NovelToon NovelToon
Deepen The Role: Water Flow

Deepen The Role: Water Flow

Status: tamat
Genre:Tamat / Cintapertama / Spiritual / Vampir / Manusia Serigala / Mengubah Takdir / Keluarga
Popularitas:396
Nilai: 5
Nama Author: LIMS OFFICIAL

"Cahaya akan menuntun kita pulang"

Setelah berhasil berbagai masalah dengan para vampir, Benjamin justru dihadapkan kembali dengan masalah lainnya yang jauh lebih serius. Dia dan teman-temannya terus menerus tertimpa masalah tanpa henti. Apakah Benjamin dan yang lain bisa mengatasi semua ini?

Mari kita simak kembali, bagaimana kelanjutan kisah Benjamin dan yang lainnya!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LIMS OFFICIAL, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Rules

"Kau sungguh merepotkan, sepertinya aku harus mematahkan setiap bagian tubuhmu" ujar pria itu menyeringai. Benjamin berusaha bangkit berdiri menahan sakit pada kakinya.

Pria itu berhasil membuatnya pincang. "Merepotkan" gumam Benjamin memegangi kakinya yang mulai mengeluarkan darah.

"Sial-" gumam Benjamin ketika pria itu mencekiknya. "Dengan begini, kau akan mati" gumam pria itu tersenyum senang.

"Gunakan tipuan, nak. Jika kau melawan sekarang, justru kau akan mati" mendengar itu Benjamin mulai mencari cara.

Ia menemukan caranya. "Lemah sekali" gumam pria itu tertawa kecil, ketika mendapati Benjamin tidak lagi melawan. Ia mencari sebuah benda, untuk menusuk Benjamin.

Namun, "Sialan" gumam pria itu terkejut ketika Benjamin menusuk jantung pria itu. "Justru kau yang akan mati" ujar Benjamin segera merobek leher pria itu.

Benjamin mengeluarkan korek api, lalu ia segera melemparnya pada tubuh pria itu. Setelahnya, Benjamin menyusul ke tempat Joseph. Ketika Benjamin hampir sampai, "Mundur, nak. Mereka banyak, dan kelompok Canis sudah kabur" Benjamin terkejut.

"Joseph" gumam Benjamin khawatir. "Dia sudah di tempat yang aman. Tenang saja" Benjamin merasa lega. Ia akhirnya berbalik badan dan hendak pergi.

Namun, "Halo, nak" sapa seorang wanita pada Benjamin. Ia menghentikan langkahnya. "Dia vampir" Benjamin mundur perlahan.

"Sepertinya kau mengetahui aku siapa" ujar wanita itu tersenyum. Wanita itu mulai maju mendekati Benjamin. "Hati-hati, nak. Dia akan menyerangmu!" Benjamin segera menangkis tinjuan wanita itu ketika lawannya tersebut tiba-tiba memberikan serangan.

"Wah, kau sepertinya akan sedikit merepotkan untuk ditangani" gumam wanita itu terkesan. Wanita itu menyerang semakin cepat.

"Maaf sekali, nak. Kau terlalu ceroboh, aku jadi melukaimu sedikit" ujar wanita itu tersenyum misterius. Benjamin mulai merasakan perih di lengan kanannya.

"Apa ini?!" gumam Benjamin memegangi lengannya. Ia berlutut memegangi lengannya yang menerima rasa sakit yang hebat. Lengannya seperti digigit oleh binatang buas.

"Racunku sepertinya berfungsi dengan baik" gumam wanita itu menunjukkan senjatanya. Ia menjilat darah Benjamin yang ada di sana.

"Apa yang harus kulakukan?!" batin Benjamin panik. Wanita itu mulai mendekati Benjamin, hendak menghabisinya segera. Nafsu membunuhnya sepertinya tertunda sejak lama.

"Selamat menikmati penderitaan siksa ini, anak muda" ujar wanita itu hendak menusuk kepala Benjamin. Namun, "SIALAN" teriak wanita itu segera ketika seseorang berhasil mencampakkan dirinya menabrak pohon.

"Ben!!" seseorang memanggilnya. Benjamin mulai kehilangan kesadarannya akibat racun yang menggerogoti tubuhnya sekarang.

Rain tiba tepat waktu. "Apa yang terjadi?!" Rain menjadi panik ketika darah pada luka Benjamin tidak kunjung berhenti mengalir.

"Tanganku, rasanya seperti digigit" gumam Benjamin meringis kesakitan. "Kalian pikir ini sudah selesai?" tanya wanita itu kembali bangkit. "Menyebalkan sekali" gumam Rain kembali pada wujud serigala.

Wanita itu terkejut. Ia mundur beberapa langkah sejenak. Rain dengan cepat menerkam wanita itu dan mencabik-cabik leher lawannya. Ketika kepala wanita itu sudah terputus, Rain kembali pada wujud manusia.

"Ben, tenanglah. Apa kau bisa berjalan?" tanya Rain berlutut di hadapan Benjamin. "Kakiku bahkan tidak sanggup berdiri" jawab Benjamin memegangi tangannya.

"Ben.."

"Ben"

"Ben!!"

......................

"Astaga, aku.. di mana?" gumam Benjamin perlahan membuka matanya. "Akhirnya.. apa yang terjadi padamu, nak?" tanya Bernandez khawatir. "Ayah" gumam Benjamin mengubah posisinya menjadi duduk.

"Tanganku.." gumam Benjamin meringis kesakitan. "Kau baik-baik saja, nak? Untung saja Rain cepat-cepat membawamu kemari" tanya Justin seraya memberitahu apa yang sudah dilakukan Rain, demi menyelamatkannya dari kematian.

"Di mana wanita itu? Dia yang menyerangku dengan senjata yang dilumuri racun. Dia-" ucapan Benjamin terputus melihat Joseph.

"Dia sudah kubunuh, nak. Wanita itu punya hasrat membunuh yang luar biasa. Dia lebih dulu melukai kami, lalu mencarimu" jawab Rain bersandar di pintu masuk.

"Mengapa tiba-tiba saja mereka menyerangnya?" tanya Bernandez terheran namun raut wajahnya menunjukkan ia marah dan begitu kesal.

"Aku melepas penandanya" jawaban itu membuat Justin terkejut. "Penanda?" gumam Bernandez tidak mengerti maksud mereka.

"Sulit menjelaskannya, Bernan. Tapi yang pasti, dengan adanya penanda itu, jejak Benjamin di manapun ia berada tidak akan terdeteksi. Sebagai gantinya, serigala lah yang akan mudah dideteksi. Ketika dilepas, maka mereka bisa mengetahui keberadaan Benjamin dengan cepat. Dan sama halnya, serigala yang melepas penanda akan sulit ditemukan"

Penjelasan itu membuat Joseph menunduk dalam. "Kenapa kau melepasnya, nak?" tanya Justin terheran. "Karena aku sumber masalahnya" jawab Benjamin segera.

"Tidak. Kau bukan sumber masalahnya"

"Ayahmu bahkan sudah menjelaskan bagaimana cara kerja penanda Canis"

"Tapi kau bukan sumber masalah, Ben. Aku melakukannya karena-"

"Karena kau takut aku manusia yang lemah ini dan tidak tahu apa-apa, justru harus terlibat dengan urusan Canis dan Ruby lebih jauh bukan? Kau takut aku dibunuh karena kelemahan yang kumiliki bukan?"

Pertanyaan itu membuat Joseph terdiam. "Jangan bertengkar, bocah" saran Rain dengan santai seraya menikmati sebatang rokok.

"Kau tidak mendengar apa kata mereka? Mereka menjelaskan semuanya padamu, Josh" ujar Benjamin dengan tenang.

"Aku tahu akibatnya, Ben. Karena itulah aku enggan melepas penandanya, lihat sekarang. Kau berkali-kali hampir mati" jawab Joseph.

Benjamin menatapnya teduh. "Aku memang harus mendengarkan saran orang lain. Tapi aku Canis, aku juga punya pilihan dan keputusan yang bisa aku buat sendiri" gumam Joseph.

"Jadi kau merasa tidak berguna sekarang setelah kau melepas penandanya, dan mengetahui apa yang terjadi pada Benjamin?" tanya Justin mencoba menenangkan suasana.

"Ya!" jawab Joseph tegas. "Aku tidak bisa bergantung pada kekuatanmu, Josh" ujar Benjamin lagi. Joseph tertegun mendengarnya.

"Kita tidak sama. Kau harus patuh pada aturan sukumu, dan aku juga harus menjalani kehidupanku sebagai manusia. Kau penerus selanjutnya bukan? Jika aku terus menerus bergantung padamu, kau bisa saja dengan cepat menemui ajalmu. Justru aku yang akan terlihat menjadi sampah dan beban yang tidak berguna untukmu" Joseph semakin terdiam.

Setelahnya, Joseph memilih pergi dari ruangan itu. "Josh!!" panggil Justin namun nihil, putranya tidak lagi melanjutkan perdebatan itu. "Aku yang akan berbicara padanya, tenang saja" ujar Rain menyusul Joseph segera.

Benjamin terdiam melihat situasi itu. "Apa aku salah mengatakannya?" gumam Benjamin menunduk dalam. "Kau mengatakannya dengan baik. Biarkan Rain berbicara padanya" jawab Justin segera.

Di sisi lain, "Hey, sobat" sapa Rain segera duduk di samping Joseph yang melamun di teras.

"Kau sudah 18 tahun?" tanya Rain meletakkan sekaleng bir di antara mereka. "Jikapun aku sudah berusia 18 tahun, sepertinya aku tidak akan menyentuh minuman itu" jawab Joseph seraya terkekeh.

"Kau tidak harus merasa keras pada diri sendiri, nak" ujar Rain masih menikmati sebatang rokok yang belum habis. "Ini hanya soal keselamatannya saja, Rain" jawab Joseph tertawa kecil.

"Lalu keselamatanmu?" tanya Rain bersandar. Joseph tidak segera menjawab. "Aku bisa menjaga diri" jawab Joseph lagi. "Selamanya? Kau pikir kau tidak bisa mati?" tanya Rain lagi menatap Joseph santai.

"Hey, dude. Dia terlalu naif untuk menghadapi masalah seperti ini. Dia manusia dan tidak tahu apapun" jawab Joseph lagi. Rain tertawa mendengarnya. "Apa yang lucu?" tanya Joseph kesal. Rain menatapnya lalu tersenyum tenang.

"Justru kau yang naif, nak" jawab Rain segera. Joseph terdiam mendengarnya. "Walaupun dia seorang manusia, dia juga bisa menghadapinya. Bernandez pasti mengajarinya cara mempertahankan diri sejak kecil" ujar Rain.

"Tapi lihat, dia berkali-kali hampir mati bukan?" tanya Joseph segera. "Hampir bukan?" tanya Rain balik. Joseph terdiam lagi. Berbicara dengan Rain harus mampu memutar otak.

"Aku yakin kau begitu ingin melindunginya, karena kau tidak ingin apa yang terjadi pada Damian terjadi lagi padanya. Kejadian masa lalu yang buruk, karena kau gagal melindungi sahabatmu" ujar Rain menatap lurus.

"Menjadi beban itu hal menyedihkan" gumam Joseph tanpa sadar seraya menunduk. "Kau mau melihat sesuatu yang tidak pernah aku tunjukkan?" tawar Rain tersenyum.

Joseph menatapnya sejenak lalu mengangguk-angguk kecil. "Tunjukkan saja" perintah Joseph yang penasaran.

Rain membuka bajunya, Joseph segera memberikan jarak. "Apa yang kau lakukan?" tanya Rain terheran. "Aku normal" jawab remaja itu. Rain tertawa kecil mendengarnya.

Ketika pria itu benar-benar telanjang dada, "Luka apa itu?" tanya Joseph terkejut. Ada sebuah luka panjang di punggung Rain. Titik awalnya dari leher sampai ke pinggang.

"Ini kudapat sekitar 10 tahun yang lalu. Aku pikir bisa hilang, ternyata ini jadi kenanganku ketika aku masih menjadi sampah" jawab Rain tertawa kecil.

"Apa yang terjadi?" tanya Joseph penasaran. "Sama seperti kau dan Damian. Bedanya, walaupun aku mencoba menyelamatkannya, dia tetap tidak selamat" jawab Rain menatap lurus seraya menyunggingkan senyum berbeda.

Joseph mendengarnya tidak percaya. "Kenapa?" tanya Rain terheran. "Dia?" gumam Joseph penasaran. "Sahabatku" jawab Rain.

"Aku memanggilnya Ed, dia serigala bulan purnama" Rain mulai menjelaskan. "Lalu apa yang terjadi padanya?" tanya Joseph semakin penasaran. Rain terkekeh.

"Kami berdua sering bekerja sama ketika ayahmu memberikan tugas. Ed orang yang sangat baik dan mudah tersenyum. Hari itu kami masuk di wilayah Ruby, setelahnya kami mendapat serangan. Dia lebih dulu terluka dan terkapar. Aku meraihnya dan melindunginya, dan itulah latar belakang lahirnya luka ini. Namun walaupun aku berhasil membawa Ed, dia tidak bisa diselamatkan"

Joseph yang mendengarnya tertegun. "Aku merasa tidak berguna saat itu. Aku sempat kehilangan arah dan berpaling dari aturan yang dibuat oleh Canis. Sampai-sampai aku pernah berurusan dengan Ruby untuk kedua kalinya" tambah Rain terkekeh mengingat hal-hal buruk yang pernah ia lakukan.

"Jadi maksud dari cerita lamamu?" gumam Joseph menunduk bingung. "Semua akan bertemu kematian. Bahkan sekalipun kau melindungi Benjamin dengan kekuatanmu, dia juga bisa mati" jawab Rain segera.

"Kuharap pertemananmu dengannya tidak rusak karena hal ini" ujar Rain kembali menikmati bir itu. "Sama seperti kekasihnya, keluarganya tidak akan bisa melindunginya seumur hidupnya. Pada dasarnya, semua mahluk akan menemui kematian dan kita tidak bisa memilih harus mati dengan keadaan apa" pesan Rain di akhir.

...****************...

"Tidak masuk sekolah?" Benjamin terkejut mengetahui Joseph tidak bersekolah hari ini. "Dia mengirimkan surat izin tidak masuk" jawab Carla yang kebetulan mendapat jadwal kelas yang sama dengan Joseph.

Benjamin dan Marella saling memberikan pandangan. Siangnya sepulang sekolah, Benjamin ditemani Marella mendatangi sebuah rumah keluarga menetap. Keluarga Rothrout.

"Dia tidak di rumah sejak tadi malam?" tanya Benjamin terkejut. "Setelah kau dan Bernandez pulang, dia tidak ada di rumah. Aku pikir dia sedang mencerna masalah yang terjadi. Tapi ini adalah waktu yang terlalu lama untuk berpikir" jawab Ocla yang khawatir.

"Tidak di rumah?" tanya seseorang dari belakang mereka. Keduanya berbalik, dan menemukan Damian juga datang hendak mengunjungi Joseph hari itu.

"Damian? Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Benjamin penasaran. "Hah? Joseph tidak memberitahumu?" tanya Damian balik.

"Memberitahu apa?" tanya Marella penasaran. "Dia mengirimku pesan tadi malam dan mengajakku berjumpa dengan seseorang. Tapi sejak pagi dini hari, aku tidak menerima respon apapun setelah aku membalas pesannya" jawab Damian menunjukkan bukti.

"Kenapa dia tidak memberitahumu?" tanya Damian terheran. Benjamin terdiam. "Kami, beradu mulut" jawab Benjamin segera.

Damian menghela nafas memaklumi. "Telepon?" gumam Marella menerima panggilan telepon dari seseorang. "Siapa?" tanya Benjamin penasaran. "Veronica" jawab Marella segera mengangkat telepon itu.

"Halo?" Marella bergumam pelan. "Kau di mana? Dengan siapa? Apa kau bersama Benjamin?" tanya Veronica. Nada teleponnya tampak seperti panik. "Ya, aku dengannya dan kami berada di kediaman Rothrout. Apa yang terjadi? Mengapa kau begitu panik?" tanya Marella terheran.

"Susul Joseph ke bukit. Dia dihipnotis"

......................

"Untung saja kita berhasil membawanya kemari" seorang wanita tersenyum senang seraya mengelus kepala Joseph yang tidak sadarkan diri.

"Kenapa tidak langsung pria lumpuh itu saja kau bunuh? Pertahanan Canis salju sangat sulit ditembus" pria bersama wanita itu menjawabnya. Sisca dan Franz adalah nama mereka. Dua orang vampir.

"Dia ini bocah, tidak sulit memancingnya. Dia juga baru saja bertengkar dengan sahabat manusianya yang menyebalkan" Sisca mengambil senjatanya.

Ia siap untuk menyayat leher Joseph. "Kau melakukan apa?" tanya Franz bersandar di pohon dengan santai. Kepribadiannya yang tidak suka ikut campur cukup merepotkan Sisca yang suka 'menumbalkan' seseorang.

"Serigala salju punya kekuatan luar biasa. Jika aku meminum darahnya sedikit saja, pasti memberikan efek terbaik" jawab Sisca tersenyum lebar dan siap menancapkan pisau di tangannya ke leher Joseph.

"Mimpi indah, bocah" gumam wanita itu tersenyum. Ketika tangannya mulai bergerak. "Siapa itu?!" gumam Franz beranjak kaget. Seseorang dengan kecepatan kilat berhasil mencampak Sisca.

"Siapa yang berani menggangguku?!" Sisca tampak murka. Lagi-lagi, mereka kembali menerima serangan. "Jangan jadi pengecut, cepat keluar!" perintah Sisca kesal.

"Sialan! Siapa yang berani menyerangku?!" tanya Sisca semakin kesal. Ia terus menerus menerima serangan yang begitu cepat.

"Serigala ataupun manusia tidak akan secepat ini, tapi bagaimana mungkin si penyerang tidak memiliki aroma?!" batin Franz terkejut.

"Akhirnya" gumam Sisca tersenyum puas ketika ia berhasil mencampakkan seseorang yang menyerangnya ke sebuah pohon.

Ia mulai memfokuskan pandangannya. Dahi wanita itu segera berkerut ketika mengetahui siapa pelaku yang menyerangnya.

Itu hanya sebuah kayu. "KELUAR!!" teriak Sisca kesal. Pelaku akhirnya keluar dari tempat persembunyian. "Aku sudah menduga itu kau, Esperanda" ujar Franz memejamkan matanya.

Esperanda?

1
Leon I
terrimakasih banyak, yah! stay tune untuk Dear Dream🫵
palupi
padahal sempat geregetan jg sama jemma, eh taunya nyambung season 3.
lanjut deh thor... semangat 🙏👍💐
palupi
ok...
selamat berjuang /Good/
palupi
suka sama cerita model gini karena pertemanan mereka.
saling peduli, saling melindungi, saling berbagi.
setia kawan 👍❤️
Leon I
hehehe siap! terimakasih yah, nanti dibuatkan visual protagonis dan antagonisnya
palupi
tambah banyak tokohnya yg muncul.
sampe bingung mana kawan mana lwwan 🤭
semangat terus ya thor...❤
palupi
tambah seru...
lanjut thor 🙏❤️
Leon I
baik segera dilaksanakan tuan!!
palupi
luar biasa 👍
palupi
up lagi thor 🙏💕
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!