"Devina, tolong goda suami Saya."
Kalimat permintaan yang keluar dari mulut istri bosnya membuat Devina speechless. Pada umumnya, para istri akan membasmi pelakor. Namun berbeda dengan istri bosnya. Dia bahkan rela membayar Devina untuk menjadi pelakor dalam rumah tangganya.
Apakah Devina menerima permintaan tersebut?
Jika iya, berhasilkah dia jadi pelakor?
Yuk simak kisah Devina dalam novel, Diminta Jadi Pelakor
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunaya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2 Terima Saja
"Jadi apa yang kamu dan Sandra bicarakan?" ulang Gilang pertanyaannya. Karena sekretarisnya ini hanya diam saja.
Ragu! Itulah yang Devina rasakan saat ini. Dia ragu untuk memberitahu permintaan Sandra pada Gilang. Apa tanggapan pria itu tentang dirinya. Tapi, dia dan Gilang sudah terlanjur membuat kesepakatan.
Siang harinya, Gilang tidak sengaja mendengar percakapan Devina dengan Sandra yang datang ke Cakrawala Company. Istrinya mengajak Sekretarisnya makan siang bersama. Namun Gilang ada pertemuan dengan rekan bisnisnya. Karena Eki tidak bisa menemaninya, maka Gilang mengajak Devina. Akhirnya, Sandra memindahkan pertemuan mereka di malam hari.
Diperjalanan pulang dari bertemu rekan bisnis Cakrawala Company, Gilang berkata pada Devina, "Terima saja tawaran Sandra yang mengajak kamu makan malam," ucapnya.
"Baik Pak," jawab Devina patuh. Dia masih baru sebagai sekretaris, tentu saja tidak berani menolak perintah bosnya itu. Takut nasibnya akan sama dengan senior-seniornya terdahulu.
"Tapi kamu harus memberi tahu Saya, apa yang Sandra bicarakan," ucap Gilang. "Ini tugas tambahan!" tegas pria itu.
Karena itulah Devina berani kembali menginjakkan kakinya di cafe Art. Bahkan Eki diperintahkan langsung oleh Gilang untuk mengantar Devina ke cafe itu untuk menemui Sandra.
Sekarang pria itu menjemput Devina. Sepertinya dia sudah tidak sabar menunggu hingga esok hari, apa yang Sandra bicarakan dengan Devina.
"Katakan saja Devina," ucap Gilang setelah memperhatikan Devina yang terlihat ragu.
Devina ingin memberitahu Gilang. Masalahnya ada pak Bambang bersama mereka. Devina pun memperhatikan pak Bambang yang serius dengan kemudinya.
"Pak Bambang orang yang bisa dipercaya. Dia sudah menjadi sopir saya sejak saya masih kecil."
Devina mengerucutkan bibirnya. Sombong sekali bosnya ini. Tidak perlu dijelaskan jika dia sultan, sudah naik mobil dari dalam perut. Tidak seperti Devina yang harus jalan kaki ke sekolah, jika ayahnya tidak bisa mengantar.
"Tidak usah mengumpat," tegur Gilang.
Devina memalingkan wajahnya melihat Gilang. Bagaimana bosnya ini bisa tahu apa yang dia pikirkan. Jangan-jangan bosnya ini cenayang.
"Kenapa?" tanya Gilang.
Devina menggeleng. "Tapi bapak jangan marah dengan mbak Sandra," ucap Devina. Dia tidak ingin pasangan suami istri itu bertengkar. Meskipun permintaan Sandra sangat tidak masuk akal, bagi Devina.
"Katakan saja," balas Gilang.
Devina menarik napas panjang lalu menghembuskannya berlahan. "Menurut Bapak, Saya ini wanita seperti apa?" tanya Devina pada Gilang.
Gilang yang sebelumnya menghadap ke depan, kini menoleh pada Devina. "Kamu cerdas," jawabnya.
"Apa saya terlihat seperti wanita murahan?"
Gilang menyatukan alisnya. "Apa Sandra mengatakan kamu wanita murahan?"
Devina menggeleng. "Tidak secara langsung. Saya bukan wanita seperti itu. Tapi mbak Sandra minta Saya menggoda Bapak," ucap Devina sambil menghela napas.
Hening. Tidak ada lagi yang bicara setelahnya. Devina mengira Gilang marah, karena dia bicara buruk tentang Sandra. Padahal pria itu sedang memikirkan rencana apa lagi yang Sandra buat.
"Saya tidak bermaksud menjelekkan istri Bapak," ucap Devina memecah keheningan.
"Saya tahu," balas Gilang. "Kamu terima saja tawaran Sandra?" ucap Gilang lagi.
"HA!" Devina terkejut.
"Pak tolong jangan cap Saya sebagai wanita seperti itu. Saya bekerja murni mencari uang untuk membantu ayah saya membiayai sekolah kedua adik kembar Saya. Tidak ada niatan untuk mengoda rekan kerja, apa lagi atasan seperti Bapak. Saya wanita baik --- ."
"Saya tahu Devina," ucap Gilang memotong ucapan sekretarisnya ini.
"Kamu terima tawaran Sandra. Anggap saja ini tugas baru kamu, diluar tugas kamu sebagai sekretaris Saya," ucap Gilang menjelaskan.
"Mbak Sandra memberikan saya waktu dua hari untuk berpikir. Saya ju ---."
"Satu hari," ucap Gilang.
"Saya tunggu jawaban kamu besok malam," ucap Gilang lagi.
Dan tanpa terasa, mereka sudah sampai di kediaman orang tua Devina. Kembali Devina dibuat terkejut. "Darimana Pak Bambang tahu tempat tinggal Saya?" tanyanya.
Pak Bambang hanya tersenyum. Dia tidak berani menjawab. Takut salah bicara. Untung saja Gilang segera membantunya. "Dari alamat yang kamu masukkan di biodata karyawan," jawab pria tampan itu.
Devina tidak percaya begitu saja. Tapi berdebat dengan bosnya tidak mungkin dia lakukan. Jadilah Devina memilih diam saja.
"Terima kasih Pak Bambang, sudah mengantar Saya pulang," ucap Devina.
Saat gadis itu akan bicara dengan Gilang, pria itu justru membuka pintu dan turunan dari mobil. Devina mengikuti apa yang Gilang lakukan, dia turun dari mobil dan mendekati Gilang yang sudah berdiri di pintu gerbang halaman rumah orang tuanya.
"Terima kas ---."
"Masuk," ucap Gilang, yang lagi-lagi tidak membiarkan Devina menyelesaikan ucapannya.
Dan Devina hanya bisa menurut apa yang Gilang perintahkan. Dia membuka gebang untuk masuk. Saat berbalik untuk menutup gerbang, Gilang sudah mengekor di belakangnya.
"Saya akan menemui orang tua kamu," ucap Gilang sambil mengarahkan pandangannya ke teras.
Ayah Devina sudah menunggu anak gadisnya yang belum juga pulang. Tidak biasanya Devina pulang lebih dari jam tujuh malam, sejak dia bekerja di Cakrawala Company. Beda halnya saat putrinya itu masih bekerja sebagai asisten Elang. Waktu kerjanya tidak tetap, mengikuti jadwal syuting dan pemotretan Elang.
Melihat ayahnya menunggu di teras, Devina segera mendekat. Gilang kembali mengekor dan ikut mencium punggung tangan pria paruh baya tersebut.
"Saya Gilang Pak, atasan Devina. Maaf, malam ini putri Bapak pulang terlambat. Ada pekerjaan tambahan," ucap Gilang.
"Tidak apa-apa Pak Gilang. Terima kasih sudah mengantarkan putri Saya," balas ayah Devina.
Gilang tersenyum. Devina tidak percaya melihatnya. Selama satu bulan jadi sekretaris pria itu, baru kali ini Devina melihat GIlang tersenyum.
"Saya pamit pulang Pak," ucap Gilang.
Pak Dewa menggangguk. "Silakan," ucapnya.
***
Devina merebahkan tubuhnya di kasur setelah dia membersihkan diri. Dia ingin segera tidur. Mengistirahatkan tubuh dan pikirannya. Masalah permintaan Sandra dan Gilang, dia akan memikirkannya nanti, setelah lelahnya hilang. Biasanya Devina meminta petunjuk dengan sholat malam. Tapi dia sedang kedatangan tamu bulanan, membuat dia tidak bisa melakukannya.
Keinginan Devina untuk segera tidur terusik dengan suara panggilan telepon. Nada khusus yang dia sematkan untuk nomor yang memanggilnya saat ini, membuat jantung Devina bergetar. Sudah lama sekali, Elang tidak menghubunginya secara langsung. Biasanya pria itu menggunakan salah satu nomor adik kembarnya.
"Siapa pria yang bersama kamu di cafe Art, Nana?"
Boleh kah Devina marah dengan Elang? Devina tidak lagi bekerja dengannya. Mereka juga tidak memiliki hubungan apa-apa. Tapi pria itu masih saja ingin tahu dengan kehidupan pribadi Devina.
"Bos tempat aku bekerja," jawab Devina.
Sekesal apapun Devina pada Elang, ternyata hatinya masih saja lemah setiap kali bicara dengan pria itu. Perasaan itu masih sangat kuat, sekeras apapun Devina mencoba mengenyahkan perasaannya.
"Ada hubungan apa kamu dengan dia?" tanya Elang.
Devina mendengus. Elang yang ada diseberang sana bisa mendengarkan. "Aku berjanji pada ayah untuk menjaga kamu, Nana," ucap Elang.
"Ayah juga kenal dia bos aku," balas Devina. Dia tahu, itu hanya alasan Elang saja.
"Nan ---."
"Aku ngantuk," potong Devina.
"Aku ingin kamu kembali jadi asistenku, Na. Biar aku bisa tetap menjaga kamu," ucap Elang. Dia tidak peduli dengan alasan Devina.
Andai saja Elang tahu alasan Devina berhenti jadi asisten pria itu, mungkin dia tidak akan meminta Devina kembali bekerja dengannya. Sayangnya Devina tidak bisa memberi tahu Elang, jika tunangan pria itu yang memintanya mengundurkan diri jadi asisten Elang.
"Aku sudah nyaman dengan pekerjaan aku sekarang," tolak Devina permintaan Elang.
Setelah menyelesaikan panggilan telepon dari Elang, Devina segera mengnonaktifkan smartphone miliknya. Dan gadis itu benar-benar pergi ke alam mimpi, mengenyahkan semua masalah dan sesak yang dia rasakan. Hingga suara alarm membuat Devina terjaga.
Setelah siap dengan pakaian kerjanya, Devina turun untuk sarapan bersama orang tua dan kedua adik kembarnya. Kemarin dia sudah melewatkan makan malam bersama keluarganya, Devina tidak ingin melewatkannya lagi pagi ini.
Tiba di meja makan, Devina dibuat terkejut dengan keberadaan Elang dan Gilang. Dia sampai mengucek mata, mungkin dia sebenarnya masih berada di dunia mimpi. Sayangnya dia tidak sedang bermimpi.
"Itu Devi sudah turun," ucap bunda Helen.
"Nana, ayo sarapan bersama," ucap Elang sambil menarik kursi untuk Devina duduk.
Devina melihat kepada kedua adik kembarnya. Biasanya kedua anak laki-laki itu yang meminta Elang datang dan merepotkan pria itu. Padahal Devina sudah berkali-kali mengingatkan, untuk tidak merepotkan Elang lagi. Karena dia sudah tidak bekerja pada pria itu.
"Bukan kami," jawab Langit dan Bumi, bersamaan.
Tidak ingin memperpanjang masalah, Devina beralih pada Gilang. "Maaf membuat Bapak menunggu," ucap Devina.
Devina menyalahkan Gilang. Salah bosnya, baru mengirimkan pesan pagi ini, jika mereka akan menemui rekan bisnis Cakrawala Company sebelum ke kantor.
"Tidak apa-apa, Saya jadi bisa ikut sarapan bersama," balas Gilang.