Halima Hartono itulah namaku.
Umur 21 tahun
Status janda anak 1
Dengan berat hati aku menerima perceraian dari suamiku, dan saat itu juga aku keluar dari rumah Besar mantan suamiku bersama Putri semata wayang ku.
Pulang ke rumah ke orangtua aku malu, karena aku yang mau nikah muda.
Dengan uang seadanya aku tinggal di sebuah kota kecil, sengaja aku cari dekat pasar, karena pikirku di pasar gampang cari uang.
Aku dapat sebuah kios yang cukup luas, ukuran 4x6, harganya setahun 30 juta, aku ambil dengan bayar 6 bulan.
Disinilah aku berada, di pasar Rakyat Sukamaju, karena sudah lama kios tidak disewa jadinya kotor
Saat membersihkan ruangan itu aku menemukan sebuah Cincin yang akan merubah kehidupan ku, bagaimana kisah-kisah hidupku silahkan ikuti ceritanya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jhon Dhoe, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab.02. Di abaikan mertua
Suamiku minta maaf karena tidak berterus terang, akupun memaafkan nya, tapi aku semakin berhati-hati, aku lebih giat berjualan dan lebih rajin menabung.
Sejak pengakuan suamiku tentang jabatannya, berdampak pada uang belanja dan uang bulanan ku, yang naik 100 %, aku tetap tidak banyak menuntut, apa saja yang di berikan, aku selalu nurut, dia belikan handphone baru aku terima dan tentunya berterimakasih.
Setiap aku belanja pakai uang bulanan past aku bilang, namun suamiku berkata bahwa itu sudah menjadi hakkku, jadi terserah aku gunakan untuk apa.
Dengan begitu aku pindahkan saja beberapa ke rekening pribadiku atau rekening rahasiaku.
Hari berlalu, Minggu dan bulan berganti, selama itu juga mertuaku tidak tidak pernah datang.
Suatu hari suamiku pulang dan mengatakan, bahwa kami akan pindah ke Jakarta, Orang kepercayaan ayahnya, sudah Pensiun, jadi suamiku yang harus menggantikan orang itu.
Akupun sudah tahu kebesaran nama Mahesa, hingga membuatku mempersiapkan mentalku, dan tentunya materi, aku bukan matre, tidak akan aku meminta kepada suamiku untuk belanja yang yang aneh-aneh, prinsip ku aku harus lebih giat menyimpan uang, perhiasan tidak terlalu penting, walau aku juga beli, hanya agar Suamiku tahu uang bulanan ku ada pergerakan.
Orangtuaku melepas kami pergi, aku hanya bilang, bahwa suamiku di pindah tugaskan oleh kantor pusat, orangtuaku walau tidak sekolah tinggi, tapi sedikit sedikit paham, mereka mengerti.
"Neng, nanti saat ada waktu ayah dan ibu akan datang menjenguk kalian, ucap Sang Ayah.
"Ia Ayah, ucapku dan mencium tangan kedua orangtuaku, dan kakakku.
Kenziro, saat itu sudah berumur 1 tahun, dengan di antar sopir, kami menuju Jakarta, rumah kami di titipkan kepada orang kantor, dsn setelah menempuh waktu hampir 4 jam, karena beberapa kali berhenti di rest area, kami tiba di rumah Orang tua mas Panji.
Sebuah rumah seperti istana, tapi bagiku asal bersama suamiku, aku tidak masalah, hanya saja aku harus berhati-hati, apalagi aku orang kampung.
Kami di sambut oleh kedua orang tua mas Panji dan ketiga kakaknya, yang juga sudah berkeluarga, bahkan anak-anak mereka sudah Besar.
Tatapan mereka yang biasa saja, membuatku tidak tenang, tapi aku berusaha tenang, aku melaksanakan peradatan, menyala dan mencium tangan.
Tapi aku sedih, putraku tidak di sambut oleh mereka, tidak ada sapaan layaknya kakek dan nenek pada umumnya.
Mas Panji juga terlihat tidak mempersoalkan itu, pelayan mengantarku ke kamar yang sudah di sediakan, dan ada tempat tidur khusus untuk Kenziro.
Di lantai 3 itulah letaknya tempat kami tinggal, disitu sudah komplit bahkan dapur kecil juga ada.
Setelah beberapa waktu, mas Panji datang dan minta di buatkan kopi, saat minat dapur, ternyata semuanya tersedia.
Sambil minum kopi, mas Panji bercerita, dia mengatakan, bahwa aku tidak boleh turun ke lantai dasar lewat pintu tengah yang langsung terhubung dengan ruang tengah, jika da keperluan, aku lewat pintu sebelah dapur, walau itu juga pintu lifth.
Aku hanya nurut tidak membantah, kemudian suamiku melanjutkan ceritanya, bahwa aku tidak di berikan fasilitas pembantu, jadi lantai 3, di khususkan untuk kami, walau berbagi ruangan dengan kakak perempuan nya, yang di pisah menggunakan tembok, semua lengkap, ada sofa, televisi pokoknya layaknya rumah sendiri.
Kami memiliki 3 kamar, dan 1 kamar untuk gudang katanya, akhirnya aku berpikir, aku layaknya tinggal dalam penjara.
Tidak mau ambil pusing, bahkan aku berusaha untuk membiasakan diri, dan setelah beberapa hari, aku terbiasa, namun masalah nya, persediaan di dapur sudah menipis, aku bertanya kepada suamiku dan dia hanya menjawab, di depan komplek ada supermaket, gunakan saja motor yang sengaja di belikan untukku.
Aku ke supermarket lewat lifth yang menghubungkan pintu belakang, ada juga tangga biasa, dan ternyata di situ tertulis, kalau turun, gunakan tangga biasa, aku ikuti, setelah mengunci kamar dan menggendong Kenziro, aku kesamping dan melihat motor motor beat ada terparkir.
"Maaf Nona Muda, menurut nyonya besar, kalau keluar, lewat pintu samping, begitu juga nanti saat kembali, ini kuncinya, ucap seorang pelayan.
"Terimakasih mbak, ucap Ku dan membuka pintu, setelah motor aku keluarkan, kembali pintu aku kunci dari dari luar dan berangkat ke supermarket.
Aku belanja tidak banyak karena hanya kakak motor, aku sendiri sejak sejak SMP sudah bisa bawa mobil, karena ayahku punya mobil untuk jualan dan juga kami punya mobil Keluarga walau hanya sekelas Toyota Rush, yang belinya kredit hehehehe.
Di supermarket juga aku dapat informasi, bahwa dalam jarak sekilo meter, ada pasar tradisional, selesai belanja aku pulang.
Mas Panji kelihatan sangat sibuk, jadi dia selalu pulang di atas jam 7 malam, kadang jam 10 malam baru tiba, selesai mandi minum teh hangat dia langsung tidur.
Seperti biasa aku tak banyak bicara, hanya bertanya sekedar, dan menawarkan makan makan malam.
Mas Panji juga memang tipikal tidak banyak bicara, aku sudah terbiasa, begitu setiap hari hingga genap lah sebulan aku tinggal di rumah itu, dan dalam sebulan, aku hanya bertemu dengan keluarga mertua, saat Sabtu atau Minggu.
Kedua mertuaku hanya menyapa seadanya, tapi Kenziro putraku di abaikan, berbeda dengan putra kakak iparku yang perempuan, yang hampir seumuran dengan Kenziro, yang di ajak berbicara walau si bayi tidak membalasnya.
Mertua ku terlihat sangat akrab dengan ipar- ipar ku yang lain, sedangkan aku hanya bermain dengan putraku saja.
Waktu terus berjalan, 2 hari sekali saat pagi setelah suamiku berangkat kerja, aku ke pasar, belanja sayur, ikan dan daging, aku berekreasi, dengan nonton tutorial saat istirahat setelah menyelesaikan pesanan pelanggan ku, yang kini sehari bisa sampai 30 pesanan.
Beberapa bulan kemudian, suamiku sudah matang pulang tepat waktu, selalu di atas jam 10 malam.
Dia juga sudah jarang ngobrol denganku, uang belanja dan bulanan memang tidak berubah, tapi dia sudah tidak lagi punya waktu buat aku dan Kenziro.
Biasanya hari Sabtu kami pergi jalan-jalan, kini sudah tidak lagi, dia bilang kalau mau ke Mall silahkan pergi sendiri, jika aku mau pergi ke mall, maka dia bawa mobil yang satu lagi, dan herannya, mobil itu akan di parkir di pintu samping, yang ada bangunan kecil, ternyata tanah itu sengaja di beli untuk parkiran mobil ku dan motorku dan di buatkan jalan, hingga jalan raya.
Karena sudah gak tahan akhirnya aku bertanya, mengapa mertua tidak tidak pernah menanyakan Kenziro atau aku sebagai menantu, suamiku terdiam.
Dengan menarik nafas panjang akhirnya dia menjelaskan semuanya, intinya mereka tidak setuju mas Panji menikah denganku karena statusku, dan soal Kenziro, mas Panji mengatakan bahwa kedua orang tuanya tidak mengakuinya.
Aku langsung tersentak mendengar ucapan suamiku.
numpang nanya nih... kan sempat panji taruhan dg sepupuny hingga nikah dg halimah dan punya anak. apa si jessy ini y?
ingat, jika dmasa datang jangan dcari y...(aplg kalo butuh bantuan)
sukses selalu