Eila Pertiwi tidak pernah membayangkan seorang Max William Lelaki Famous di Sekolahnya yang menjadi incaran banyak Gadis, tidak ada hujan atau badai tiba-tiba menyatakan perasaan padanya, padahal mereka tidak dekat sama sekali.
Namun di sisi lain, kehidupan Max William yang dianggapnya sebagai 'konglomerat manja yang hanya bergantung pada orang tuanya' ternyata jauh dari ekspetasi-nya, Lelaki itu selama ini memiliki banyak rahasia dan luka nya yang selama ini ditutupi dengan rapih.
"Gue, kan, udah bilang. Semua hal tentang Lo, Gue tau."
"Suapi, Eila.."
"Jangan coba-coba Eila. Lo cuman milik Gue, faham?"
"Gue bakal buat pelajaran siapapun yang berhasil curi senyuman manis Lo."
"Because, you are mine." Max meniup telinganya, "Cuman Gue yang boleh liat. Faham, Cantik?"
Semua ini tentang Max William dan segala sikap posesif dan manjanya yang seiring waktu membuat pertahanan Eila Pertiwi runtuh, dia terjebak dalam semua skema rangkaian yang dibuat Lelaki Berandalan itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon oviliaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Calon Pacar?
"Naik."
Eila yang semula fokus dengan ponselnya seketika menengadahkan wajahnya, alisnya seketika menyatu mendapati Lelaki dengan jaket berwarna hitam tidak terkancing menyodorkan helm padanya.
Eila menghela nafas. "Gue udah pesan Ojol." Sahutnya malas, kembali menatap layar ponselnya.
Kenapa seharian ini Lelaki itu terus mengganggu nya sih? Tidak punya perkejaan lain selain merecokinya?
Srett..
Tanpa sempat mempertahankannya, ponselnya ditarik dengan dengan mudah oleh Max.
Eila melotot tidak terima. "Hei, apa-apaan sih!? Balikin nggak!"
Perbedaan tinggi mereka yang benar-benar jomplang membuat Eila melompat-lompat berusaha menggapai ponselnya yang diangkat tinggi-tinggi oleh Max.
"Gue balikin asal Lo pulang bareng Gue." Ucap Max datar lengkap dengan wajah tanpa ekspresinya.
Eila mendengus tidak percaya. "Nggak! Gue bilang nggak!" Tolaknya mentah-mentah.
"Ok, berarti ini." Max memamerkan ponsel yang masih di genggamnya saat Eila berusaha meraihnya Max lebih dulu memasukkan ponsel itu ke kantung Jaketnya."Gue bawa pulang."
Max berlalu berniat pergi namun dengan cepat Eila menarik pergelangan tangan Max.
"Fine! Gue pulang bareng Lo."
Max tersenyum tipis, tanpa sepengetahuan Eila karena posisinya yang memunggungi Gadis itu.
Lelaki itu berbalik, kembali menyodorkan helm berwarna Lilac itu. Eila menatap helm itu dengan pandangan mengernyit, seperti ada yang aneh.
Eila menerima helm tersebut dan memakainya. "Lo suka warna Lilac?"
Max menggeleng menjawabnya.
"Terus kenapa helm Lo warna Lilac?"
"Itu helm Lo. Lilac, warna favorit Lo." Ujarnya santai.
Eila menatapnya aneh. "Gue nggak pernah beli helm."
Dan kalaupun iya, untuk apa? Eila tidak bisa mengendarai Motor sendiri. Terlebih lagi Abangnya belum mengizinkannya.
"Gue yang beli, supaya Gue antar-jemput Lo tetap aman."
"Siapa juga yang mau diantar-jemput sama Lo?!" Sembur Eila kesal.
Lelaki itu hanya mengedikkan bahunya acuh. "Gue nggak butuh ijin Lo."
Dengan seenak jidat, Max menarik tangan Eila menjauhi Pos Securiti Sekolah menuju Motor Sport nya yang terparkir tepat di hadapan gerbang Sekolah.
Max menaiki Motor Sport hitamnya, memakai helm full face dan sarung tangan hitamnya yang menjaga kulit tangannya dari terik matahari, juga rintik hujan.
Lelaki itu menaikkan kaca helmnya. Memandang Eila yang cemberut memakai helm Lilac nya. "Naik."
Eila dengan amat terpaksa menaiki motor sport tinggi itu dengan mencengkeram kuat bahu lebar Max.
Setelah berhasil duduk, Gadis itu mengernyit tidak nyaman dengan posisinya saat ini. Well, Eila setengah menungging.
Bahkan kini rok abu-abunya sudah naik menampakkan paha putihnya, Eila berdecak, mencoba menarik roknya agar turun namun itu sia-sia saja.
"Nih, pakai buat tutupin." Max menyodorkan jaket nya yang entah kapan sudah di lepasnya.
Eila terkejut, tak urung Ia menerimanya. "Um.. Makasih."
Eila memakai jaket itu untuk menutupi pahanya yang terekspos.
"Udah?" Tanya Max memastikan Eila siap.
Eila mengangguk pelan meresponsnya.
"Pegangan."
Dengan ragu tangan Eila terulur, berpegangan pada pundak Max membuat sudut bibir Lelaki itu berkedut geli.
"Gue bukan Ojol."
Eila mengernyit, bingung. "Maksud Lo?"
Tanpa menyahut, tangan Max masing-masing membawa ke dua tangan Eila untuk melingkari perutnya.
"Modus!" Eila berniat menarik kembali tangannya tapi Max menahannya kuat.
"Pegangan, Eila. Gue nggak mau Cewek yang Gue suka, jatuh terus kelindes truk." Jawab Max.
Eila yang kesal dengan mulut asal bunyi Max, dengan jengkel membenturkan helm yang di pakainya pada helm Max menimbulkan getaran yang membuat kepalanya juga ikut pusing.
Max menoleh, "Lo nggak papa?"
Eila berdecak. "Gak!" Jawabnya gengsi, alisnya menukik kesal lantaran Max tampak tidak marah atas aksinya dia justru mengkhawatirkan nya.
Max menurunkan kaca helmnya, "Jangan lepas." Intrupsi nya pada tangan Eila yang melingkari perutnya, Lelaki itu pun kembali memegang stang Motornya.
Melajukan Motor Sport hitam keluaran terbaru itu dengan kecepatan maksimal. Meliuk-liuk, menyalip beberapa pengendara lainnya hingga menimbulkan banyak bunyi klakson tanda protes.
Eila mencengkeram erat pegangannya pada pinggang Max. "Max! Lo gila!" Jeritnya histeris, memejamkan mata takut.
Benar-benar membuat perutnya bergejolak mual. Menyesal sekali Ia mau-mau saja, tapi kalau menolak pun ponselnya mau sampai kapan Lelaki itu sita.
Kenapa sih ada orang seperti Max!? Dan kenapa juga dia ngotot sekali ingin dekat dengannya?!
Lagi pula, kapan sampainya sih? Perasaan jarak Rumahnya tidak terlalu jauh. Eh tunggu.. Rumah? Oh iya, Eila lupa memberitahu Max alamatnya.
"Max!"
"Max!!"
"Ih, Max!"
Deru angin dan faktor memakai helm, membuat suaranya teredam. Max tidak kunjung menyahut, Eila mendengus kesal akhirnya tidak mencoba memanggilnya lagi.
"Cakep-cakep, budek." Lirih Eila.
Ya sudahlah, biar saja Eila lelah.
Hingga akhirnya Motor Sport tersebut berhenti, Eila yang tersadar tidak bisa menyembunyikan wajah bingungnya.
Motor Max benar-benar berhenti tepat di hadapan pagar sederhana Rumahnya.
"Nggak mau turun? Atau mau jalan-jalan?"
Eila tersadar, matanya menatap Max nampak linglung."Dari mana Lo bisa tau Rumah Gue?"
Max menaikkan kaca helmnya agar dapat melihat wajah Eila lebih jelas.
"Gue tau semua tentang Lo." Ucap Max membuat Eila menganga tak percaya.
"Lo.. Stalker ya?!"
Dalam helm nya, Max terkekeh geli.
Sepertinya pada dasarnya Eila sedang bicara dengan orang gila. Gadis itu mendengus, lantas turun dari Motor Sport nya dan melepas helmnya.
Eila memberikan helm dan Jaket itu pada Max. "Makasih!" Tanpa mau repot-repot menawari Lelaki itu untuk mampir, Eila nyelonong pergi masuk ke dalam rumahnya.
Max tersenyum tipis, tanpa berniat menjalankan Motornya lebih dulu. Lelaki itu mengeluarkan ponsel Eila dari saku jaketnya, terlihat mengotak-atik sesuatu.
Tidak membutuhkan waktu lama, Eila keluar dari Rumahnya dengan terburu-buru.
Gadis itu menghela nafas lega kala mendapati Max yang masih menduduki motornya di hadapan gerbang rumahnya.
Lelaki itu menoleh dengan salah satu alis naik, seolah mengejeknya.
"Kenapa Lo diam aja sih?! Balikin."
Max menyerahkan ponsel itu, Eila menerimanya dengan lirikan sinis dan alis menukik. Seperti animasi angry bird, Max mengulum senyum geli.
"Sudah sana pulang!" Usir Eila.
"Gue pulang setelah Lo masuk." Sahut Max tanpa beban.
Eila yang sudah malas berdebat sekaligus tidak perduli, melenggang masuk ke dalam gerbang.
Begitu mengunci gerbang rumahnya, Eila dengan penasaran melirik dimana Max berada. Lelaki itu sungguh masih berada di Motornya memperhatikannya dengan tangan terlipat.
Eila cepat-cepat mengalihkan pandangannya saat Max memergokinya.
Dasar menyebalkan!
Eila melangkah masuk ke rumahnya dengan kaki menghentak-hentak melampiaskan rasa kesalnya.
Di tempatnya, Max menggeleng samar. Gadis itu benar-benar membuatnya gila, sejak pertemuannya satu Minggu yang lalu. Sesingkat itu ternyata jatuh cinta.
Dengan begini dirinya jadi tau perasaan Gadis-gadis yang mengejar-ngejar nya selama ini.
Setelah memastikan Eila hilang dari pandangannya, Max menurunkan kaca helm full face nya. Memacu Motornya dengan kecepatan tinggi.
"Liatin apa kamu, La?"
Eila terlonjak kaget, "Bang Rega! ngagetin aja!"
Rega tertawa. "Lagian kamu, pulang sekolah bukannya ganti baju malah ngelamun sambil liatin jendela. Ada apaan sih?" Rega dengan penasaran ikut melihat apa yang dilihat adiknya bungsunya itu.
Namun Eila dengan cepat menarik gordennya. "Nggak ada apa-apa! Kepo."
Dengan bibir mengerucut, Gadis itu berbalik pergi meninggalkan Rega yang keheranan dengan sikap Adiknya.
Eila memasuki kamarnya. Kamarnya tidak terlalu besar namun rapih dengan didominasi warna Lilac, juga putih.
Ia meletakkan tas nya begitu saja, menjatuhkan tubuhnya ke ranjangnya. Memandangi plafon kamarnya dengan pandangan menerawang.
Jujur saja, Eila sebelumnya belum pernah dekat dengan Lelaki. Sikapnya yang cuek dan meledak-ledak membuat Lelaki yang ingin mendekatinya kabur duluan.
Tapi herannya Max sangat keras kepala. Dia seolah tidak mempermasalahkan sikapnya. Padahal yang Eila tau dari gosip-gosip yang beredar, Max berandalan yang begitu menjunjung tinggi harga dirinya.
Siapapun yang mencari masalah dengannya bisa dengan mudah di habisi nya atau yang fatal dikeluarkan dari sekolah.
Isu yang tersebar pula mengatakan kalau Max dan teman-temannya pernah menghilangkan nyawa seseorang, tapi pihak sekolah tidak mencoba memastikan isu itu benar atau tidak nya.
Lagi-lagi karena hak istimewa yang dimiliki mereka.
Drrt..
Eila tersadar dari lamunannya singkatnya, begitu mendengar dering telepon dari ponselnya. Dengan malas Eila melirik siapa yang menelfon nya.
Calon Pacar.
Eila mengernyit bingung, perasaan Ia tidak pernah menyimpan nomor seseorang dengan nama menggelikan seperti itu.
Dengan penasaran Eila menggeser icon hijau untuk menjawab panggilan teleponnya.
"Hai." Suara bariton di sebrang sana membuat Eila mengerutkan keningnya.
"Siapa?"
"Calon pacar Eila, Max."
Eila membelakkan matanya tidak percaya. Refleks Gadis itu beranjak dari posisi berbaring nya.
"Lo gila ya!? Seenaknya buka-buka ponsel Gue." Serunya kesal.
Terdengar kekehan serak yang berat dari sebrang sana. "Gue juga baru tau kalo Gue gila.."
"Gila karena Lo, Eila."
Tut..
Setelah menutup panggilan teleponnya, berniat melempar ponselnya namun Eila urungkan. Gadis itu meletakkan ponselnya dengan wajah memerah, bukan karena blushing tapi karena benar-benar marah.
Selamat ya author..
👍👍👍👍👍
👏👏👏👏👏
♥️♥️♥️♥️♥️
musuh siapa yaa
Lanjut author 💪💪💪💪💪
♥️♥️♥️♥️♥️
😘😘😘😘😘
♥️♥️♥️♥️♥️