✰Rekomendasi Cerita "Introspeksi"✰
Nero, seorang pewaris perusahaan ternama, menikahi Aruna, gadis desa sederhana yang bekerja di perusahaannya. Cinta mereka diuji oleh keluarga Nero, terutama ibu tirinya, Regina, serta adik-adik tirinya, Amara dan Aron, yang memperlakukan Aruna seperti pembantu karena status sosialnya.
Meskipun Nero selalu membela Aruna dan menegaskan bahwa Aruna adalah istrinya, bukan pembantu, keluarganya tetap memandang rendah Aruna, terutama saat Nero tidak ada di rumah. Aruna yang penuh kesabaran dan Nero yang bertekad melindungi istrinya, bersama-sama berjuang menghadapi tekanan keluarga, membuktikan bahwa cinta mereka mampu bertahan di tengah rintangan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Detia Fazrin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
She's My Wifeꨄ
Pengumuman untuk Pembaca
Terima kasih yang telah dan baru mengikuti cerita "She's My Wife" cerita ini menampilkan perjalanan kisah cinta antara Aruna dan Nero. Sebagai penulis, saya ingin mengingatkan kepada para pembaca untuk membaca cerita ini dengan bijak. Karena kisah ini adalah karya fiksi yang dibuat untuk hiburan dan tidak bermaksud untuk mempromosikan tindakan dan pandangan tertentu mengenai kehidupan, pernikahan, serta hubungan sosial.
Cerita ini hanya menggambarkan konflik dalam konteks perbedaan status sosial dan tantangan keluarga, serta tidak mewakili pada nilai-nilai, keyakinan tertentu. Setiap tokoh dan peristiwa dalam cerita adalah hasil imajinasi dan tidak memiliki hubungan dengan orang atau kejadian nyata.
Saya berharap pembaca juga dapat menikmati cerita ini dengan penuh kesadaran bahwa cerita ini hanya fiksi belaka untuk refleksi, hiburan, dan eksplorasi emosi, tanpa bermaksud memberikan pengaruh negatif.
Terima kasih atas dukungan dan apresiasi Anda.
...**✿❀ Selamat Membaca ❀✿**...
01 Pertemuan Awal
Hari itu matahari mulai tenggelam di balik gedung-gedung tinggi kota, mengiringi Aruna yang melangkah keluar dari sebuah gedung perkantoran. Hembusan angin sore yang terasa lembut menyapa wajahnya, membuatnya bisa sedikit melepas penat setelah seharian bekerja.
Aruna, adalah seorang gadis desa yang merantau ke kota untuk bekerja, dia merasa beruntung bisa mendapatkan pekerjaan sebagai staf administrasi di salah satu perusahaan besar. Meski suasana kota masih asing baginya, namun dia mulai terbiasa dengan hiruk pikuk kehidupan perkotaan.
Saat berjalan pulang, tiba-tiba langkahnya terhenti. Di pinggir jalan, ia melihat seekor kucing kecil berwarna abu-abu, tampak kebingungan dan gelisah. Naluri kasih sayang pun muncul. Aruna berjongkok dan memanggil pelan, "Hei, kucing kecil. Kamu tersesat, ya?" Kucing itu menatapnya dengan mata bulat yang besar dan, tanpa ragu, mendekat. Dengan hati-hati, Aruna mengangkat kucing itu, dia mulai membelainya lembut bulu si kecil sambil mencari tanda pemilik.
Di sudut lain, dari dalam mobil hitam mewah yang terparkir di depan gedung, Nero sedang memperhatikan semua itu. Tanpa disadari senyum kecil terlukis di wajahnya. Baginya, pemandangan itu terasa begitu damai. Gadis sederhana itu, dengan pakaian kerja yang rapi, terlihat sangat peduli pada hewan kecil itu sebuah kesederhanaan yang tidak sering ia temui dalam kehidupan penuh kemewahan di sekelilingnya.
"Nak, ada yang bisa aku bantu?" tanya seorang satpam yang mendekat.
Aruna tersenyum kecil dan menunjukkan kucing itu. "Sepertinya dia tersesat. Apa ada yang kehilangan hewan peliharaannya di sekitar sini?"
Sang satpam menggeleng pelan, tetapi sebelum mereka sempat beranjak lebih jauh, suara berat terdengar dari belakang mereka. "Mungkin itu kucing milik saya."
Aruna menoleh, dan di hadapannya berdiri seorang pria tinggi dengan jas hitam yang rapi. Wajahnya tampan, dengan rahang tegas dan mata yang memancarkan ketegasan. Pria itu adalah Nero, tetapi Aruna belum tahu siapa dia sebenarnya. Tanpa menyadari siapa yang dihadapinya, Aruna hanya tersenyum hangat, "Benarkah ini kucing Anda? Saya pikir dia tersesat."
Nero tertawa kecil, "Ya, dia suka berkeliaran. Terima kasih sudah menemukannya."
Aruna menyerahkan kucing itu kepada Nero, dan ia sedikit terkejut merasakan detak jantungnya yang tiba-tiba berdebar lebih cepat. Ada sesuatu pada pria ini, meski mereka baru bertemu, yang membuatnya merasa aneh.
"Senang bisa membantu. Kalau begitu, saya pamit dulu," ucap Aruna sambil melanjutkan jalannya. Nero hanya menatapnya berlalu, dengan tatapan yang sulit dijelaskan.
Di dalam mobil, Nero tersenyum kecil sambil mengusap kepala kucing yang kini berada di pangkuannya. "Siapa dia?" pikirnya, teringat pada kehangatan yang memancar dari sosok gadis itu.
...***...
Keesokan harinya, Nero berangkat ke kantornya seperti biasa. Sebagai salah satu pemilik perusahaan, ia jarang terlihat di kantor kecuali saat ada rapat penting atau urusan mendesak. Namun, kali ini berbeda. Pikirannya masih terikat pada gadis sederhana yang ditemuinya kemarin sore. Ketika ia berjalan melalui lobi kantor, mata birunya berhenti sejenak pada sosok yang berdiri di depan lift itu Aruna.
Namun, tampaknya Aruna sama sekali tidak menyadarinya. Dia sibuk dengan berkas-berkas di tangannya, fokus pada pekerjaannya. Bagi Aruna, Nero hanyalah pria asing yang ditemuinya di jalan. Ia tidak tahu bahwa Nero adalah salah satu pemilik perusahaan tempatnya bekerja.
Nero mendekat perlahan, ingin menyapanya, namun sebelum sempat berkata apa-apa, suara nyaring yang sudah sangat dikenalnya menyela dari belakang.
"Nero! Kau di sini juga!" seru Bianca, wanita yang selalu mengejar perhatian Nero. Dengan pakaian elegan dan riasan sempurna, Bianca tampak seperti sosok yang selalu dipuja oleh banyak pria. Namun tidak dengan Nero.
"Bianca," Nero mengangguk sopan, meski rasa tidak nyaman langsung menguasai dirinya. Bianca selalu mencoba mendekat, dan ibu tirinya sangat mendukung hubungan mereka. Tapi bagi Nero, hatinya tidak pernah tertarik pada Bianca.
"Aku pikir kita bisa makan siang bersama nanti. Bagaimana?" tanya Bianca dengan suara genit, sambil meraih lengan Nero.
Nero menghela napas dalam hati. Sekarang, dengan kehadiran Aruna, perasaannya semakin jelas. Ia tidak tertarik pada Bianca. Ia telah menemukan seseorang yang berbeda seseorang yang sederhana namun memikat.
"Aku ada urusan lain," jawab Nero singkat, sambil melepaskan tangannya dari Bianca dengan lembut. Matanya kembali tertuju pada Aruna yang kini sudah masuk ke dalam lift. Sebuah senyuman kecil kembali muncul di sudut bibirnya.
Pertemuan takdir ini baru saja dimulai.
Setelah Nero melepaskan tangannya dari Bianca, ia melangkah cepat menuju lift. Meskipun Bianca masih berdiri terpaku, mencoba memahami apa yang baru saja terjadi, Nero tidak lagi memperhatikan. Pikirannya hanya terpusat pada Aruna.
Di dalam lift, Aruna menatap cermin di depannya. Ia menarik napas panjang, berusaha menenangkan degup jantungnya yang masih terasa kencang. Pertemuan dengan pria itu Nero terasa begitu singkat, tapi cukup untuk membuat hatinya bergetar aneh.
"Siapa dia sebenarnya?" Batinnya bertanya-tanya, tapi dia segera menepisnya. Bukan saatnya untuk memikirkan hal-hal yang tidak penting. Dia memiliki pekerjaan yang harus diselesaikan.
Saat pintu lift terbuka, Aruna melangkah keluar dan menuju ruangannya. Setibanya di meja, ia langsung tenggelam dalam pekerjaannya. Tugas menumpuk hari itu, tetapi pikirannya masih melayang-layang sesekali, mengingat pertemuan singkat di lobi.
Sementara itu, Nero tetap memandang ke arah lift yang baru saja menutup. Rasa penasaran yang menggelitiknya semakin kuat. Dia merasa ada sesuatu yang berbeda dengan Aruna, sesuatu yang menarik perhatian tanpa alasan jelas.
Tapi ini bukan waktu yang tepat untuk memikirkan lebih jauh pertemuan mereka baru saja dimulai, dan Nero yakin ini bukan yang terakhir kalinya mereka akan bertemu.
Beberapa jam berlalu. Nero kembali ke kantornya dengan langkah tegas. Pikirannya sibuk dengan pekerjaan, tapi bayangan Aruna terus muncul di benaknya. Ia tak bisa berhenti memikirkan gadis itu, bagaimana ia begitu alami, begitu berbeda dari wanita lain yang pernah ia temui.
Tidak ada kesan bahwa Aruna tertarik padanya karena status atau kekayaannya, tidak seperti Bianca dan banyak wanita lain yang terus mengejarnya. Di balik kesederhanaan Aruna, Nero melihat sesuatu yang lebih dalam.
...***...
sekarang sudah sibuk takut pergaulan anaknya.
bentar mereka keluarga tiri Nero kan? apa bedanya dengan Mereka yang hanya menikmati kekayaan ayahnya Nero
jangan sampai jadi fitnah kalau cuma berdua dengan Aron.
tetap semangat ya thor..