Yessi Tidak menduga ada seseorang yang diam-diam selalu memperhatikannya.
Pria yang datang di tengah malam. Pria yang berhasil membuat Yessi menyukainya dan jatuh cinta begitu dalam.
Tapi, bagaimana jika pacar dari masa lalu sang pria datang membawa gadis kecil hasil hubungan pria tersebut dengan wanita itu di saat Yessi sudah ternodai dan pria tersebut siap bertanggung jawab?
Manakah yang akan di pilih? Yessi atau Putrinya yang menginginkan keluarga utuh?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Baby Ara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2
Hampir satu jam, Yessi dan Regan terkurung dalam lift. Tidak ada lagi pembicaraan antar keduanya sampai lampu hidup kembali dan pintu lift spontan terbuka.
"Makasih, mas," ucap Yessi menunduk sembari memberikan jaket Regan. Tanpa menunggu jawaban Regan, Yessi berlari menuju apart-nya.
Tapi, saat sedang mencari kartu. Yessi mendengar pintu di sampingnya berbunyi. Betapa terkejutnya Yessi, Regan berdiri disana.
"Eh Mas Regan, mau bersihin apart itu ya? Tapi, ini udah malam loh, mas."
Yessi tahu, Apart samping kanannya itu kosong. Alias, tidak berpenghuni.
"Saya tinggal disini."
Yessi mengerutkan dahi reflek. "Sejak kapan mas tinggal disitu?"
"Hari ini," ucap Regan lalu tanpa basa-basi lagi menutup pintunya. Meninggalkan Yessi yang keheranan.
"Tunggu, bagaimana mas Regan bisa tinggal disini? Ini kan apartemen elit. Emang cukup gaji OB buat tinggal disini?" gumam Yessi setelah masuk lalu melempar tasnya di sofa berada di ruang tamu.
Bukan maksud merendahkan, digedung ini rata-rata apartemennya mencapai miliran. Wajar saja, Yessi heran Regan mampu membelinya. Apalagi lantai yang Yessi tempati ini, sangatlah mewah dan luas. Per-meternya mencapai ratusan juta.
"Bodoh ah, mending gue mandi. Mungkin aja dia ada tabungan kan?"
Yessi membuka seragam sekolahnya beserta rok. Ya, sepulang sekolah, Yessi langsung jalan-jalan. Ia melempar seragamnya sembarangan lalu melangkah bak model terkenal dengan dalaman saja menuju lantai atas.
"Seksi ...," ujar seseorang di depan layar laptopnya.
Senyum misterius terpatri di bibirnya menghisap rokok kala melihat Yessi, sembari ia bersandar di kursi kulit berwarna hitam dalam ruangan kemerahan.
"Astaga, gue lupa bawa handuk! Ck, terpaksa keluar telanjang deh," keluh Yessi setelah membilas tubuhnya yang penuh busa sabun di bawah shower dengan air mengalir sedang.
Yessi melangkah pelan, jejak kaki basah terlihat jelas di lantai marmer bercorak putih tersebut. Seseorang yang senantiasa memperhatikan Yessi menelan berat ludahnya.
"Oh shit!" umpatnya lalu mencengkram daging empuk yang mulai teracung tinggi diantara selangkangannya.
Tanpa pikir lagi, pria itu menutup laptopnya kasar. Ia buka gespernya tergesa lalu melorotkan celananya hingga teronggok bagai sampah kelantai.
Tangan besarnya mulai bermain sendiri menciptakan fantasi. Sebuah boneka berwujud manusia yang menyerupai wajah Yessi menjadi sasaran kebrutalannya.
"Ouh ... Yessi ...."
"Hoaam ...." Yessi menguap lebar.
Setelah berganti baju, dirinya terpaksa begadang menyelesaikan tugas sekolah. Waktu menunjukkan pukul 1 pagi.
"Anjir, gue ngantuk banget. Mana belum kelar lagi!"
Yessi memijit ruang antara alisnya. Agar pengelihatannya kembali tajam.
Tapi, percuma. Yessi malah semakin mengantuk. Apalagi diluar benar sedang hujan deras seperti yang Regan katakan tadi. Karena tak kuat, Yessi tertidur di meja belajarnya.
Sosok berjaket hitam dengan topeng gorilla melompat turun dari atas plafon. Kaki panjangnya mendekati Yessi yang tidur menggunakan lengan.
"Kasian sekali, baby-ku," ujarnya sembari menyelipkan sebagian rambut Yessi yang menutup wajah cantik gadis itu di belakang telinga.
"Do you miss me, Baby?" ujarnya lagi. Kali berjongkok mengintip wajah lelap Yessi.
"Euh ...." Yessi melenguh saat tubuhnya terangkat ke udara.
Pria misterius bertopeng itu, menidurkan Yessi di ranjang. Gaun satin dengan tali seukuran jari di pakai Yessi tersingkap hingga memperlihatkan kaki jenjangnya yang begitu putih.
Pria itu melirik Yessi sebentar lalu membuka topengnya. Bibir hangatnya mendarat di paha Yessi. Mencecap sensual disana hingga basah.
"Euh ... Regan, geli ...," ucap Yessi tiba-tiba. Ia menggeliat gelisah. Pria itu menghentikan kecupannya.
"Regan?" Ia mendekatkan bibirnya di telinga Yessi. Berbisik dengan suara parau dan bernada posesif.
"Call my name, baby. My name ...."
Setelahnya, dada Yessi tersentak membusung ke atas. Pria itu melanjutkan permainannya yang sempat tertunda.
Menurunkan perlahan tali gaun milik Yessi. Mempermainkan puncak kembar yang begitu ranum tersebut secara brutal dan bergantian lalu meremasnya dengan tangan kekarnya hingga memerah.
"Uh ... Sakit ...," rintih Yessi.
"Yessi! Bangun!"
Teriakan menggema memasuki gendang telinga Yessi. Membangunkan Yessi dari mimpi nikmatnya. Dilihatnya, Mentari berkacak pinggang di sisi ranjang lengkap dengan seragam sekolah.
(Mentari Anugerah)
"Tari ... Kok lo--"
"Apa? Bangun, pemalas! Bisa-bisanya lo kesiangan lalu tidur mendesah gak jelas gitu. Ngaku, lo mimpi basah kan?" tuding Mentari dengan jari teracung pada Yessi yang terlihat masih mencerna keadaan.
Seketika, pipi Yessi merona bagai tomat merah. Benar, Yessi bermimpi berhubungan intim dengan ... Regan. Yang benar aja?
"Gak. Apaan sih!" elak Yessi sembari menurunkan kakinya dari atas ranjang.
Saat akan melangkah, Yessi merasa bagian kewanitaannya tidak nyaman. Lembab dan ... basah.
'Anjir, gue beneran mimpi itu kayaknya!'
Yessi berlari karena malu menuju kamar mandi. Hampir saja ia tersandung kursi meja riasnya sendiri. Teriakan Mentari menggema bersamaan Yessi menutup keras daun pintu.
"Yes, gak mau tahu. Mandi gak pake lama. Kalo lama, gue tinggalin!"
"Iya, bawel!" balas Yessi berteriak.
Benar saja, tak sampai sepuluh menit. Yessi sudah keluar dengan handuk teramat pendek membungkus tubuhnya.
Mentari memainkan ponsel di sofa, spontan memperhatikan atas bawah Yessi.
"Apa?" pel otot Yessi membuka lemari kayu tempat pakaiannya.
Mentari mendekat ke arah Yessi, tanpa diduga menyibak bawah handuk Yessi hingga Yessi berteriak kencang dibuatnya. Beruntung, Yessi menarik handuknya lebih kuat.
"Tar, lo gila ya? Gue bugil, bodoh!"
"Lo yang gila! Berbuat sama siapa lo?"
Yessi mendorong kening sahabatnya itu gemas. "Berbuat apa sih, anjir. Ngomong tuh yang jelas!"
Mentari menarik tangan Yessi menuju meja rias. Telunjuknya menekan-nekan kaca persegi yang memantulkan kemolekan tubuh Yessi.
"Ini ... Ini, lihat baik-baik, Yessi Naomi Martin. Tanda merah di paha atas bagian kanan lo! Gue emang masih perawan ya. Tapi, gue gak buta. Itu tuh kissmark. Ampun dah ... Ati-ati lo, hamil brabe ntar."
Yessi memperhatikan yang di tunjuk Mentari. Benar, Ada tanda merah nyaris ke biru di paha atasnya. Yessi berbalik membelakangi kaca.
"Tar, ada lagi gak?" tanyanya bergetar.
Mentari memindai sebentar kedua paha jenjang Yessi lalu memalingkan wajahnya dengan mendengus kasar.
"Gak ada. Itu doang kayaknya. Yes, lo kekurangan duit apa gimana? Handuk loh itu udah mini banget tahu. Pantat lo kayak melambai-lambai mau nyapa wajah gue, astaga!"
Yessi terbahak karena perkataan Mentari. Bodynya memang se-mantap itu. "Biarin lah. Emang gue suka seksi. Lagian disini gak ada laki-laki kok. Jadi, aman," ujar Yessi menaik-turunkan alisnya.
Tanpa tahu kejadian apa yang sudah menimpa dirinya semalam.
"Terserah deh. Awas aja kejadian lo baru nyesel. Sekarang jawab gue, siapa yang perawanin lo?"
Setelahnya, Mentari berbisik pelan ditelinga Yessi. "Sakit, gak?" bola mata Mentari mengerjab lucu menunggu jawaban Yessi.
"Sakit." Mata Mentari membulat sempurna dengan wajah sangat syok.
"Karena di gigit nyamuk, terus gue garuk."
Mentari akan buka mulut menyemburkan protesnya, tapi Yessi mengibaskan tangannya kesal.
"Dengar ya Mentari, gue lupa tutup pintu balkon semalam. Noh, buka lebar-lebar mata lo!" tunjuk Yessi ke arah pintu balkon yang memang terbuka.
'Perasaan udah gue tutup deh semalam? Dan ini siapa yang buat tanda ini, anjir?' pikir Yessi sangat bingung.
Mentari tidak bertanya lagi hingga keduanya keluar dari apartemen Yessi. Saat akan menutup pintu, Yessi dan Mentari di kejutkan dengan seorang pria berhoodie hitam keluar dari apart samping kiri apartemen Yessi.
"Pagi, Mas Sean," sapa Yessi kentara sekali canggung. Mentari ikut mengangguk dengan tersenyum tipis.
"Pagi," sahut Sean dingin lalu melintasi Yessi dan Mentari begitu saja. Setelah Sean menghilang dalam lift, Mentari bertepuk tangan heboh.
"Woelah, Yes. Ternyata banyak cogan di gedung kita ini. Sial, bener gue baru tahu!"
Yessi memutar bola matanya malas sembari menyimpan card dalam tasnya. "Cogan mulu. Tapi kaku kayak kanebo kering gitu buat apa?"
"Buat pacaran lah. Tapi, serius sekaku itu?"
Mentari mengejar Yessi yang sudah melangkah duluan menuju lift.
"Telinga lo nggak budek kan? Denger jawabannya tadi. Singkat, padat dan sangat jelas."
"Iya, juga sih." Mentari meniup poninya yang menjuntai. "Eh, ngomong-ngomong. Gimana semalam bersama mas Regan, aww?" goda Mentari pada Yessi.
Setelahnya Mentari mengaduh, karena pukulan kecil di lengannya.
"Kenapa sih, Yes?!"
"Sialan, lo! Gue ke kunci di lift sama Regan, dodol!"
"Anjrot, gimana bisa?" mata Mentari berbinar cerah. "Aduh, kok gue yang salting sih. Pasti terjadi adegan uwu-uwu kan? Kayak di novel sering lo baca itu."
Telinga Yessi memanas seketika. Tapi, ia memutuskan untuk tidak bercerita pada Mentari. Bisa-bisa, dirinya di ledek seharian.
"Gak. Gak ada begituan. Gara-gara lo sih ninggalin gue! Malu gue yang ada, anjir!"
"Cie ... Yessi," goda Mentari mencolek dagu Yessi manja membuat Yessi risih lalu bergerak untuk berdiri menjauh.
Sepuluh menit kemudian, keduanya sampai di sekolah. Bertepatan dengan bel masuk yang berbunyi. Yessi dan Mentari berlari menuju kelas setelah memarkiran mobil. Guru matematika membawa penggaris kayu berjalan di belakang keduanya.
Bersyukur, Yessi dan Mentari sudah duduk di bangku saat guru tersebut berada di kursi kebesarannya.
"Selamat pagi anak-anak! Silahkan kumpulkan tugas yang kemarin!" titahnya dengan garang seraya memukul meja.
Deg!
Yessi membeku dengan kaku membuka tasnya. Mentari disampingnya, sudah mengeluarkan buku menangkap ekspresi lain dari Yessi.
"Yes, jangan bilang lo gak ngerjain tugas?"
Yessi menggeleng dengan bibir turun kebawah. Ia teringat, semalam belum apa-apa dirinya ketiduran. Mentari menepuk dahinya speechless.
"Mampus! Kena hukum lo!"
"Yessi! Mentari! Mana tugas kalian?"
"Ini, Bu. Sebentar," balas Mentari setengah berteriak sambil menunjukan bukunya.
"Yes, coba buka dulu. Bagian mana lo belum selesai? Kalo tinggal dua, kumpulin aja lah."
Yessi mengangguk. Dengan lesu membuka buku pr-nya. Setelahnya, ia mengangga tak percaya, sepuluh soal itu sudah selesai semua. Yessi jelas tahu, ia hanya mengerjakan dua soal saja semalam. Itupun, asal-asalan.
"Gimana bisa?" bingung Yessi.
"Gimana bisa, apaan sih?" sahut Mentari kesal. "Ck, lama amat."
Mentari menarik buku Yessi paksa lalu membawanya kedepan beserta miliknya. Meninggalkan Yessi yang melamun karena mulai merasa banyak kejanggalan di aparatnya sejak semalam.