NovelToon NovelToon
Not Life In A Dream

Not Life In A Dream

Status: sedang berlangsung
Genre:Spiritual / Cintamanis / Model / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:2.4k
Nilai: 5
Nama Author: Salsa Salsa

Dipaksa pulang karena suatu perintah yang tak dapat diganggu gugat.
ya itulah yang saat ini terjadi padaku.
seharusnya aku masih berada dipesantren, tempat aku belajar.
tapi telfon hari itu mengagetkanku
takbisa kuelak walaupun Abah kiyai juga sedikit berat mengizinkan.
namun memang telfon ayah yang mengatas namakan mbah kakung tak dapat dibantah.
Apalagi mbah kakung sendiri guru abah yai semakin tak dapat lagi aku tuk mengelak pulang.

----------------------------------
"entah apa masalahmu yang mengakibatkan akhirnya kita berdua disini. tapi aku berharap kau tak ada niat sekali pun untuk menghalangiku menggapai cita2ku" kataku tegas. takada sama sekali raut takut yang tampak diwajahku

masabodo dengan adab kali ini. tapi rasanya benar2 membuatku ingin melenyapkan seonggok manusia didepanku ini.

" hei nona, bukankah seharusnya anda tidak boleh meninggikan suara anda kepada saya. yang nota bene sekarang telah berhak atas anda" katanya tak mau kalah dengan raut wajah yang entah lah.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Salsa Salsa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 2

BAB 2

Entah hanya aku yang kepedean atau itu memang beneran kalau keempat ibu- ibu itu memperhatikanku. Setelah ajang perkenalan dadakan oleh mbah uti yang kukira hanya perkenalan biasa. Ternyata lebih keajang promasi diri menurutku tapi karena rasa ta’dhimku pada beliau dan juga sejujurnya takut sama ibu kalau aku tiba- memotong pembicaraan akhirnya aku hanya bisa diam dengan sesekali mengumbar senyum yang sepertinya lebih terlihat cengiran ganjil.

“Nak Aliya ini berarti sekarang di Pasuruan ya”. Kata salah satu ibu yang menurutku lebih tua beliau dari pada ibuku.

“Iya bu”. Jawab ku sambil sedikit senyum. Jujur aslinya aku rada canggung sih saat ini. Dan masih banyak lagi pertanyaan- pertanyaan yang semuanya ditunjukkan padaku.

Kita keluar saat azam asar berkumandang dari dalam masjid pondok. Menuju penginapan pesantren yang khusus untuk tamu putri.

Disini para tamu ndhalem diberi fasilitas tempat penginapan yang bebas digunakan tampa ada batas waktu bagi siapapun. Dengan dibedakan antara penginapan putri dan juga penginapan putra.

Kukira saat aku selesai sholat berjama’ah di masjid dengan ditambah ngobrol sama beberapa santri senior yang sudah kukenal lama keempat ibu- ibu itu sudah pulang. Tapi ternyata anganku itu salah. Mereka masih berada di penginapan dan lagi malahan sekarang ibuku pun sudah mulai akrab dengan mereka.

“Kak kemana aja kok lagi balik”. Sapa ibu saat melihatku melewati grombolannya itu.

“Dari masjid bu, tadi gak sengaja jejeran shof sama mbak Ima anak ndhalem itu lo. Terus ya ngbrol deh”. Jawab ku sambil cengengesan.

Tampa melanjutkan obrolan kulangkahkan kakiku kesalah satu kamar disini yang kutempati bersama ibu.

*******

Kulihat wajah ayah tegang saat mendatangi penginapan putri. Juga tampak wajah gelisahnya saat bertatapan denganku yang kebetulan berada diserambi penginapan sendirian.

“Tolong panggilin ibu kak”. Kata ayah setelah sekian detik bertatap muka denganku “cepat kak”. Tambahnya yang masih saja gelisah. Atau malah semakin gelisah.

Akhirnya aku pun langsung berlari masuk penginapan saat kalimat kedua ayah terucap.

Sejujurnya aku pun ikut gelisah dan juga dengan rasa kepo yang begitu besar.

Aku tak tau apa yang sedang mereka bicarakan tapi sepertinya bukan hal yang remeh. Dengan ibu yang langsung mengikuti ayah pergi meninggalkan penginapan sudah pasti ada hal yang tidak beres sedang terjadi.

Sepeninggal kedua orang tuaku tampa kuduga ada ibu Lilik mendekatiku diteras penginapan. Salah satu dari keempat ibu- ibu tadi yang ku tahu namanya saat beliau sedang ngobrol bersama ibu sore tadi.

Dengan senyum yang terlihat begitu hangat dengan suara santri yang terdengar samar malam ini juga suasana hatiku yang entah kenapa mulai gelisah sepeninggal orang tuaku.

“ Kamu ada pacar nak”. Tanya beliau saat sudah duduk dekat denganku lesehan diteras penginapan.

Aku sedikit kaget saat beliau tiba- tiba bertanya hal yang sedikit privasi.

“Ooo, gak ada bu. Kenapa ya?”. Jawabku sedikit kikuk. Sejujurnya aku termasuk orang yang sedikit susah bergau dengan orang baru.

“Oh. Syukur deh kalo nak Aliya ini gak ada pacar”. Kata beliau sedikit tertawa. “Kalo seseorang yang nak Aliya suka ada gak?”. Tanyanya lagi seperti mengintrogasi walaupun dengan mimik penuh senyum dan tutur yang begitu halus.

“Gak juga bu. Saya gak ada deket sama cowok. Palingan temen pun itu temen yang sama- sama satu tempat tugas aja bu”. Jawabku jujur.

“Alhamdulillah”. Gumam bu Lilik yang masih dapat kudengar.

Selebihnya hanya percakapan ringan yang terjadi antara kami dengan aku yang yah masih sedikit kikuk. Kami meninggalkan teras penginapan sat adzan isya’ berkumandang. Bergegas masuk untuk bersiapa pergi kemasjid.

Sampai sholat isya selesai dan kami para tamu pergi menuju ndhalem untuk makan malam bersama kedua orang tuaku belum ada tanda- tanda akan kembali.

Saat acara makan selesai pun belum ada tanda- tanda bahwa kedua orang tuaku akan muncul. Sampai saat kutanya pada adikku pun dia juga tidak tahu kemana perginya kedua orang tua kami.

Setelah makan selesai aku diminta mbah uti untuk menyuguhkan minuman kepada beberapa bapak- bapak yang berada di ruang tamu putra. Hal yang menurutku janggal. Karena biasanya orang yang menyuguhkan minum kepada tamu putra itu adalah para santri putra. Tak masalah sebenarnya saat aku diminta untuk menyuguhkan minuman untuk tamu. Apa lagi mbah putri sendiri yang mengutus itu bisa khidmah pada beliau sebisaku. Tapi bingungku kenapa harus di tempat tamu putra.

Walau perasaanku tak nyaman kulakukan apa yang diminta mbah putri tadi padaku. Membawa empat cangkir teh hangat dengan salah satu cangkir sedikit berbeda dengan cangkir lainnya. Aku tau cangkir itu adalah cangkir favorit mbah kakung yang tak mau menggunakan cangkir selain cangkir itu dan itu juga berarti beliau ada di dalam sana.

Setidaknya aku bisa sedikit bernafas lega dengan adanya mbah Kakung.

Kuucap salam lirih dan malah berharap tak ada yang mendengarnya saat ini. Sampai mbah kakung sadar dengan keberadaanku.

“Mriki nduk”. Kata beliau mempersilahkanku untuk menyuguhkan minum.

“Niki Aliya pak. Putrane pak Lutfi yang tadi itu”. Kata beliau yang tiba- tiba mengenalkanku pada para tamu disela kegiatanku yang masih menyuguhkan minim.

“O iya pak kiyai”. Jawab salah satu bapak- bapak dari tiga orang tamu yang berada disana.

“Sampean masih nok Pasuruhan kan dok”. Tanya belau kepadaku yang sudah akan segera meninggalkan tempat itu.

“Enggih mbah kung”. Jawabku singkat masih dengan posisi menunduk ta’dhim kepada beliau.

Perasaan tak enakku tadi kembali datang dengan adanya pertanyaan mbah kung ini.

*******

Sekitar pukul sembilan malam akhirnya ibu kembali ke penginapan. Saat rasa ingin tau ini sudah begitu membuncak ibu langsung membawaku untuk segera masuk kedalam kamar yang akan kami tempati untuk malam ini.

Tiba- tiba ibu memelukku erat tanpa memberiku kesempatan untuk bertanya ‘ibu dari mana, ibu kenapa’, dan juga beberapa pertanyaan yang sejujurnya sudah menggunung diotakku. Tapi kembali lagi pelukan ibu yang sejujurnya sudah sangat jarang sekali kurasakan benar- benar membuat semua hal yang ada didalam kepalaku luruh entah kemana.

“Ibu nangis?”. Tanyaku akhirnya saat kurasakan pundakku basah yang pastinya dari air mata.

Entah hatiku hancur. Semakin erat ibu memelukku saat kata itu telah berhasil meluncur indah dari mulutku.

Pun hanya gelengan dan juga gumaman yang tak jelas kudengar sebagai jawaban ibu dari pertanyaanku barusan.

“Maaf ya kak. Maaf in ibu sama ayah ya kak”. Akhirnya keluar juga sebuah kalimat dari mulut ibu yang sejujurnya sama sekali tak kumengerti apa maksudnya.

“ Ibu dari mana sama ayah tadi”. Tanyaku tanpa mau menanggapi perkataan ibu barusan.

“ Maaf ya kak. Maafin ibu ya sama ayah”. Kami sayang banget sama kakak”. Katanya lagi dengan berurai air mata yang tanpa kusadari ternyata telah menular kemataku.

“Ibu tuh kenapa sih. Ngomong yang jelas dong kakak gak ngerti tadi kalian tiba- tiba pergi terus sekarang balik- balik malahan katak gini. Sebenarnya kenapa?”. Kataku sambil juga ikut berurai air mata.

1
Nurul Awula
up lagi dong tor ♥️
Nurul Awula
penasaran banget udah ini cerita kamu bikin nagih tor ♥️🤭
Nurul Awula
tor ayo up dong tor😌
Nurul Awula
masih tetap menunggu tor ♥️😊
sabil: ok tunggu ya kak🫶🫶🥰🥰🥰
total 1 replies
sabil
malam ya kak ya.
kalo siang ada jadwal yang lebih penting.
makasih ya dukungannya🙏🙏🫶🫶
Nurul Awula
aku selalu menunggu nya tor sehari sampe tiga kali cek hp udah up atau belum ♥️🤭
Nurul Awula
up dong tor cinta banget sama alur ceritanya ♥️
sabil: sabar ya kak
total 1 replies
Gái đảm
Nggak percaya aku bisa habisin baca cerita ini dalam sehari!
Yusuo Yusup
Bikin terinspirasi.
sabil: makasih kak
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!