Xiao An wanita karir yang tengah menjalani kehidupannya tanpa hambatan. Tidak sengaja masuk ke dunia novel yang baru saja ia baca. Di novel dia menjadi Nona pertama Han Yu karakter antagonis, putri dari kediaman perdana menteri keuangan Han. Keluarganya sangat kaya dan hidup bergelimang harta. Kedua orangtuanya sangat mencintai putrinya memberikan semua yang di butuhkan. Sebab itu Nona pertama Han Yu sangat manja, pemarah, juga memandang rendah kalangan bawah. Kekejammnya terhadap pelayan membuatnya di takuti semua orang.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sri Wulandari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Permaisuri Chen Jia
Istana dalam,
Kkreekkk...
Pintu kamar mandi di buka,
Wanita dengan gaun merah permata berjahitkan benang emas membentuk garis ranting menjalar, berjalan perlahan masuk ke dalam. Setiap langkah kakinya seperti menapak di atas awan. Sangat pelan, tenang bahkan tanpa suara gesekan yang dapat di dengar.
Pintu kembali di tutup.
Lapisan gaun luar di lepas perlahan. Wanita itu berjalan masuk kedalam kolam cukup besar yang ada di dalam ruangan. Dia duduk menyandarkan tubuhnya pada pembatas kolam pemandian. Warna merah darah terlihat cukup samar namun bau anyir masih tercium kuat.
Para pelayan wanita berdatangan membawakan botol-botol wewangian yang langsung di tuang di dalam kolam pemandian. Ember-ember dengan susu menggenang juga di tuangkan. Rempah-rempah dengan bau harum semerbak di taburkan.
Lambaian tangan pelan dari wanita itu membuat semua pelayan wanita bergegas pergi. Ruangan hening kembali. Dia memejamkan kedua matanya merasakan kesegaran yang luar biasa merasuk di jiwanya.
Satu pelayan kepercayaannya masuk untuk membantu wanita itu membersihkan bagian punggungnya. Pijatan lembut menenangkan juga di lakukan.
"Yang Mulia Permaisuri, pria itu telah datang." Suara pelayan wanita terdengar dari luar pintu kamar mandi.
Wanita di dalam kolam pemandian melambaikan tangannya kembali.
Pelayan wanita mengangguk mengerti. Dia berjalan pergi menuju keluar ruangan. "Seret dan penggal dia," ujarnya dingin sebelum kembali masuk kedalam ruangan.
Dua prajurit pengawal istana langsung menyeret tubuh pelayan wanita.
"Yang Mulia, maafkan hamba karena telah menganggu ketenangan anda. Hamba tidak akan mengulanginya lagi," teriakan terdengar sangat kuat. Pelayan wanita itu terus memohon. Namun tidak ada gunanya keputusan telah di tetapkan.
Deeekkk...
Pintu jendela terbuka sebentar sebelum tertutup kembali dalam beberapa detik. Mendengar itu Pelayan wanita langsung berjalan pergi menuju keluar. Dia memerintahkan semua penjaga di dekat pintu kamar mandi untuk menjauh.
Di dalam ruangan,
Senyuman terlihat di wajah wanita itu meskipun kedua matanya masih tertutup rapat. "Aku kira hari ini kamu tidak akan datang."
Langkah kaki terdengar mendekat. Tangan kasar mulai menyentuh bahu terlanjang. "Aku sangat merindukanmu. Bagaimana mungkin melewatkannya." Kecupan penuh gairah terasa di pipi jatuh keleher.
"Pelan-pelan, jangan terlalu kencang. Dia akan melihatnya," Tangan kiri wanita itu menyentuh wajah yang ada tepat di pundaknya. Dia mencium telinga yang sudah terasa panas.
Merasakan gigitan halus di telinganya pria itu langsung menekan ciumannya lebih dalam di bagian pundak. Nafasnya semakin berat.
Wanita itu menggeliat geli, "Apa pria tua itu masih memerintahkan banyak hal kepada mu?"
Pria itu bangkit setelah memberikan tanda merah di leher dan pundak. Setiap lapisan baju yang ia kenakan di lempar menjauh. Dia perlahan masuk kedalam kolam, lalu menarik tubuh wanita itu kedalam dekapannya. Ciuman hangat penuh gairah di lakukan berkali-kali. Saat di lepaskan, "Dia selalu membuat ku tidak bisa duduk diam."
Wanita itu mengaitkan lengannya pada leher pria di depannya. "Kali ini, kamu harus lebih memuaskanku."
"Tentu saja."
Suara percikan air yang cukup kuat terdengar hingga keluar ruangan. Sekitar satu jam pelayan wanita baru berani masuk kembali, di saat dia telah mendengar pintu jendela kembali di buka.
Permaisuri Chen Jia bangkit dari dalam kolam kamar mandi. Lekukan tubuhnya terlihat sangat indah. Kulitnya halus dan sangat menawan.
Setelah berganti gaun baru juga tatanan rambut di benahi. Permaisuri Chen Jia keluar dari kamar mandi menuju kearah ruangan tempat tinggalnya. Di depan ruangan sudah ada pria usia empat puluh tahunan yang telah menunggu selama hampir dua jam.
"Yang Mulia." Pria itu menundukkan kepalanya memberikan hormat.
Permaisuri Chen Jia menghentikan langkahnya. "Aku dengar kamu menyentuh keponakanku?"
"Yang Mulia." Pria itu langsung berlutut ketakutan. Tubuhnya bergetar, "Hamba tidak tahu jika ada keponakan anda di antara para gadis muda itu." Dia bersujud.
Permaisuri sedikit melirik lalu dia berkata, "Kuliti tubuhnya lalu siram dengan air panas." Wanita itu berjalan masuk ke dalam ruangan kamarnya.
Dua prajurit pengawal istana menyeret pria itu untuk di lakukan eksekusi seperti yang di katakan Permaisuri Chen Jia.
"Yang Mulia. Hamba bersalah. Hamba mohon, maafkan hamba. Hamba tidak akan berani lagi." Jeritan putus asa itu terdengar menggema di luar ruangan kamar.
Sedangkan di dalam kamar Permaisuri Chen Jia duduk santai di tahta miliknya. "Apa sudah ada surat dari Yu er?"
"Yang Mulia, masih belum ada surat dari Nona pertama." Pelayan wanita menuangkan teh hangat kedalam cangkir kosong. Setelah cangkir penuh dia membawanya di berikan kepada Permaisuri Chen Jia. "Yang Mulia."
Wanita di atas tahta itu mengambil cangkir berisi teh hangat. Dia meminumnya perlahan lalu meletakkannya di meja yang ada tepat di samping dirinya. "Apa dia marah kepada ku karena gagal dalam pemilihan selir?"
Pelayan wanita berlutut di samping Permaisuri Chen Jia. Dia memijat pelan kaki wanita agung di depannya. "Mungkin Nona pertama masih merasa sedih dan menggurung dirinya di dalam kamar."
"Hati gadis kecil itu sangat rapuh. Dia pasti sangat sulit menerima keputusan dari Yang Mulia. Jika bukan karena campur tangan Selir Agung. Yu er pasti sudah ada di istana ini menemani ku berbincang." Melepaskan cincin permata yang ada di jari manisnya. "Berikan ini kepada Yu er, katakan juga kepadanya jika aku sangat merindukannya." Memberikan cincin kepada pelayannya. "Kekesalan Yu er tetap harus di lampiaskan. Sudah waktunya memberikan sedikit pukulan kepada wanita bodoh itu." Menata gaun yang melekat indah di tubuhnya. Seringaian tipis penuh arti terlintas di wajahnya. "Dia sudah terlalu berani menyentuh orang ku."
Pelayan wanita itu mengangguk mengerti. Dia langsung bangkit dari lantai segera berjalan pergi untuk menyampaikan pesan Permaisuri Chen Jia.
Di hari yang sama.
Kediaman Han,
Sore itu angin bertiup cukup kencang bahkan dapat menambah hawa sejuk di kediaman. Han Yu merebahkan tubuhnya di bawah pohon besar di halaman tempat tinggalnya. Buku cerita yang ia baca bahkan sudah menjadi penghalang cahaya matahari dengan wajahnya.
Langkah cepat terdengar dari arah pintu masuk halaman kediaman.
"Nona pertama..." Pelayan Li An berlari mendekat.
"Ada apa?" Han Yu mengangkat buku dari wajahnya dengan santai. Dia membuka kedua matanya.
"Orang istana datang lagi."
"Kenapa mereka bisa datang lagi?" Han Yu langsung bangkit.
"Mereka dari pihak Permaisuri yang meminta anda untuk berkunjung ke istana," ujar Pelayan Li An dengan nafas yang masih tidak beraturan.
Han Yu berdiri dari tempat duduknya. "Aku harus bersembunyi. Tapi di mana?"
Dari arah pintu masuk halaman Nyonya Han bersama enam pelayan wanita datang. Raut wajah wanita itu terlihat menekan rasa kesalnya.
"Ibu."
Nyonya Han mendekat kearah putrinya, "Buka bulut."
Han Yu mengikuti keinginan Ibunya, dia membuka mulutnya. Sesuatu di lemparkan masuk ke dalam mulutnya. Kerutan kening terlihat saat rasa pahit menyebar, "Apa ini?" Saat dia ingin memuntahkannya tangan ibunya dengan cepat menutup mulutnya.
"Telan."
Terpaksa Han Yu menelannya dengan cepat. "Eeemm... Uakkekkk..." Rasa mual menekan perutnya. Tubuh gadis itu menjadi sangat lemas. Dengan sigap Nyonya Han langsung menahan tubuh putrinya.
"Bawa Nona pertama, ikuti aku." Wanita itu membiarkan putrinya di bantu para pelayan wanita. Dia berjalan pergi di ikuti semua orang. Saat masuk ke dalam aula utama kediaman. Nyonya Han tersenyum hangat kepada pelayan wanita istana. "Maaf menunggu lama." Dia membantu putrinya untuk berdiri.
Pelayan wanita istana cukup terkejut melihat keadaan Nona pertama yang sudah terlihat sangat menghawatirkan. Wajahnya pucat bahkan banyak bintik merah di seluruh tubuhnya. "Nyonya Han, Nona pertama?"
Wajah sedih tiba-tiba hadir, "Putriku yang malang. Dia mengalami depresi dan menenggak obat-obatan karena tidak bisa menerima kenyataan. Setelah pemilihan selir gagal di dapatkan. Dia bahkan di culik." Mengelap air mata yang tidak bisa keluar.
Pelayan wanita istana merasa kasihan dengan keadaan Nona pertama yang sangat memperihatinkan, "Saya datang hanya ingin menyampaikan pesan dari Permaisuri. Dan memberikan ini." Memberikan kotak kecil berisi cincin permata. "Permaisuri sangat merindukan Nona pertama. Dan beliau ingin bertemu keponakannya. Tapi jika keadaan Nona pertama seperti ini. Mungkin di lain waktu saja setelah Nona Pertama sembuh. Sehingga bisa datang menemui Permaisuri dalam keadaan sehat."
Nyonya Han menghela nafas dalam, "Terima kasih atas perhatian dari Permaisuri. Setelah Yu er sembuh. Saya pasti akan mengantarkannya ke istana untuk menginap beberapa hari bersama Bibinya."
"Pesan dan barang sudah saya sampaikan. Nyonya Han saya mohon pamit undur diri," ujar Pelayan wanita istana. Dia lansung berjalan pergi di ikuti sepuluh pelayan wanita lainnya yang ada di bawah kendalinya.
Setelah semua pelayan wanita istana pergi dari kediaman keluarga Han. Semua orang baru bisa bernafas lega.
"Ibu," suara Han Yu sangat lemah. Dia bahkan hampir tidak bisa menahan tubuhnya dengan kedua kakinya. "Obat apa yang Ibu berikan kepadaku?"
"Ehhmm..." Berdeham. "Ini semua demi kebaikan mu." Mendapati lirikkan tajam putrinya, wanita itu menelan ludah kecut di tenggorokannya. "Ibu hanya memberi mu sedikit racun."
"Apa?" suara serak menekan kuat tenggorokan Han Yu. Gadis itu bahkan hampir tidak bisa berbicara.
"Yu er," Tuan Han berlari menghampiri putrinya. "Apa yang terjadi? Siapa yang membuatmu seperti ini?" Dia ikut menahan tubuh putrinya.
Tuan muda Han Rui juga terkejut dengan keadaan kakak perempuannya.
"Ayah, istri mu yang telah membuat putri kesayangan mu seperti ini." Han Yu mencoba meraih pundak Ayahnya. Gadis itu merenggek menatap Ayahnya. "Ayah harus memberikan keadilan untuk putri mu ini."
Tuan Han menatap sebentar kearah istrinya lalu berkata, "Ayah juga tidak berani melawannya. Putriku sayang, Ayah akan membantu mu kembali ke kamar." Pria itu menopang tubuh putrinya perlahan di bantu putra keduanya.
"Tidak ada keadilan di kediaman ini..." Han Yu berusaha berteriak kencang namun suaranya sudah sangat serak. Suaranya bahkan terdengar seperti cekikan yang menyiksa.
bau2 bucin sudah tercium sejak malam tadi🤣🤣
thor jgn ampe kndor 😁😁😁😁😁
sehat selalu untukmu author terbaikkuu