"Jangan harap aku akan tunduk kepada siapapun! Apalagi seorang wanita sepertimu!" Alaska Dirgantara.
"Sekeras apapun hatimu menolakku, aku tidak peduli! Akan aku pastikan hati sekeras batu itu luluh dengan caraku!" ucap Arumi Nadya Karima.
Alaska Dirgantara, merupakan pewaris tunggal Dirgantara. Pria keras dan kasar yang terpaksa harus menerima perjodohan dengan wanita pilihan Papa Farhan---ayah kandungnya, sebagai syarat untuk mendapatkan aset keluarganya.
***
Terbangun dari koma selama tiga bulan, Arumi Nadya Karima dikagetkan dengan status barunya yang tiba-tiba sudah menjadi istri dari pria kejam yang bahkan tidak dikenalinya sama sekali. Dan lebih parahnya lagi, ia hanya dijadikan alat untuk mempermudah jalannya mendapatkan aset Dirgantara dari ayah mertuanya.
Akankah Arumi mampu menjalini hari-harinya berganti status seorang istri dari pria keras dan kejam? Atau memilih pergi dari suaminya? Yuk ikuti kisah selanjutnya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lina Handayani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 2 : Meresmikan
..."Menyambung ikatan adalah sebuah pembuktian, mengikatnya menunjukan sebuah kepastian, dan menerimanya adalah pembuktian yang sesungguhnya."...
...~~~...
Brakk!
Suara pintu kamar yang sempet ditutup cukup kencang oleh Alaska.
"Lihatlah kelakuannya Ma, Alaska memang tidak akan berubah sebelum kita yang mengubahnya," seru Papa Farhan sembari tersenyum penuh kemenangan.
"Loh kok Papa bilangnya begitu? Sampe senyum begitu. Jangan-jangan Papa kesambet ya? Sudah marah-marah, tapi malah senyum-senyum gitu sekarang," ujar Mama Rina bergidik ngeri.
"Sutt! Mama ni gimana? Papa ini baik-baik saja loh jangan mikir begitu," balas Papa Farhan yang sedikit kaget dengan penuturan istrinya.
"Iya Papa si malah pake senyam senyum begitu. Jadi, kan Mama pikir Papa ni kenapa-napa. Eh tapi Pa, maksud Papa tadi ke Alaska itu apa coba? Kenapa Papa bilang begitu?" tanya Mama Rina antusias, karena sedari tadi hanya diam saja tanpa bisa berkata sepatah kata pun jika suami serta anaknya sudah bertengkar hebat seperti itu.
"Oh yang itu, Papa ingin buat pelajaran sama anak bandel itu," jawab Papa Farhan singkat.
Mama Rina menautkan kedua alisnya, merasa bingung dengan jawaban dari suaminya. "Apa yang Papa maksud? Pelajaran apa Pa? Apa jangan-jangan Papa mau kasar sama Alaska? Jangan macem-macem Pa sama anak Mama! Mau sekeras apapun Alaska, jangan sampai Papa buat luka. Sedikit saja Papa bertindak kasar, Mama akan marah!" ancam Mama Rina. Entah keberanian dari mana ia mengatakan itu pada suaminya.
"Loh Ma, udah berpikiran begitu saja sama Papa. Udah jangan khawatir ya, Papa gak bakalan macem-macem kok sama Alaska, Papa malah mau buat dia senang nanti," balas Papa Farhan dengan merangkul pundak istrinya yang mulai cemberut.
"Benarkah? Papa janji ya buat Alaska senang nanti, terus bisa menerima Mama sebagai Mamanya?" tanya Mama Rina yang kini suasananya tiba-tiba kembali riang.
"Iya insyaallah, Papa gak janji tapi Papa usahain ya nanti Mama lihat aja kedepannya gimana," ujar Papa Farhan menasehati istrinya supaya lebih bersabar lagi.
Seketika Mama Rina kembali menatap wajah suaminya. "Iya Pa, Mama pasti bersabar kok menantikan hari itu tiba, walupun entah kapan terjadinya," ucapnya dengan senyum yang tidak pernah pudar walaupun sering dihina Alaska.
"Nah gitu dong, Papa yakin sebentar lagi Alaska menerima Mama sebagai Mamanya seperti dulu Aluna masih hidup," kata Papa Farhan yang kemudian diangguki Mama Rina.
...****************...
Keesokan harinya, matahari sudah terbit indah menerangi bumi yang sempat gelap. Suara riuh penghuni bumi saling bertautan, terdengar begitu ramai menghiasi pagi yang cukup cerah.
Di balik tirai kamar yang cukup besar, masuk cahaya kecil yang lambat laun menjadi besar. Cahaya terang itu membangunkan sang empu yang tertidur lelap, dan mulai membuka kedua kelopak matanya karena terusik cahaya matahari yang sengaja masuk ke dalam kamar.
Siapa lagi kalau bukan Alaska Dirgantara, pria tampan dengan segudang pesona. Namun sayangnya, ia sangat keras dan kejam sehingga orang engan mengusiknya.
Lain halnya dengan Mama Rina yang sudah biasa membangunkan putranya itu dengan cara membuka garden kaca besar di depan kamar Alaska supaya anak itu terbangun.
"Apaan si? Masih pagi susah ganggu saja!" keluh Alaska menatap sinis Mama Rina, terlihat sedang berdiri di depan pintu jendela kamarnya yang besar.
"Putra Mama sudah bangun? Bersihkan dirimu sana! Nanti cepat ke bawah, Mama siapkan sarapan untukmu dulu ya," ucap Mama Rina sangat lembut dan penuh perhatian.
"Perlu anda ingat ya! Jangan bersikap perhatian kepadaku, karena kau bukan Mamaku!" kata Alaska dengan penuh penekanan.
Mama Rina hanya diam dan tidak menanggapi kata putranya itu, ia malah melenggang pergi keluar dari kamar Alaska. Begitulah setiap harinya dia lakukan walaupun Alaska tetep engan menerimanya bahkan sampai bertahun-tahun.
***
Lima belas menit kemudian, Alaska mulai menuruni anak tangga dan menghampiri orang tuanya, terlihat Papa Farhan menatap Alaska dengan tersenyum lebar.
Keduanya hanya diam dan beradu pandang, tidak lama dari itu hanya hening yang terjadi di meja makan mewah dan cukup besar itu, sesekali terdengar suara dentuman sendok dan piring yang saling beradu. Alaska hanya menyantap makanan dengan wajah datar dan enggan berkata sepatah kata pun.
Setiap hari seperti itu, Ayah Farhan dan Mama Rina sudah terbiasa dengan sikap Alaska dan tidak mempermasalahkannya. Ke mana putra yang dibawa Mama Rina? Ya dia pergi kuliah ke Kairo Mesir, sudah delapan tahun Ibrahim menetap di sana, sesekali pulang pada saat lebaran dua aid.
"Alaska ayo ikut Papa! Sekarang kita pergi ke rumah teman Papa yang berada di Bandung," ucap Papa Farhan sudah siap dengan pakaian rapih serta berpamitan kepada istrinya.
"Hah, sekarang Pa? Ini masih pagi, apa tidak menunggu siang saja?" Alaska nampaknya mencari-cari alasan untuk mengulur waktu.
"Tidak ada bantahan lagi! Papa tidak mau tahu pokoknya sekarang kamu ikut Papa!" tegas Papa Farhan sekali lagi supaya anaknya tidak lagi membuat alasan.
"Baik, Alaska ikut Papa sekarang," jawabannya lesu tidak ada semangat sama sakali.
Seketika senyum lebar terpampang di wajah Papa Farhan. Di dalam perjalanan, Alaska hanya diam, sedengkan Papa Farhan sekali melirik putranya.
Tidak butuh waktu lama dua jam kemudian, Alaska dan Papa Farhan sampai di kediaman Abi Harun sekaligus pemilik pondok pesantren Darussalam.
"Tempat apaan ini Pa? Ramai orang memakai pakaian aneh, ini rumah apa kontrakan?" tanya Alaska cukup heran, karena ia melihat para santri saling berlewatan di halaman pondok pesantren Darussalam, dengan memakai baju koko, sarung serta peci yang dikenakan di kepalanya. Sungguh menurutnya itu sangat aneh.
Papa Farhan hanya menggelengkan kepala dengan sikap putranya yang cukup minim agama. Semenjak Mama Aluna meninggal, Alaska mamang sulit untuk diajarkan mengaji berbicara saja sangat ngirit. Mama Rina sudah berusaha mengajarkan agama kenapa Alaska seperti halnya Ibrahim. Namun, Alaska sejak dulu menantang itu dan engan berdekatan dengan Mama Rina.
"Cek kamu ni! Sudahlah jangan banyak bicara! Kita temui dulu Harun nanti kamu akan tau tempat apa ini, padahal sudah jelas plang tadi menunjukan ini tempat apa," ucap Papa Farhan melemas.
Alaska hanya diam, ia memang tau ini pondok tapi tidak menyangka di dalamnya banyak orang layaknya pasar atau kontrakan yang memakai pakaian serba aneh.
Setelah sampai di depan pintu rumah Abi Harun, keduanya disambut ramah oleh keluarga. Terutama Ummi Salamah yang merupakan istri dari Abi Harun, nampaknya terlihat sangat ramah pula kepada Papa Farhan karena ia tahu bahwa Papa Farhan adalah teman dekat suaminya, sehingga sering datang kemari.
Di dalam ruangan cukup besar itu, tiba-tiba suasananya menjadi tegang karena mereka mulai membahas perjodohan dan pernikahan yang sudah direncanakan delapan belas tahun yang lalu oleh Papa Farhan dan Abi Harun serta Mama Aluna sewaktu masih hidup.
"Harun pasti kamu sudah tahu maksud kedatangan kami ke sini? Aku akan meremikan perjodohan anak kita yang sudah direncanakan delapan belas tahun kebelakang," ucap Papa Farhan langsung ke intinya.
Kedua mata Alaska terbelalak lebar mendengar penuturan dari Papa Farhan. Sungguh ia sangatlah kaget bahwa selama itu, Alaska sudah terikat perjodohan dengan wanita yang sema sekali belum ia lihat bahkan sampai detik ini.
"Iya tentu saja saya masih inget Farhan. Apalagi yang kita tunggu, putri saya juga sudah cukup umur untuk berumah tangga," jawab Abi Harun sembari tersenyum.