Di tengah hiruk pikuk dunia persilatan. Sekte aliran hitam semakin gencar ingin menaklukkan berbagai sekte aliran putih guna menguasai dunia persilatan. Setiap yang dilakukan pasti ada tujuan.
Ada warisan kitab dari nenek moyang mereka yang sekarang diperebutkan oleh semua para pendekar demi meningkatkan kekuatan.
Di sebuah desa kecil, hiduplah seorang anak yang masih berusia 7 tahun. Dia menjadi saksi bisu kejahatan para pemberontak dari sekte aliran hitam yang membantai habis semua penduduk desa termasuk kedua orang tuannya.
Anak kecil yang sama sekali tidak tau apa apa, harus jadi yatim piatu sejak dini. Belum lagi sepanjang hidupnya mengalami banyak penindasan dari orang-orang.
Jika hanya menggantungkan diri dengan nasib, dia mungkin akan menjadi sosok yang dianggap sampah oleh orang lain.
Demi mengangkat harkat dan martabatnya serta menuntut balas atas kematian orang tuanya, apakah dia harus tetap menunggu sebuah keajaiban? atau menjemput keajaiban itu sendiri?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aleta. shy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pemberontak
Suara pedang beradu disertai jeritan jeritan manusia berpadu menjadi satu. Disebuah desa kecil dan terpencil di salah satu wilayah kekuasaan Kerajaan Hua.
Ting...ting...trang..trang..
Bunyi senjata saling bertabrakan menimbulkan kebisingan tidak terbendungkan. Aura yang dikeluarkan setiap individu dengan jurus yang berbeda membuat suasana begitu mencengkam.
Kobaran api dimana mana, membakar hampir seluruh pemukiman desa itu. Begitu juga suara ledakan yang sesekali lebih dominan dibandingkan suara suara lainnya.
Darah seakan air yang tengah mengalir membasahi tanah. Tangis dan jeritan anak kecil seolah-olah alunan biola yang sedang dimainkan.
Seorang anak kecil berlari pelan berhati-hati menghindar dari pertarungan. Matanya sendu dengan darah segar seakan keringat melekat hampir di seluruh bagian tubuhnya.
Ekspresi kebingungan, takut, sedih terpancar jelas dari raut wajah anak tersebut. Keadaan dirinya juga sangat berantakan, namun itu bukan masalah besar. Selamat, kata itu terus berputar-putar di kepala anak kecil itu. Ada janji dari seseorang yang harus ditepatinya.
Duarrrr... Suara ledakan
Tak jauh dari posisi anak itu, pergelutan juga terjadi cukup seru membuat banyak pasang mata menyaksikan bagaimana keindahan seni bela diri itu sendiri.
"Siapa kalian ha!!!!"
Seorang pria yang sudah berumur berteriak kepada musuhnya sambil menangkis beberapa serangan yang cukup banyak dilancarkan oleh para pemberontak tersebut.
Umur memang hanyalah angka. Tetua desa yang diketahui sebagai pemimpin Desa bunga air, mampu menahan serangan beberapa Pendekar pemberontak di hadapannya saat ini.
Walaupun terkesan keroyokan, perbedaan kekuatan terlihat begitu jelas. Malahan tetua dari desa bunga air itu dapat membuat beberapa dari mereka kelompok pemberontak terkena luka yang agak lumayan parah.
"Kalian mau apa ha!!!!"
Tetua Chow, seorang pendekar sekte aliran putih yang memimpin desa tersebut berteriak kencang. Dia tetap waspada mengambil ancang-ancang takut ada serangan tak terduga datang ke arahnya.
Bukannya menjawab, para pendekar pemberontak hanya tersenyum sinis dan malah melancarkan serangan-serangan lanjutan kearah Tetua Chow.
Tang..tang...
Pedang tetua Chow menangkis setiap serangan kelompok pemberontak itu dengan sangat mudah.
Salah seorang pemberontak tiba-tiba melesat cepat menggunakan ilmu meringankan tubuh menyerang tetua Chow.
"Pedang api pembasmi" (Jurus pedang)
Dari permukaan pedang itu secara tiba-tiba mengeluarkan api hitam lengkap dengan satu perisai pelindung yang menjadi tameng bagi penggunanya.
Tetua Chow sedikit kaget menerima serangan mendadak itu. Belum lagi jurus yang dikeluarkan oleh salah satu pemberontak itu terbilang cukup unik. Namun serangan itu belum mampu melukai dirinya. Hanya dengan beberapa gerakan mampu membuat pengguna jurus tadi mundur seketika.
Tetua Chow tidak hanya bertahan saja. Gerakan gerakan saat dia bertahan dari serangan pemberontak, juga dimanfaatkannya dengan mencari celah kecil menciptakan satu serangan telak yang mampu menimbulkan efek besar bagi penerimanya.
Cukup lama mereka bertarung, tetapi Tetua chow tidak menunjukkan kalau dirinya kelelahan sedikitpun.
Tanpa tetua Chow sadari, dirinya sekarang adalah tontonan semua orang disana. Lebih tepatnya menjadi tontonan semua para pemberontak disitu.
"Apa yang terjadi?" Tetua Chow mengerutkan keningnya. Dia cukup terkejut melihat sekelilingnya.
Bagaimana tidak terkejut, semua pendekar desanya itu dan beberapa pendekar penjaga yang notabennya dikenal sebagai pendekar tangguh, sekarang tergeletak ditanah tidak bernyawa.
"Bagaimana bisa?"
Bingung, sudah pasti. Tetua Chow memang kurang memperhatikan sekitarnya. Dia terlalu fokus pada pertarungan sampai tidak tahu apa yang menjadi penyebab gugurnya semua pendekar di desanya itu.
Tetua Chow sendiri. Dia benar-benar sendiri sekarang menghadapi para pemberontak. Mayat-mayat manusia berserakan disekelilingnya. Teridentifikasi oleh Tetua Chow jika semuanya sudah gugur.
"Sial!!"
Tetua Chow mengumpat dalam hatinya.
Dengan mata memanas bak singa kelaparan, tak peduli berapa orang dihadapannya, tetua Chow melakukan penyerangan mendadak secara brutal.
Diawali dengan penguasaan ilmu meringankan tubuh yang sangat baik, ditambah dengan gerakan pedang ditangannya yang cukup lincah, satu ayunan pedangnya tanpa disadari oleh salah satu pemberontak tiba-tiba....
Srekkkk...
"Arkhhhhh" Rintihan suara.
Pedang Tetua Chow sempat menari-nari sebelum akhirnya melewati tenggorokan salah seorang pemberontak. Kepala dan badannya terpisah hanya dalam hitungan detik.
Tidak ada mata yang berkedip. Kejadiannya begitu cepat untuk dicerna. Mata mereka menjadi saksi jika orang tua dihadapan mereka ini yang melakukannya.
"Cih, desa kecil ini ternyata punya kekuatan tersembunyi" ucap seseorang yang dari kejauhan melihat serangan Tetua Chow. Sedari tadi orang tersebut hanya melihat pertarungan Tetua Chow.
Lengahnya pertahanan pemberontak itu karena dibalutkan oleh rasa takjub, Tetua Chow memanfaatkan kesempatan itu untuk menyerang yang lainnya.
"Mereka terlalu banyak" keluhnya dalam hati.
Tetua chow berusaha mengatur strategi demi mempertahankan posisinya saat ini dalam keadaan menyerang. Sampai pada akhirnya dia memutuskan untuk mengeluarkan satu jurus pedangnya.
"Tarian angin utara"
Pedang ditangannya berputar-putar membentuk seperti puluhan bayangan pedang mengelilingi Tetua Chow.
"Jurus ilusi? Aku tidak asing dengan jurus itu" ucap seseorang dari kejauhan yang melihat Tetua Chow mengeluarkan jurus tersebut.
Tetua Chow mengeluarkan tarian jurus pedangnya yang bersifat ilusi. Tangannya seolah mengerakkan pedang dengan cepat, yang dilihat oleh musuh seperti tarian tarian nan begitu indahnya.
Bergerak kedepan melayangkannya satu tebasan pedang dengan kecepatan tinggi.
"Satu"
Dilanjutkan dengan serangan kedua memanfaatkan ilmu meringankan tubuhnya mendorong jurus pedang tetua Chow semakin akurat dan mematikan.
Srekhhh...
Dua kepala dalam satu serangan berikutnya. Tetua Chow berputar kearah belakang mencari celah untuk memaksimalkan jurusnya itu biar memakan korban lebih banyak dari sebelumnya.
Srekhhh.. Arkhhh..
Kali ini tiga kepala sudah berpisah dengan badannya dalam sekejap.
Kejadiannya begitu cepat. Semua mata para pemberontak tertegun melihat 6 orang kawanan mereka sudah tidak bernyawa hanya dalam satu kali serangan. Sedangkan mereka tidak menyadari kapan orang tua dihadapan mereka ini melakukan penyerangan.
Setelah berhasil membunuh 6 orang pemberontak tersebut, Tetua chow semakin menggila. Satu persatu pemberontak itu maju mundur bergantian menyerang serta bertahan dari serangan mematikan Tetua Chow. Namun selalu ada korban disetiap pergerakan mereka.
"Hati hati!!" teriak saah satu pemberontak.
Belum sempat para pemberontak mencerna situasi dan mempelajarinya, Tetua Chow juga mengeluarkan aura pembunuhnya yang membuat semua mata terbelalak tak percaya.
"Gila!!!!"
Umpat salah seorang pemberontak.
"Aura ini... Tidak mungkin"
Benar saja, efek dari pancaran aura yang dikeluarkan oleh Tetua Chow membuat mereka semua mengeluarkan keringat dingin. Badan mereka seakan kaku untuk di gerakkan.
"Sudah lama sekali aku tidak menggunakannya. Maafkan aku, aku janji ini terakhir kalinya" ucap tetua Chow dalam hati. Entah untuk siapa kalimat itu ditujukan.
Pertempuran yang tidak seimbang antara satu orang melawan satu kelompok itu akhirnya berlangsung sengit dengan Tetua Chow mendominasi. Bahkan para pemberontak yang dari tadi hanya menonton juga ikut membantu.
Saat melakukan penyerangan, Tetua Chow terbayang mayat-mayat yang berada di sekitarnya mati bergelimpangan. Tak terasa hatinya teriris melihat dan membayangkan penduduknya sudah tak bernyawa dalam kondisi mengenaskan.
Ting.. Trang...srekhhh
Satu kepala kembali lepas dari tubuh salah satu pemberontak tersebut.Tetua Chow lagi dan lagi berhasil menghabisi musuh dengan pedangnya.
Saat akan melakukan serangan berikutnya, matanya merekam hal yang paling menyakitkan, yaitu melihat putri kecilnya juga menjadi imbas dalam pemberontakan ini.
Tetua Chow mempunyai satu orang anak yang beberapa tahun yang lalu baru diberikan keturunan setelah belasan tahun dia menikah dengan seorang gadis belia. Di usianya yang sudah tua, seharusnya dia sudah memiliki seorang cucu. Namun takdir tidak menyetujuinya untuk mempunyai banyak keturunan. Sebab itu Tetua Chow begitu menyayangi putri kecilnya tersebut.
"Zia...."
Tergeletak satu mayat yang sangat dikenal Tetua Chow. Tak lain ialah anak kandungnya sendiri. Anak yang telah dibesarkannya dengan kasih sayang sekarang tergeletak tak berdaya menghadap maut.
Hatinya begitu sakit. Belum sembuh melihat penduduknya yang terbunuh, sekarang melihat jasad seorang putri kecil yang sangat dicintainya.
"Tidak!!!"
"Ini tidak mungkin!!"
Tetua Chow langsung menerobos banyaknya pasukan pemberontak tanpa berfikir panjang.
"Zia, bangun nak. Maafkan ayah, ayah mohon bangunlah" Tetua Chow menepuk pelan pipi anaknya itu berharap kendaraan putri kecilnya itu kembali.
"Tidak, tidak mungkin" Tetua Chow menampar pipinya sendiri berharap ini semua adalah mimpi.
"Tidak!!!!!!!!!!!!" Teriak Tetua Chow kuat melampiaskan kesedihannya.
Melihat perut putri kecilnya itu tidak bergerak, hidungnya tidak lagi mengeluarkan nafas, serta nadinya sudah tidak ada lagi, Tetua Chow tidak percaya jika putrinya itu sudah pergi jauh meninggalkannya.
"Maafkan ayah zia" Ucapnya dalam hati. Tetua Chow tidak mampu untuk melepaskannya seolah ada sesuatu yang tersangkut di tenggorokan. Dia menangis sesenggukan.
Cukup raut wajahnya menjadi saksi jika dirinya sedang bersedih. Dia benar benar tinggal sendirian sekarang. Padahal beberapa jam lalu mereka sempat bercanda bersama sampai akhirnya tiba tiba pemberontak ini meluluh lantahkan desanya. Entah apa maksud dan tujuannya, sampai sekarang Tetua Chow masih mempertanyakan didalam hatinya.
Dipandangnya satu persatu musuhnya itu sambil bersiap menyerang, matanya memerah menandakan amarah yang terpancar. Kali ini dendam karena kematian putri kecilnya, membuat Tetua Chow makin brutal.
"Kalian bukan manusia!!! Sial!!!" Tetua Chow mulai menggila. Langsung menyerang tanpa memperdulikan apapun. Hawa panas tubuhnya membuat dirinya gelap mata.
Begitu juga dengan para pemberontak dari sekte aliran hitam, mereka juga melancarkan beberapa serangan namun selalu gagal untuk melumpuhkan orang tua dihadapannya ini.
Mereka para pemberontak juga mulai kewalahan dan mulai menyadari jikalau orang tua dihadapannya ini bukan orang sembarangan.
Setelah bertukar banyak serangan, sedikitpun mereka tidak bisa melukai Tetua Chow.
"Hati hati, dia bukan orang sembarangan" ucap salah satu dari mereka.
Namun lagi dan lagi jumlah sangat mempengaruhi pertarungan. Kepercayaan diri mereka yang awalnya jatuh, seketika meningkat lagi karena mengingat sekarang jumlah mereka lebih unggul. Sekuat apapun orang pasti ada kelemahannya dan sebanyak apapun tenaga dalam seseorang, lama kelamaan pasti akan terkuras.
Tetua Chow menyerang kearah depan dengan sesekali matanya bergerilya memantau situasi. Pertarungan berlangsung sengit dengan beberapa orang pemberontak terluka parah serta ada juga yang tewas akibat terkena serangan mematikan tetua Chow.
Dari arah belakang, Tetua Chow merasakan ada serangan kejutan yang akan dilancarkan kepadanya. Namun serangan tersebut bukan hal yang berarti baginya. Dengan sekali tangkisan, pedang musuhnya jatuh seketika dan sekarang pedang tetua Chow lah yang bersarang didalam perut pemberontak itu sebelum dia menarik paksa pedangnya yang membuat pemberontak itu jatuh tersungkur meregang nyawa.
Tapi bukan itu permasalahannya. Tetua Chow baru menyadari jika ada seseorang yang dari kejauhan mengawasi dirinya. Dialah yang dari tadi mengawasi Tetua chow dan para pemberontak. Tak lain tak bukan orang itu adalah pemimpin kelompok tersebut.
Pemimpin kelompok pemberontak itu menyadari jika posisi dirinya saat ini sudah diketahui langsung bersiap mengambil ancang-ancang.
syutttttt...
Sebuah jarum dengan kecepatan tinggi hampir mengenai Tetua Chow. Untung nalurinya sebagai pendekar, terbilang cukup kuat. Sehingga serangan itu dengan mudah dihindari nya.
Tetua Chow menyipitkan matanya, kecepatan sebuah jarum itu menunjukkan jika orang yang melemparkannya bukanlah pendekar biasa.
Pertarungan yang tadinya seimbang, sekarang mendadak berbalik arah menjadi tetua Chow yang terpojok. Fokusnya sekarang terpecahkan dengan serangan jarak jauh orang misterius tersebut.
Beberapa kali jarum-jarum dengan kecepatan tinggi itu hampir mengenai dirinya.
"Aku tidak boleh kalah" ucapnya pelan.
Disaat yang bersamaan, para pemberontak menyerang dengan membabi buta.
Seluruhnya tanpa terkecuali mereka menyerang Tetua Chow.
Tetua Chow seperti biasa dengan mudah menghindarinya. Namun sekarang fokusnya terpecahkan, takut-takut jarum dengan kecepatan tinggi itu menyerangnya lagi.
Benar saja, saat dia fokus untuk melancarkan serangan mematikannya kepada anggota pemberontak, tiba-tiba dari arah yang sama seperti sebelumnya jarum dengan kecepatan tinggi kembali dihadapkan kepadanya dan kali ini tertancap di lengan Tetua Chow.
Arghh....
Tetua Chow meringis, dia menarik jarum itu yang sempat melekat ditubuhnya.
"Racun!!" batin Tetua Chow.
Seketika secara drastis tubuh tetua Chow kehilangan keseimbangan disertai hawa panas menyebar ke seluruh tubuhnya. Racun itu bereaksi dengan cepat.
Dia berusaha menetralisir racun itu dengan tenaga dalamnya. Namun alangkah terkejutnya Tetua Chow ternyata tidak seperti racun biasanya, racun ini mempunyai daya rusak yang tinggi dan cepat bahkan tenaga dalamnya tidak mampu membendung kinerja dari racun tersebut.
Keringat dingin mulai tampak. Tubuh tetua Chow pun seakan lemah. Bahkan untuk menopang dirinya sendiri, Tetua Chow tidak sanggup.
"Racun ini" gumamnya
Hal itu dimanfaatkan para pemberontak untuk menyerang Tetua Chow bersamaan saat itu juga.
Baru beberapa kali bertukar serangan, Tetua Chow langsung berlutut. Tenaga dalamnya begitu cepat terkuras karena efek racun jarum tersebut.
Disaat itulah orang yang dari tadi bersembunyi di kejauhan keluar menampakkan diri.
Senyumnya lebar memandang rendah Tertua Chow.
Tubuh Tetua chow benar benar lunglai seketika. Dia kehilangan kekuatan untuk mengendalikan tubuhnya.
Semua pemberontak tertawa terbahak-bahak menyaksikan kejadian itu. Tetua Chow benar-benar direndahkan.
Bahkan orang misterius itu juga ikut tertawa sinis sambil mengeluarkan pedangnya.
"Kembali lah dengan tenang pak tua" ujarnya sambil mengayunkan pedang untuk mengeksekusi tetua Chow.