Anna tidak pernah membayangkan bahwa sebuah gaun pengantin akan menjadi awal dari kehancurannya. Di satu malam yang penuh badai, ia terjebak dalam situasi yang mustahil—kecelakaan yang membuatnya dituduh sebagai penabrak maut. Bukannya mendapat keadilan, ia justru dijerat sebagai "istri palsu" seorang pria kaya yang tak sadarkan diri di rumah sakit.
Antara berusaha menyelamatkan nyawanya sendiri dan bertahan dari tuduhan yang terus menghimpitnya, Anna mendapati dirinya kehilangan segalanya—uang, kebebasan, bahkan harga diri. Hujan yang turun malam itu seakan menjadi saksi bisu dari kesialan yang menimpanya.
Apakah benar takdir yang mempermainkannya? Ataukah ada seseorang yang sengaja menjebaknya? Satu hal yang pasti, gaun pengantin yang seharusnya melambangkan kebahagiaan kini malah membawa petaka yang tak berkesudahan.
Lalu, apakah Anna akan menemukan jalan keluar? Ataukah gaun ini akan terus menyeretnya ke dalam bencana yang lebih besar?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eouny Jeje, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sang penakluk
Saat Edward mulai terlelap, tiba-tiba pikiran Susan melayang ke masa lalu.
Wei Jian.
Pria mapan itu datang kembali dalam ingatannya, menyusup tanpa permisi di antara desahan kepuasan dan kemenangan yang baru saja ia rasakan.
Malam perpisahan saat itu.
Susan duduk di sofa dengan kaki bersilang, mengenakan gaun sutra merah yang membalut tubuhnya dengan sempurna. Di tangannya, segelas anggur berputar perlahan, tetapi ia tidak benar-benar menikmati rasanya.
Di hadapannya, Wei Jian berdiri dengan tangan di saku, wajahnya tetap tenang seperti biasa—begitu berwibawa, begitu tak tergoyahkan. Pria itu masih tampan meski usia telah menggoreskan sedikit garis halus di wajahnya.
Malam ini, Susan bisa merasakan ada sesuatu yang berbeda.
Dan firasatnya benar.
"Kita sudah sampai di akhir, Susan," Wei Jian akhirnya membuka suara, suaranya rendah tetapi terdengar tajam.
Susan mendongak, menatap pria itu dengan sorot mata dingin. "Akhir? Kau ingin mengakhiri sesuatu yang bahkan belum dimulai?"
Wei Jian tersenyum kecil, seolah jawaban Susan sudah ia duga. "Kita sudah cukup lama bermain, Sayang. Kau tahu ini tidak bisa bertahan selamanya."
Susan tertawa kecil, tetapi ada kebencian di balik tawanya. "Selama ini, kau yang mengajariku bahwa dunia ini hanya milik orang-orang yang cukup kuat untuk mengambilnya. Tapi lihat siapa yang sekarang ingin pergi?"
Wei Jian menghela napas, matanya menatap Susan dengan sedikit rasa kasihan. "Aku memberimu segalanya, Susan. Pendidikan, koneksi, kekuasaan. Kau tidak akan menjadi seperti ini tanpa aku."
Susan menggertakkan giginya. "Dan kau pikir aku harus berterima kasih, lalu menerima begitu saja ketika kau membuangku seperti sampah?"
Pria itu tidak langsung menjawab. Ia hanya menatap Susan dengan ekspresi yang sulit ditebak—kombinasi antara rasa sayang dan ketegasan seorang pria yang tahu bahwa keputusannya sudah final.
"Aku sudah menemukan seseorang yang lebih cocok," katanya akhirnya.
Susan tersenyum sinis. "Lebih muda? Lebih liar? Atau lebih plastik?"
Wei Jian tidak membantah. "Wanita itu bisa memberiku sesuatu yang kau tidak bisa lagi berikan."
Sesuatu yang aku tidak bisa berikan?
Susan merasa seperti ditampar.
Sentuhan itu…
Pikiran Susan berputar liar, kembali ke malam bertahun-tahun lalu, saat Wei Jian pertama kali mengambilnya.
Malam di mana ia memberikan segalanya kepada pria ini.
Wei Jian begitu lembut malam itu, begitu sabar. Ia memeluk Susan dengan penuh kepemilikan, membisikkan kata-kata yang membuatnya percaya bahwa ia istimewa. Bahwa dirinya satu-satunya wanita yang akan dimiliki pria itu.
Tangannya menelusuri kulitnya, bibirnya membelai dengan penuh kesabaran…
Dan akhirnya, saat ia menyerahkan dirinya sepenuhnya—saat dinding itu jebol dan rasa sakit menusuk perutnya—Wei Jian membisikkan sesuatu di telinganya:
"Kini kau benar-benar milikku, Susan."
Saat itu, Susan percaya.
Ia percaya bahwa dirinya telah menjadi milik pria ini selamanya.
Tapi lihat sekarang…
Wei Jian tidak pernah menginginkannya selamanya.
Wanita itu bisa memberiku sesuatu yang kau tidak bisa lagi berikan.
Susan menggigit bibirnya, menatap pria itu penuh kebencian.
"Jika aku menikah," ucapnya pelan tetapi dingin, "aku akan menikah dengan pria paling kuat di negeri ini. Aku tidak akan pernah menjadi wanita yang bisa ditinggalkan seperti ini lagi."
Wei Jian tersenyum tipis. "Ambisi itu akan menghancurkanmu, Susan."
Susan mengangkat dagunya, matanya berkilat. "Tidak, Wei Jian. Ambisi inilah yang akan menyelamatkanku."
Pintu tertutup.
Dan malam itu, Susan berjanji pada dirinya sendiri.
Ia tidak akan menjadi wanita yang ditinggalkan lagi.
Jika ia menikah, ia akan menikah dengan pria paling kuat di seluruh negeri.
Seorang pria yang tidak bisa meninggalkannya.
Seorang pria yang tidak bisa menggantikannya.
Seorang pria yang hanya akan memiliki dia—dan tidak akan pernah bisa melepaskannya.
Malam itu, Susan yang lama mati.
Yang tersisa hanyalah wanita yang akan mengambil segalanya.
Susan kembali ke dirinya saat ini. Ia menatap Edward yang telah menguras energinya. Ia menghapus air matanya yang jatuh tanpa ia minta.
Susan menatap langit-langit kamar dengan mata kosong. Wei Jian—menteri ekonomi yang kini dihormati banyak orang—dulunya adalah pria yang memperkenalkan dunia ini padanya.
Lelaki beristri itu terlalu piawai dalam permainan ini.
Pria yang lebih tua, lebih berpengalaman, dan lebih berbahaya dari Edward.
Saat pertama kali bertemu dengannya, Susan masih terlalu naif, terlalu hijau untuk mengerti bahwa dirinya sedang dipersiapkan sebagai permainan seorang pria dewasa. Wei Jian tidak hanya memberinya pendidikan, uang, dan posisi tinggi sebagai direktur Neo Bank—tetapi juga mengajarinya bagaimana menaklukkan pria seperti Edward.
Dan sekarang, lihatlah… hasilnya sempurna.
Susan menoleh menatap Edward yang terlelap di sampingnya. Nafas pria itu masih berat, tubuhnya yang berkeringat masih berkilat di bawah cahaya redup kamar.
Edward… kau begitu yakin telah menang, bukan?
Susan tersenyum kecil.
Wei Jian dulu juga pernah berbisik hal yang sama di telinganya, setelah malam-malam panjang mereka yang penuh gairah. "Aku pria paling beruntung di dunia karena memilikimu, Susan."
Lalu, apa yang terjadi setelah itu?
Pria itu meninggalkannya untuk wanita yang lebih muda, lebih liar—wanita yang konon katanya memiliki sesuatu yang lebih plastik.
Ironisnya, dari sanalah Susan belajar.
Jika pria menginginkan kesucian, maka ia akan memberikannya. Jika pria tergila-gila pada kepolosan, maka ia akan menjadi wanita paling polos yang pernah ada. Jika pria ingin sesuatu yang belum pernah disentuh siapa pun… maka ia akan membuat dirinya terlihat seperti itu.
Susan tersenyum puas.
Wei Jian mengajarinya permainan ini.
Tapi kali ini, ia tidak akan menjadi bidak yang bisa dibuang begitu saja.
Edward akan mengikutinya.
Edward akan tunduk padanya.
Dan jika tidak?
Maka nasibnya tidak akan jauh berbeda dengan Ethan… atau Wei Jian.
Susan mengusap lembut pipi pria di sampingnya, lalu menutup matanya.
Malam ini, Edward berpikir ia telah menaklukkan wanita yang paling suci yang pernah ia sentuh.
Tapi sebenarnya, Susan-lah yang menaklukkan dirinya.
Sesaat setelah Susan menutup mata, Edward membuka matanya lebar.
Ia tidak benar-benar tertidur.
Dari awal, ia hanya menunggu.
Menunggu saat di mana Susan merasa puas karena berpikir telah menang.
Ia menoleh, menatap punggung wanita itu yang bergetar halus karena isakan tertahan. Rambutnya yang panjang berantakan di atas bantal, pundaknya sedikit naik turun saat bernapas.
Kau menangis karena telah menyerahkan milikmu, huh?
Edward menyeringai. Betapa menyedihkan.
Ia menyesap udara, mengingat kembali bagaimana tubuh Susan terasa begitu rapat, begitu sulit ditembus—sesuatu yang membuatnya frustrasi sekaligus menikmati tantangan itu.
Tapi sekarang, setelah ia berhasil menaklukkannya…
Lalu apa?
Ia menyibakkan selimut, membiarkan udara dingin malam menampar tubuh telanjangnya.
Perawan Susan tidak akan membeli harga dirinya.
Perawanmu tidak lebih dari ilusi, Susan.
Yang ia butuhkan hanyalah kekuasaan.
Susan bisa merasa menang karena membuatnya tergila-gila, tetapi ia tidak tahu bahwa dalam permainan ini, Edward tidak pernah kalah.
Setelah aku menjadi kaya, aku bahkan bisa mengganti perawan setiap hari.
Kau hanya perlu mengingat kalender, Susan. Menghitung mundur kapan aku bosan dan kapan aku akan membuangmu.
Edward terkekeh tanpa suara.
Ia tidak punya belas kasihan.
Wanita ini mungkin berpikir bisa mengendalikan dirinya, tetapi yang tidak Susan sadari adalah—ia hanya pion dalam permainannya.
Ia melirik ke sisi ranjang, di mana ponselnya tergeletak.
Tangannya mengambilnya dengan cekatan, membuka layar, lalu mengetik pesan dengan cepat.
—Sang pembunuh sudah aku siapkan. Kau hanya perlu mengantarkan racunnya untukku saat ini sebelum matahari benar-benar naik.
Pesan terkirim.
Edward tersenyum puas.
Besok, dunia akan kehilangan satu Ethan.
Dan ia akan mendapatkan semuanya.
Kekayaan. Kekuasaan. Wanita.
Ia menatap Susan yang masih diam, terjebak dalam pikirannya sendiri.
Nikmati kemenangan kecilmu, Susan. Karena sebentar lagi, kau akan tahu siapa yang benar-benar mengendalikan permainan ini.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Fashion House bukan sama dengan Rumah Mode dalam bahasa?