Keira Maheswari tak pernah menyangka hidupnya akan berubah begitu drastis. Menjadi yatim piatu di usia belia akibat kecelakaan tragis membuatnya harus berjuang sendiri.
Atas rekomendasi sang kakak, ia pun menerima pekerjaan di sebuah perusahaan besar.
Namun, di hari pertamanya bekerja, Keira langsung berhadapan dengan pengalaman buruk dari atasannya sendiri.
Revan Ardian adalah pria matang yang perfeksionis, disiplin, dan terkenal galak di kantor. Selain dikenal sebagai seorang pekerja keras, ia juga punya sisi lain yang tak kalah mencolok dari reputasinya sebagai playboy ulung.
Keira berusaha bertahan menghadapi kerasnya dunia kerja di bawah tekanan bosnya yang dingin dan menuntut.
Namun, tanpa disadari, hubungan mereka mulai membawa perubahan. Apakah Keira mampu menghadapi Revan? Atau justru ia akan terjebak dalam pesona pria yang sulit ditebak itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Teddy_08, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2. Boss Kejam Idaman Wanita
“Oke, kita akhiri meeting pagi ini. Tetap semangat demi memajukan perusahaan dan demi kesejahteraan bersama. Salam hangat, dan semangat bekerja.”
“Saya, Revan Halim. Selaku CEO Permata Beach Hotel and Resort menyampaikan terimakasih yang tak terhingga, untuk kerja keras kalian selama ini.”
Tepuk tangan meriah dari seluruh anggota rapat yang dipimpin langsung oleh Revan pagi itu di restoran terbuka miliknya, mengakhiri jam kerja pertama di pagi itu.
“Good job, Revan.”
Tangan mengepal Alan beradu dengan tangan Revan yang menyambutnya dengan senyuman setelah meeting pagi yang dipimpin Revan berakhir.
“Kenalin, ini Keira adikku yang aku janjikan. Bimbing dia dengan baik,” ujar Alan, mewanti-wanti Revan.
Mata Revan menjelajahi seluruh tubuh Keira, tatapan tak biasa yang ia berikan pada gadis cantik lainnya.
“Oke, kamu masih mau di sini apa gimana?”
“Langsung pergi dong, nitip ya. Ingat, jangan diapa-apain,” balas Alan sambil mengangkat kedua alisnya. Tersenyum ramah pada Revan yang sepertinya pagi ini sedang dalam mode kesal.
Setelah itu, Revan mengangguk sebagai jawaban setuju atas permintaan sahabat baiknya.
Bukan tanpa sebab, ia kehilangan asisten pribadinya di saat kesibukannya meningkat. Asistennya tiba-tiba mengundurkan diri tanpa alasan yang pasti.
Alan telah menghilang dari pandangan Revan. Kini tersisa Keira yang masih berdiri mematung di hadapannya.
“Mau berdiri seharian di sini?”
Duuuh sinis banget kesan pertama pertemuan dengan Revan. Sinisnya ngalah-ngalahin Bank harian yang nagih emak-emak sebelum tukang sayur datang.
Keira tersenyum getir. “Saya Keira—“
Ucapan Keira terpotong setelah Revan mengangkat sebelah telapak tangannya agar Keira menghentikan ucapannya. “Sudah tahu, tidak perlu basa-basi, ayo ikut ke ruangan saya.”
Duuuh lagi-lagi dia nyolot. Bikin yang liat pengen nimpuk pasti punya CEO model begini.
Keira berjalan dengan langkah seribu mengikuti Revan menuju sebuah ruangan. Setelah memasuki ruangan. Pria dingin itu segera menutup pintu ruangan. Seketika bulir keringat di dahi Keira mengalir deras.
“Wina, bisa ke ruangan saya,” ucap Revan setelah menghubungi seseorang melalui sambungan intercom miliknya.
Keira masih diam dengan kepala tertunduk di hadapan pria tampan, berkarismatik yang sedang duduk di sebuah kursi putar kebesarannya.
Netra Revan menatap tajam ke arah Keira. Ia memperhatikan gadis yang tak lain adalah adik sahabatnya sendiri. Mata Revan menjelajahi seluruh lekuk tubuh gadis belia di depannya tanpa terkecuali.
“Kamu manis, dan cantik juga seksi rupanya. Duduk,” Revan menukas, sambil menyeringai misterius.
Keira yang gelagapan dan ketakutan akhirnya menyeret kursi di hadapannya setelah mengangguk setuju. Kini keduanya saling duduk berhadapan. Kedua mata mereka bertemu pandang.
Sial. Kenapa jantungku berdebar tak karuan begini? Dia ‘kan Cuma gadis ingusan. Batin Revan berdecak kesal, sedangkan tatapan matanya tanpa berkedip menatap raut wajah cantik di depannya yang imutnya mirip boneka Barbie.
Suara ketukan pintu menghentikan aktivitas Revan yang masih mengamati Keira.
“Permisi, Pak. Apa yang bisa saya bantu,” sapa sekretaris Revan yang bernama Wina. Sementara matanya melirik sinis pada Keira yang duduk terduduk.
“Keira, ini Wina. Sekretaris saya. Kamu akan belajar memulai seluruh pekerjaan kamu dari dia. Sudah tahu kamu bekerja sebagai apa?” tanya Revan, dengan mata menyelidik.
“Belum,” jawab Keira, irit kata. Ia yang sebelumnya manja banyak omong jadi membeku di depan Revan.
Alan memang pria pandai. Pilihannya memang tepat, memberikan kesempatan Keira memperbaiki diri dengan menyerahkannya pada pria galak seperti Revan.
“Saya membutuhkan seorang personal asisten. Dan Alan merekomendasikan kamu, untuk mengisinya. Saya harap, kamu tidak mengecewakan kakak kamu.” Revan melemparkan sebuah map berisi form kosong data diri.
Keira terhenyak di depannya. Matanya mengerjap berulang kali. Ia benar-benar tak percaya kakaknya setega ini menyerahkannya pada pria gila seperti Revan. Belum apa-apa saja jantungnya hampir copot. Bagaimana jika berjam-jam harus seruangan dengan pria sedingin dan sekasar Revan.
Wina tergelak ia menahan tawa dengan sebelah tangannya menutupi bibir. Namun, Revan menangkap basah gelagat itu. Tatapan tajam ia hujamkan pula pada sekretarisnya.
“Tidak ada yang lucu, lekas ajari dia,” ucap Revan, kemudian pergi berlalu meninggalkan keduanya.
“Ayo, ikut ke ruanganku,” anaknya sambil mengerucutkan bibirnya ketika berucap kepada Keira.
Wina memberikan beberapa catatan agar dipelajari dan diingat mengenai tugas apa saja yang dilakukan oleh personal asisten. Mengingat Keira belum pernah bekerja. Kuliah saja tersendat akibat kecelakaan yang menimpa keluarganya.
Keira terlihat serius mempelajari tugas yang diberikan oleh Wina. Meskipun ia sedikit lola dan perlu mengulangi beberapa kali untuk paham.
Namun, Keira termasuk orang yang tidak pantang menyerah. Mungkin karena keadaan sehingga membuat tekadnya menjadi kuat dan belajar tahan banting.
Hari menjelang siang. Keira masih berkutat dengan laptop di meja Wina. Ia mengetik jadwal kegiatan rutin Revan sebagai permulaan.
Tatapan mata Wina tidak berhenti menjelajahi penampilan Keira. Ia kini mengerti, dari penampilannya memang Keira terkesan glamor. Pantas saja Revan menerimanya tanpa syarat. Apa lagi Revan terkenal sebagai bad boy selama ini. Teman satu malam, itu hal biasa baginya.
“Keira, kenapa kamu bekerja di sini? Apa kamu salah satu simpanan si Boss?” tanya Wina, ia memang wanita jutek yang menyebalkan. Terkadang kalau ngomong suka asal gak ada filternya.
Keira mendongak terperangah. Matanya yang dihiasi bulu-bulu lentik mengerjap berulang kali. Meski manja, tapi Keira bukan gadis yang cengeng.
Keira menghela napas berulang kali kemudian berkata, “Mbak, saya ketemu Pak Revan aja baru hari ini. Atas dasar apa Mbak Wina ngomong seperti itu. Kerja ya kerja Mbak, nanti si Boss galak denger tahu rasa loh,” ucap Keira menimpali.
Wina melotot menatap tajam ke arah wajah cantik yang jarinya kembali menari di atas keyboard tersebut.
“Keira, ikut aku.”
Suara bariton khas dengan serak dan suara beratnya dari ambang pintu mengagetkan keduanya yang sebelumnya saling bersih tegang.
“Ba-bapak,” ucap Keira tergagap. Sementara Wina hanya menundukkan kepalanya setelah kelakuan buruknya dipergoki.
“Aku mempekerjakan kamu sebagai sekretaris, bukan tukang gosip atau yang lainnya,” desis Revan berdecak kesal.
Jantung Wina hampir saja copot mendengar cacian dari Revan yang mereka juluki Boss galak.
Keira segera beranjak bangkit dari tempat duduknya, setelah menyimpan terlebih dahulu pekerjaan miliknya ke dalam flash disk pribadinya. Hal itu tidak luput dari sorotan Revan yang menjadikannya nilai lebih untuk pemula seperti Keira.
Gadis cantik bertubuh mungil dengan lekuk tubuh yang aduhai di tambah rambutnya yang di cat cokelat blonde itu berjalan mengekor mengikuti langkah Revan melewati koridor hotel.
Tiba-tiba langkah Keira terhenti. Membuat Revan refleks berbalik badan. “Ada apa?”
“Umm … saya belum pamit sama Mbak Wina, Pak,” jawab Keira mencebikkan bibirnya.
Revan membuang napas kasar, kemudian berucap, “Keira, ini ‘kan saya yang suruh. Boss kamu Wina apa kamu?”
“Iya, Pak. Maaf. Bapak kece galak banget sih, katanya care sama Kak Alan,” Keira menukas sekenanya untuk mengurangi kegugupan dan rasa takutnya.
Entah kenapa wajahnya terlihat imut ketika manja begitu bagi Revan. Pria galak itu pun melangkah maju, dan mengacak-acak rambut Keira tanpa ia sadari.
“Sudah, ayo temani aku makan siang. Di jam kerja kamu harus disiplin ya. Aku boss kamu di jam kerja. Di luar jam kerja boleh kok panggil Kakak,” ucap Revan menyunggingkan senyumnya.
Senyuman melengkung sempurna yang ia tunjukkan pertama kalinya pada seorang wanita. Sebelumnya, ia terkesan kasar pada siapapun. Revan bahkan tidak pernah menjalani ikatan dalam sebuah hubungan selama ini.
—To Be Continued