Namanya Gadis. Namun sifat dan tingkah lakunya yang bar-bar dan urakan sangat jauh berbeda dengan namanya yang jauh lebih menyerupai laki-laki. Hobinya berkelahi, balapan, main bola dan segala kegiatan yang biasa dilakukan oleh pria. Para pria pun takut berhadapan dengannya. Bahkan penjara adalah rumah keduanya.
Kelakuannya membuat orang tuanya pusing. Berbagai cara dilakukan oleh sang ayah agar sang putri kembali ke kodratnya sebagai gadis feminim dan anggun. Namun tidak ada satupun cara yang mempan.
Lalu bagaimanakah saat cinta hadir dalam hidupnya?
Akankah cinta itu mampu mengubah perilaku Gadis sesuai dengan keinginan orang tuanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nur Aini, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 2- Tetap Ditahan
HAPPY READING
🥀🥀🥀🥀🥀🥀🥀
"Ahhhkkkk!!"
Belum puas, Gadis mencengkram baju wanita itu, lalu memberikan tinju pada wajah dan perut wanita paruh baya itu berulang kali.
Tahanan lain semakin ketakutan menyaksikannya. Namun, tidak ada satupun dari mereka yang berani ikut campur atau mencoba melerai. Karena mereka takut akan bernasib sama.
Apalagi para tahanan yang selama ini selalu mendapatkan perlakuan buruk dari ketiga tahanan yang sok berkuasa itu. Meski merasa ketakutan, namun mereka juga senang hingga tersenyum kecil melihat wanita yang selalu bersikap semena-mena terhadap mereka, dihajar habis-habisan oleh Gadis yang dia sebut anak kecil itu.
Ibaratnya, senjata makan tuan. Niatnya yang ingin menjadikan gadis itu rempeyek, malah dia sendiri yang dijadikan samsak. Kasian sekali.
"Ampun, ampun. Tolong jangan sakiti saya lagi. Saya janji, akan menuruti semua perkataanmu," seru wanita gendut itu sambil menangis, bersimpuh dan menyatukan kedua telapak tangannya kedepan Gadis. Memohon agar dia tidak menyakitinya lagi.
Gadis menatap wanita itu sambil bersidekap dada, mencoba menimbang-nimbang permohonannya.
"Oke. Karena lho hampir seumuran sama nyokap gue, kali ini gue maafin. Tapi awas ya, kalau lho masih berani sok berkuasa disini, gue habisin lho." Gadis mengepalkan tangannya kedepan wanita yang masih bersimpuh itu. Mengancamnya dengan tinjunya.
"Iya-iya." wanita itu mengangguk dengan cepat saking takutnya.
"Oke, sekarang buruan pijitin gue. Gue pegel nih." Gadis kembali duduk dilantai. Sedangkan wanita itu duduk dibelakangnya dan mulai memijat-mijat bahunya.
"Kalian, buruan pijitin mereka. Cepetan!" titah Gadis pada kedua teman wanita yang baru saja dihajarnya itu.
Dengan cepat, kedua wanita itu secara bergiliran memijat-mijat para tahanan yang selama ini mereka perlakukan dengan semena-mena selama dalam sel itu. Membuat para tahanan itu tersenyum senang dan menikmati pijatan itu.
"Yang kencang! Jangan kayak keong!" seru Gadis pada wanita yang sedang memijatnya itu.
"Iya-iya."
🌻🌻🌻🌻🌻
Gadis tampak sedang begitu santai menikmati pijitan dari wanita gendut yang awalnya ingin membullynya itu saat Najwa muncul dengan didampingi seorang polwan.
"Gadis!" seru Najwa sambil tersenyum sumringah saat melihat putri semata wayangnya yang berada di balik jeruji besi.
Mendengar namanya dipanggil, Gadis menoleh menatap mamanya yang sedang berlari-lari kecil menghampirinya.
"Mama!" teriak Gadis sambil berdiri dan ikut tersenyum ceria melihat kehadiran wanita yang telah melahirkannya.
"Putriku." Najwa mendekati Gadis. Ingin dia memeluk putri semata wayangnya itu. Namun, jeruji besi menjadi penghalangnya.
"Kamu tidak apa-apa kan, sayang? Tidak ada yang luka kan?" dengan khawatir, Najwa memindai tubuh putrinya. Berusaha mencari tau apakah putrinya terluka.
"Mama jangan meremehkanku dong. Aku, Gadis Nona Sanjaya. Kapan aku pernah terluka? Justru orang yang berani mencari masalah denganku lah yang akan aku jadikan rempeyek." dengan santainya Gadis membanggakan dirinya.
Najwa menghela nafas berat melihat sikap sombong putrinya itu.
"Kamu itu kenapa sih, Nak? Sudah berulang kali Mama bilang, rubah kelakuanmu. Jangan tawuran terus kerjaannya. Lihat, dalam bulan ini saja kamu sudah bolak-balik keluar masuk penjara. Kamu nggak kapok?"
"Aduh, Mamaku yang cantik, dalam kamusku tidak pernah ada kata-kata kapok. Bahkan aku sudah menganggap kantor polisi, seperti rumah keduaku."
Najwa kehabisan kata-kata untuk menasehati putrinya yang tomboy dan selalu membuat masalah. Usianya sudah 21 tahun. Tapi, sampai saat ini dia masih kelas tiga SMA.
Itu karena Gadis tidak pernah peduli pada sekolah maupun pendidikannya. Bahkan dia sering bolos karena tidak pernah tertarik dengan pelajaran. Karena itulah sudah tiga kali dia tertinggal kelas.
Hobinya hanya tawuran, balapan, main bola dan semua hal yang hanya bisa dilakukan oleh pria. Tidak pernah sekalipun dia berkelakuan feminim layaknya perempuan.
Dan, itulah yang selalu membuat Najwa dan suaminya bertengkar, karena Vanno menganggap Najwa yang terlalu memanjakan putri mereka. Padahal, Vanno selalu bersikap keras demi mendidik sang putri agar kembali pada kodratnya. Berbeda dengan Najwa yang selalu memaafkan dan sering menutupi kelakuan liar Gadis.
"Dan karenamu, papa kembali marah-marah sama mama."
"Lalu, sekarang papa dimana?"
"Seperti biasa, papa sedang bicara dengan inspektur, untuk menjamin kebebasanmu."
Gadis hanya mengerutkan bibirnya dengan santai. Tidak terlalu ambil pusing dengan omelan sang mama.
"Heh, gentong air dan antek-anteknya! Kenapa diam aja?! Buruan, kasih salam sama nyokap gue," titah Gadis pada wanita gendut dan teman-temannya tadi. Dia bersikap layaknya penguasa disana.
Dan itu selalu dilakukannya pada tahanan yang suka mencari masalah dengannya, atau bersikap semena-mena pada tahanan lain setiap kali dia mengunjungi penjara.
"Salam, Tante." wanita gendut dan teman-temannya itu bergantian menyalami Najwa. Dengan takut, mereka mencium punggung tangan wanita itu.
"Gadis, kamu ini apa-apaan sih? Jangan begitu dong, Nak. Mereka ini kan lebih tua darimu."
"Biarkan saja, Mah. Biar mereka nggak sok berkuasa disini. Mama lihat tahanan lain. Digebukin terus sama mereka. Tapi, selama Gadis ada disini, awas saja kalau mereka berani macam-macam." Gadis menatap mereka dengan tatapan mengancam. Membuat mereka bergidik ngeri dan menunduk takut.
Sedangkan tahanan yang sebelumnya mencari korban bullyan para wanita sangar itu, berusaha menyembunyikan senyuman mereka menyaksikan orang-orang yang sebelumnya menjadi penguasa, kini tidak lebih dari seekor tikus yang tidak bisa apa-apa.
Najwa hanya bisa menggelengkan kepalanya menyaksikan tingkah putri semata wayangnya.
"Najwa."
Mereka semua menoleh kearah suara bariton itu.
"Hubby. Bagaimana? Kamu sudah bicara dengan inspektur? Kita sudah bisa pulang kan sekarang?" Najwa mendekati suaminya dengan mata berbinar-binar.
"Iya, aku sudah bicara," jawab Vanno datar.
"Ya sudah kalau begitu. Ayo, sayang, kita pulang." Najwa mengajak putrinya. Senyum sumringah merekah diwajahnya yang masih terlihat cantik walau telah berumur.
"Ayo Mah." Gadis tersenyum lebar. Seperti biasa, orang tuanya akan selalu membebaskannya dari penjara.
"Yang akan pulang hanya kita berdua. Dia akan tetap ada disini." Vanno menatap Gadis dengan tatapan dingin.
Senyuman diwajah Najwa dan Gadis langsung lenyap begitu mendengar pernyataan Vanno.
"Hah? Maksudmu?"
🌻🌻🌻🌻🌻
"Akhirnya kalian pulang juga. Tapi, kok kalian hanya berdua? Gadis mana?" tanya Bianca yang begitu antusias bersama Galang menyambut kepulangan Vanno dan Najwa.
Namun, wanita sepuh itu tampak celingukan saat tidak menemukan Gadis diantara anak dan menantunya itu.
Pertanyaannya membuat Najwa dan Vanno terdiam. Ekspresi Najwa terlihat bingung dan gelisah, berbeda dengan suaminya yang tampak datar.
"Mah, Pah, kok diam? Kak Gadis mana?" Galang ikut menimpali melihat orang tuanya yang tak kunjung menjawab pertanyaan neneknya.
Najwa menatap suaminya. Mengerti arti tatapan istrinya, Vanno pun angkat bicara dengan dingin.
"Kalian tidak perlu khawatir, dia baik-baik saja. Menghadapi puluhan preman saja dia bisa, apalagi hanya meringkuk didalam penjara."
BERSAMBUNG