dan berjalan ke dalam rumahnya, meninggalkan Bulan yang menunggu di halaman rumahnya.
Sembari menunggu Bintang, Bulan memainkan ponselnya untuk mengecek pesan dari grup taekwondo nya. Matanya terfokus pada layar, menelisik informasi dari grup itu.
Beberapa menit berlalu, Bintang belum juga muncul. Bulan bolak-balik mengecek jam tangannya, khawatir akan terlambat sampai ke sekolah.
"Ayo, nanti terlambat." Ujar Bintang yang tiba-tiba saja kembali, membuat Bulan sedikit terkejut.
Bulan menoleh, jantungnya berdegup kencang ketika melihat Bintang yang sudah rapi dengan seragam sekolahnya. Tapi bukan itu yang membuat Bulan terpesona, melainkan ketika ia melihat Bintang yang sedang merapikan rambutnya dengan tangannya. Bintang meninggalkan kesan yang begitu cool di mata Bulan.
Bintang yang tidak menyadari itu langsung menghidupkan mesin motornya, menunggu Bulan untuk naik.
"Eh, ayo. Telat entar." Ujar Bintang yang mendapati Bulan masih terpaku di tempatnya.
"Eh, iya." Ujar Bulan terbangun dari lamunannya dan menaiki motor Bintang.
Motornya melaju membelah jalanan, serta angin berhembus membuat rambut Bulan bergoyang mengikuti arah angin.
Mereka berdua sering pergi bersama ke sekolah, bahkan tak jarang teman-temannya mengira bahwa mereka berpacaran, mengingat hubungan keduanya yang begitu dekat.
"Lo tadi kenapa ngelamun?" Ujar Bintang turun dari motornya sambil melepas helm full face nya.
Bulan terkejut, ia tidak menyangka bahwa Bintang akan bertanya tentang hal itu. Tidak mungkin Bulan jujur bahwa ia terpesona dengan ketampanan Bintang tadi. Bulan pun memikirkan alasan yang masuk akal agar tidak terdengar ambigu di telinga Bintang.
"Enggak ada, gue cuma takut sama Papa lo. Lo gak kenapa-napa kan?" Ujar Bulan dengan nada seperti biasanya.
"Aman, dia gak ada di rumah." Ujar Bintang dingin jika sudah membahas ayahnya.
Tanpa kata lagi, Bintang pun pergi meninggalkan Bulan di belakang. Bulan menghela nafas, memang terasa berat jika ada di posisi Bintang.
Sebelum berubahnya Bintang, mereka berdua sangat akrab, apapun bisa dengan leluasa mereka ceritakan tanpa adanya kecanggungan sedikitpun. Tapi, semenjak konflik yang terjadi di rumah Bintang, membuat pemuda itu sedikit berbeda. Ia cenderung lebih cuek dan dingin, serta membuatnya acuh tak acuh pada orang lain tak terkecuali sahabatnya sendiri.
Bulan pun berlari kecil, mensejajarkan langkahnya dengan Bintang. Segelintir siswi menatap tidak suka ke arah Bulan, mungkin karena mereka menyukai Bintang atau mungkin karena prestasi Bulan di bidang taekwondo. Tapi Bulan tidak menghiraukan tatapan mereka dan terus berjalan menuju kelasnya.
"Bintang, pulang sekolah boleh temenin gue gak?" Ujar Bulan pada akhirnya setelah hening beberapa saat.
"Kemana?" Tanya Bintang sambil duduk di bangkunya.
"Ke toko buku, ada buku yang harus gue beli." Balas Bulan masih berdiri di depan Bintang.
Bintang hanya mengangguk singkat dan membuat gerakan oke. Bulan pun tersenyum dan duduk di bangkunya yang berseberangan dengan Bintang.
"Thanks," ujar Bulan singkat.
Bintang tidak mengatakan apa-apa dan duduk diam tanpa kata, sembari menunggu guru memasuki kelas mereka.
Saat itu, terdengar keributan di depan kelas mereka. Murid-murid yang lain langsung berhamburan keluar untuk melihat siapa yang sedang bertengkar, sebagian dari mereka mencoba untuk melerai pertikaian keduanya.
Tapi itu tidak berlaku bagi Bintang, ia hanya diam di tempat. Tatapannya acuh tak acuh ke arah suara.
"Bintang, lo masih mikirin rumah?" Tanya Bulan yang ternyata tidak ikut nimbrung melihat murid yang bertengkar itu.
"Ngapain juga gue mikirin rumah yang serasa seperti neraka. Gue justru mikirin balapan lagi." Ujar Bintang sambil menoleh ke arah Bulan.
"Huft..." Terdengar helaan nafas panjang dari Bulan. Ia pun meletakkan tangannya di bahu Bintang. "Lo gak jera, Bintang? Lo liat muka lo, ini gara-gara lo ikut balapan tadi malam."
"Gue gak peduli Bulan. Bagi gue ketenangan jauh lebih penting dari diri gue sendiri."
Bintang memang tidak peduli dengan dirinya sendiri. Jangankan pada orang lain, pada dirinya sendiri pun Bintang terlihat acuh tak acuh.
Bulan hanya menghela nafas tanpa mengatakan apa-apa lagi, karena guru sudah memasuki kelas dan memulai pelajaran. Sementara dua murid yang bertengkar, sudah dibawa ke ruang BK.
Selama pelajaran berlangsung, Bulan sesekali melirik ke arah Bintang dan menghela nafas. Ia merasa bahwa sahabatnya itu sangat keras kepala dan susah untuk diberitahu.
Sementara Bintang, ia hanya memfokuskan diri pada pelajarannya. Ia terlihat jelas sangat tidak bersemangat hari ini. Sesekali ia memainkan pulpennya sembari mendengarkan penjelasan guru di depan.
"Kapan sih gue akan tenang?" Pikir Bintang di sela-sela pelajaran yang sedang berlangsung.
...✧✧✧✧✧✧✧✧✧✧...
"Jadi ke toko buku?" Tanya Bintang sambil melajukan motornya ke luar gerbang sekolah.
"Jadi, maaf ngerepotin." Ujar Bulan yang duduk di jok belakang.
"Santai aja, kayak sama siapa aja lo." Ujar Bintang membuat Bulan terkekeh.
Bulan menyadari kebodohannya sendiri, ia bersahabat dengan Bintang bukan sehari dua hari tapi sudah bertahun-tahun. Tapi, bisa-bisanya Bulan masih merasa tidak enak dengan sahabatnya itu.
Sementara Bintang, ia hanya fokus mengendarai motornya. Ia tidak memacu motornya dengan kecepatan tinggi jika bersama Bulan. Ia tidak ingin sahabatnya itu terluka karena kelalaiannya.
Tibalah keduanya di toko buku, Bintang memarkirkan motornya di tempat parkir. Bulan turun dari motor Bintang dan menoleh ke arahnya yang masih duduk di atas motornya.
"Lo gak ikut masuk?" Tanya Bulan.
"Enggak, gue tunggu disini aja." Balas Bintang sambil mengeluarkan ponselnya dan memainkan game.
"Oke," ujar Bulan singkat sambil berlalu pergi.
Bintang tidak mengatakan apa-apa ia hanya fokus pada layar ponselnya. Game di layar ponselnya jauh lebih menarik daripada suara hiruk-pikuk dari orang-orang di sekitarnya.
Tiba-tiba terdengar suara seorang anak kecil yang menangis, tidak jauh dari arahnya. Bintang menoleh, tapi hatinya tak tergerak untuk menolong anak kecil yang terjatuh itu.
Bintang hanya mengernyitkan dahinya, lagi-lagi ia bersikap acuh tak acuh pada orang lain. Ia pun kembali fokus pada benda pipih yang dipegangnya itu.
"Ya ampun adik, kamu gapapa?" Ujar seseorang yang menghampiri anak kecil itu.
Bintang tahu bahwa itu suara Bulan, karena ciri khas dari suaranya. Tapi Bintang sama sekali tidak menoleh bahkan tidak sedikitpun rasa peduli pada anak kecil itu.
"Lo kenapa gak tolongin dia?" Ujar Bulan menghampiri setelah selesai berbicara dengan anak kecil itu.
"Ya lagian salah dia sendiri, ngapain lari-lari coba." Ujar Bintang santai, tangannya masih lincah memainkan game di ponselnya.
Bulan yang kesal langsung mengambil ponsel Bintang, menatapnya dengan gelengan kepala.
"Lo kebiasaan banget ambil hp gue pas gue lagi nge-game!" Ujar Bintang menaikkan alisnya.
"Sampe kapan lo kayak gini, Bintang? Sampe kapan lo acuh tak acuh sama orang lain? Sumpah, lo dulu gak kayak gini." Ujar Bulan mengomentari.
Bintang hanya menghela nafas, ia menatap Bulan tanpa kata. Lalu memutar kunci motornya. Bukannya menjawab pertanyaan Bulan, Bintang justru mengajaknya pulang.
"Ya udah, ayo pulang."
Bulan mendengus kesal, tapi ia mencoba memaklumi perubahan Bintang sekarang. Semua itu terjadi karena Bintang yang tertekan di keluarganya sendiri.
Bulan pun akhirnya menaiki motor Bintang, keduanya pergi meninggalkan toko buku menuju rumah masing-masing.
^^^Bersambung...^^^