Sebuah keluarga sederhana yang penuh tawa dan kebahagiaan… hingga suatu hari, semuanya berubah.
Sebuah gigitan dari anjing liar seharusnya bukan hal besar, tapi tanpa mereka sadari, gigitan itu adalah awal dari mimpi buruk yang tak terbayangkan.
Selama enam bulan, semuanya tampak biasa saja sampai sifat sang anak mulai berubah dan menjadi sangat agresif
Apa yang sebenarnya terjadi pada sang anak? Dan penyebab sebenarnya dari perubahan sang anak?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ryn Aru, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2
Pukul 8 malam, terlihat salah satu rumah yang terlihat bersinar di tengah kegelapan rumah lainnya. Di dalamnya terdapat ruang tamu dan terlihat sebuah bingkai foto kecil dengan foto berisi empat orang.
"Tari jangan lompat-lompat di sofa sayang." ucap Ibu membawakan segelas susu untuk putrinya, Tari dengan cepat duduk dan terlihat tatapan matanya yang sangat senang, Tari mengulurkan satu tangannya untuk meminta susu, tapi Ibu tak memberikannya dan meletakkan susu itu di meja.
"Tangan Tari kan belum sembuh, jadi susunya di taroh meja aja ya." Ucap sang ibu lembut dengan senyuman terukir di bibirnya.
"Ibu,,,," Panggil Tari yang sekarang duduk di sofa.
"Kenapa sayang?" Ibu yang baru duduk di sofa menoleh ke Tari.
"Tari kangen Abang" Tari mendekat pada Ibu dan memeluknya manja.
"Masih kangen? Tadi kan baru selesai telpon abang." Ibu mengusap wajah sang anak yang berada di pundaknya, Tari seketika cemberut dan sedih, ibu mengangkat Tari dan memindahkan Tari ke pangkuannya.
"Tari kan tau abang sibuk, abang kalo di telpon susah banget, nunggu abang dulu yang telpon sayang." Jelas ibu pada Tari, Tari menunduk dan lesu.
"Tari tadi ngobrol apa sama abang? Kok kayaknya seru banget." Ucap Ibu mengalihkan topik pembicaraan agar sang putri tak sedih lagi, Tari langsung menatap ibunya dengan semangat.
"Tadi abang kasih lihat gambar baru lagi bu,,,," Terlihat Tari sangat senang saat mengingat gambar yang di perlihatkan kakaknya.
"Memang abang gambar apa?" Ibu menatap Tari dengan perasaan lega, karena Tari tidak bersedih lagi
"Abang gambar Doraemon buat adek!! Terus katanya abang mau gambar Ibu sama Ayah!!" Seru Tari sembari mengangkat tangannya. "Tadi Tari juga bilang kalo mau jadi pilot, biar bisa terbang bareng nganterin abang,,,," ibu hanya diam dan mendengarkan cerita Tari dengan seksama. Anak pertama nya memang sangat menyayangi sang adik, tetapi karena pekerjaannya ia jadi sangat sulit untuk pulang kerumah.
Tak lama terdengar ketukan di pintu depan, Ibu melihat dari jendela dan nampak seorang pria yang bukan lain adalah suaminya. Ia segera membuka pintu dan membantu sang suami.
"Yey ayah pulang!!" Tari pun berlari dan memeluk sang Ayah, Ayah dengan segera mengangkat Tari dan menggendongnya.
"Apa ayah tau? Tadi abang telpon, terus tadi Tari sama abang cerita banyak,,,, banget." Ucap tari sembari merenggangkan kedua tangannya dan bercerita tentang obrolannya dengan sang kakak. Ibu yang berada di dapur tersenyum mendengar ucapan Tari, ia pun segera keluar membawa piring berisi dengan donat.
"Donat!! Tari mau donat!!" Teriak Tari menunjuk donat yang sudah berada di meja ruang tamu. Ayah hanya diam di tempat dan tersenyum.
"Ayah,,,, Tari mau donat,,,," Tari memberontak dan mulai menangis, karena ayahnya hanya diam dan tersenyum melihatnya. Ibu pun meraih Tari dari gendongan ayah.
"Udh jangan nangis ya, ibu ambilin buat Tari." Ibu mendekat ke meja dan duduk sembari mengambil donat coklat di meja. Ayah mendekat dan duduk di sofa, ia tertawa melihat Tari yang menangis sembari memakan donat yang di berikan oleh ibu.
3 bulan berlalu, Tari akhir-akhir ini terlihat berbeda. Dia yang dulunya ceria, semangat, selalu tersenyum dan tertawa seakan sudah tak ada lagi Tari yang mereka kenal. Beberapa hari sebelum perubahan sikap Tari, ia mengeluh bahwa kepalanya sakit kepada sang Ibu.
"Ibu,,," Panggil Tari. Ibu yang sedang memasak pun tak melihat kearah Tari dan tetap fokus memotong bahan masakan
"Kenapa sayang?" Tanya ibu
"Kepala Tari sakit bu." Ibu yang mendengarnya pun langsung mencuci tangan nya dan menatap sang putri. Ia berjongkok dan menyentuh kening Tari untuk memastikan suhu tubuhnya.
"Nggak panas." Bisik Ibu pelan dan terlihat raut bingung di wajahnya, Ibu segera menggelengkan kepala menyadarkan dirinya. "Nanti Ibu buatkan bubur untuk Tari dan setelah itu Tari minum obat okay?" Lanjut sang Ibu dengan senyum lembut di wajahnya, Ibu mengelus pipi Tari.
Setalah hari itu tiba-tiba Tari menjadi sangat pemarah dan selalu membanting barang-barang rumah, kejadian ini sudah berlangsung selama seminggu lebih. Ibu yang awalnya berfikir ini hanyalah sakit demam biasa mulai khawatir kepada Tari, karena 2 hari lalu Tari pulang ke rumah dengan berantakan dan ada sedikit bercak darah pada baju nya, keesokan harinya Ibu di panggil ke taman kanak-kanak karena Tari yang bertengkar hingga membuat temannya terluka.
"Tari belum membaik bu?" Tanya Ayah sembari menonton televisi, Ibu menunduk dan menghela nafas
"Belum yah, apa tidak sebaiknya kita bawa Tari ke rumah sakit aja?" Mendengar pertanyaan Ibu Ayah hanya terdiam dan menghela nafas panjang.
"Besok kita bawa Tari kerumah sakit." Ayah menatap ibu dengan tersenyum dan mengusap punggung tangan Ibu.
"Bagaimana jika menggunakan tabungan Tari dulu?" Ucap Ibu menatap Ayah. Ayah terlihat terkejut mendengarnya.
"Jangan, itu kan buat sekolah Tari. Ayah akan usahakan Bu, Ibu tidak perlu khawatir"
Keesokan paginya Ayah mengantar Tari ke rumah sakit bersama dengan Ibu.
"Di lihat dari keadaan nak Tari yang buruk, saya sarankan untuk inap." Ucap dokter. Terlihat ekspresi sedih Ibu mendengar ucapan dokter, ia tau bahwa biaya nya akan mahal.
"Baik dokter." Ucap ayah yang membuat Ibu menatap Ayah dengan terkejut. Saat Tari memasuki ruang rawat inap Ayah segera pergi menuju ke administrasi untuk membayar biaya.
Ibu yang menemani Tari di ruang inap pun keluar menemui Ayah.
"Ayah" panggil Ibu saat Ayah hendak keluar dari rumah sakit setelah membayar administrasi. Ayah pun memutar badan melihat Ibu yang berlari mendekat ke arahnya
"Ada apa Bu?" Tanya Ayah, Ibu pun menunduk dan menarik nafas.
"Ayah, maaf Ibu gak bisa bantu Ayah." Ayah yang sadar dengan keadaan Ibu pun mengusap kepala sang istri.
"Gak apa-apa Bu, ini sudah jadi kewajiban Ayah. Dari awal pernikahan pun kita sudah membicarakan hal ini." Ayah tersenyum lembut kepada Ibu, berusaha menenangkannya
"Surya." Panggil seorang pria paruh baya yang berada di teras.
"Iya pak, ada apa?" Tanya Surya, karena canggung Surya pun mengambil rokok dan menyodorkannya kepada pria paruh baya tadi. "Rokok pak."
"Tidak, istri dan anak saya tidak suka itu." Ucap pria itu menolak, Surya pun mengangguk dan menyalakan rokok. "Surya, saya percaya kamu bisa menjaga anak saya. Tolong jadikan dia ratu layaknya saya yang membesarkan dia seperti seorang putri." Lanjutnya menatap langit malam, Surya pun menghembuskan nafasnya, terlihat asap tebal yang berasal dari rokok yang ia hisap.
"Baik pak." Ucap surya mengangguk mengerti
"Bagus, saya pegang ucapan kamu." Pria itu menepuk pundak Surya yang bukan lain adalah menantunya.
Saat Surya masuk ke kamar, ia melihat sang istri yang sedang duduk di meja rias. Terlihat bahwa wanita itu sedang memikirkan sesuatu. Surya berjalan mendekati sang istri dan mengelus pundak istrinya.
"Kenapa dek? Ada yang mengganggu pikiran kamu?" Ucap Surya memandang wajah sang istri dari pantulan kaca. Terlihat dari mata istrinya berkaca-kaca menahan air mata.
"Maaf." Ucap Shofi yang mulai menangis. Surya pun menghembuskan nafasnya dan tersenyum.
"Gak papa sayang, itu kan kecelakaan." Surya memeluk leher Shofi dari belakang dan mencium pipinya.
"Maaf mas, harusnya aku dengerin bapak." Tangisnya mulai terdengar menyakitkan. Surya dengan lembut memutar tubuh sang istri dan menatap matanya.
"Itu kecelakaan, anak di kandungan kamu ini sekarang anak mas juga." Surya mengelus perut istrinya dan tersenyum manis. Surya memegang tangan sang istri dengan lembut.
"Mas janji, apapun yang terjadi, kamu dan anak-anak kita akan mas jaga. Kamu sudah di titipkan oleh bapak ke mas, mas mau kamu hanya fokus ke keluarga kita." Satu tangan Surya mengusap pipi sang istri dan mencium keningnya.
"Ayah janji, apapun yang terjadi, Ibu dan anak-anak kita akan Ayah jaga. Ibu sudah di titipkan oleh bapak ke Ayah, dan ayah cuma mau kamu hanya fokus ke keluarga kita. Apapun yang terjadi percaya sama Ayah." Ayah memeluk ibu dan mengusap kepalanya, Ibu yang merasakan pelukan ayah pun akhirnya menangis.
Bersambung,,,,,