NovelToon NovelToon
Eternal Fog

Eternal Fog

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen / Action / Sci-Fi / spiritual / Sistem / Persahabatan
Popularitas:905
Nilai: 5
Nama Author: Chira Amaive

Kabut berbahaya yang disebut dengan Eternal Fog kerap kali menyerang kota. Tingkatan berbahaya dan jenis yang ditimbulkan kabut tersebut berbeda-beda. Ada beberapa warna yang membedakan jenis-jenis kabut tersebut. Ada pun penyebab Eternal Fog adalah semburan napas dari monster yang disebut Strano dan menghuni area di luar kota yang disebut Danger Mori. Oleh karena itu, keamanan kota dijaga oleh para Occhio. Sebutan untuk para pembasmi Strano dan Eternal Fog.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chira Amaive, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 1 Occhio

Solar Wind. Sebuah kota yang merupakan tempat markas pusat para Occhio. Occhio sendiri mungkin mirip dengan tentara. Bertugas menjaga keamanan kota bahkan negara. Tidak sembarang orang bisa menjadi bagian dari occhio, sebab tugas yang dijalankan sangat sulit dan berbahaya. Usia minimal untuk menjadi seorang occhio adalah tujuh belas tahun. Usia lebih tua tidak menjamin bahwa mereka lebih hebat dibandingkan occhio yang masih belasan tahun. Namun bukan berarti juga yang lebih senior itu lebih lemah. Semua ditugaskan berdasarkan jenis eternal fog yang muncul, juga berdasarkan kemampuan yang cocok untuk menghadapinya.

Para occhio sendiri harus tinggal di dalam markas. Mirip seperti asrama. Terdiri dari gedung dia puluh lantai. Lantai paling atas diisi oleh kepemimpinan occhio. Sedangkan ke bawahnya diisi oleh para occhio dan para pekerja yang berkepentingan untuk occhio. Ada pun lantai paling bawah adalah untuk tamu. Biasanya, dikunjungi oleh pihak keluarga dari occhio atau orang-orang yang melaporkan kejadian aneh yang terlihat di Danger Mori.

"Bagaimana dengan lukamu, Soren?" tanya Liu, salah satu perawat yang menanga occhio yang terluka.

"Hanya luka kecil. Strano bodoh itu pikir bisa memutuskan leherku dengan mudah. Padahal, lengannya tidak lebih tajam dari boneka berbulu." Soren menjawab bangga. Pemuda berusia delapan belas tahun itu mengalami luka lebar yang panjang di lehernya. Namun tidak dalam. Gerakannya yang gesit bisa menghindari serangan strano yang menyerang ganas dengan lengan yang berfungsi seperti pisau. Setelah memberikan sedikit luka pada leher Soren, Soren langsung mengayunkan pedang hingga leher strano itu yang putus.

Wanita berusia tiga puluhan tahun itu tersenyum. Mereka bertemu di koridor ketika Soren hendak meminta izin untuk melihat kota di malam hari. Sedangkan Liu baru selesai mengobati occhio lainnya.

"Kamu baru saja pulang dari misi, Soren. Lukamu juga belum sembuh," ujar seseorang yang merupakan salah satu yang bertugas untuk memberikan atau menolak izin para occhio. Biasanya yang meminta libur, cuti, pulang atau hanya sekedar jalan-jalan melihat kota. Kamera pengawas selalu aktif ke mana pun para occhio pergi. Selain untuk memantau misi, juga untuk mengetahui apa saja yang dilakukan mereka. Apakah jujur dengan apa yang dikatakan ketika izin, atau berbohong. Karena tak jarang dari mereka yang diam-diam pulang ke rumahnya. Jika itu terjadi, maka occhio yang melanggar akan terkena hukuman. Hukuman paling berat adalah dikeluarkan dari anggota occhio secara permanen.

Katanya, beberapa kali occhio mendapatkan hukuman tersebut. Yakni dikeluarkan dari keanggotaan occhio secara permanen. Namun, di luar sana mereka malah menggunakan kekuatan yang telah didapatkan selama menjadi anggota occhio untuk melakukan tindakan yang tidak benar. Seperti mencuri, merampok dan sejenisnya.

"Saya terbayang darah hijau strano yang mengenai wajah saya, pak. Itu membuat saya mual. Jadi, mungkin dengan menghirup udara di malam hari sambil melihat keindahan kota akan membuat saya lebih baik. Lagipula, ini hanya luka ringan. Tidak perlu waktu lama untuk sembuh. Liu juga sudah mengobati," jawab Soren meyakinkan.

Pria itu terdiam sejenak. Soren sudah melakukan misi dengan baik hari ini. Ia juga jarang sekali meminta izin.

"Baiklah, tapi kembali sebelum jam sepuluh. Kalau tidak, saya akan menyuruh penjaga untuk mengunci gerbang agar kamu tidak bisa masuk."

Soren mengangguk mantap, "Terima kasih!"

☆☆☆

"Jadi, kalau kakak ke mana pun pasti akan dilihat dari kamera pengawas?" tanya seorang anak lelaki kepada Soren.

Soren mengangguk. Padahal, ia sedang ingin menyendiri. Namun, tiba-tiba ada anak kecil yang menghampiri ketika tengah duduk santai di bangku taman.

"Bagaimana jika Kakak mau ke kamar mandi?" Anak itu bertanya lagi.

"Tak masalah. Sudah ada sensor privasi. Apa yang sekiranya tidak layak untuk ditangkap kamera, maka otomatis kamera pengawas akan gelap dengan sendirinya." Soren menjawab, menahan rasa jengkel karena ketenangannya luntur sudah.

"Aku senang sekali. Bisa bertemu secara langsung dengan seorang occhio. Kalau sudah besar nanti, aku juga mau jadi occhio."

Soren tersenyum kecut. Mengingat betapa sulitnya menjadi bagian dari anggota occhio. Bahkan pada saat itu, ia nyaris mundur dan memilih untuk melanjutkan sekolahnya. Dulu, Soren mendaftarkan diri sebagai occhio ketika baru lulus SMP. Sedangkan para occhio yang masih berusia sekolah, memiliki tempat khusus di markas untuk belajar selayaknya siswa pada umumnya.

Lalu, ia lolos dua tahun kemudian setelah mengalami masa-masa sulit. Dari ratusan orang yang mendaftar kala itu, hanya dua puluh orang yang terpilih.

"Siapa occhio paling cantik di sana, kakak?"

Sebuah pertanyaan yang membuat Soren semakin jengkel. Anak sekecil itu malah menanyakan hal seperti itu. Kepada Soren yang tidak terbiasa dalam memuji paras seseorang. Biasanya, ia hanya memuji kemampuan temannya ketika melakukan misi atau sekedar latihan ringan.

"Berapa usiamu sekarang?" Soren melemparkan pertanyaan untuk mengalihkan pembicaraan.

"Tujuh tahun. Aku sering lihat kakak yang berjalan dengan gagah saat ke luar dari pembatas kota menuju Danger Mori. Makanya, aku sangat senang ketika melihat kakak tiba-tiba sudah duduk di taman yang hampir setiap malam aku kunjungi."

Semakin lama, anak itu semakin cerewet. Ia mengutarakan apa pun di luar topik yang ditanyakan Soren. Sementara jam masih lama untuk mencapai angka sepuluh. Sialnya, kini Soren justru ingin cepat-cepat kembali ke asrama sebab adanya anak cerewet itu.

"Apakah aku bisa berkunjung ke gedung itu, kakak?" tanya anak itu dengan mata berbinar.

"Bisa kalau kamu ada kepentingan. Kalau tidak, maka tidak bisa."

Anak itu manyun tanda kecewa setelah mendengar jawaban dari Soren. Sebab ia menyadari juga bahwa ia tidak punya kepentingan untuk ke sana. Ia tidak memiliki keluarga yang menjadi occhio atau seseorang yang bekerja di markas occhio. Ia hanya orang biasa dan berkehidupan sederhana. Namun, cita-citanya sangat besar untuk menjadi salah satu anggota occhio. Membayangkan betapa kerennya ia ketika mengayunkan pedang.

"Kenapa kamu tidak pulang?"

"Nanti, aku hanya menjadikan rumah sebagai tempat untuk tidur. Selebihnya, aku akan terus berkeliaran keliling kota."

"Orang tuamu tidak mencarimu?"

"Tidak. Mereka tidak peduli padaku. Aku sudah terbiasa menyendiri."

"Lalu, temanmu?"

"Tidak ada, juga. Mereka selalu bilang kalau aku itu aneh."

"Aneh bagaimana?"

"Karena aku banyak omong."

"Memangnya banyak omong itu termasuk hal yang aneh?"

"Entahlah. Tapi—,"

Tiba-tiba anak itu mengambil pisau kecil dari sakunya dan menyayatnya pada lengan Soren. Soren sangat terkejut. Bukan karena apa yang dilakukan anak itu, melainkan apa yang berhasil dilakukan anak itu. Ia berhasil melukai Soren di saat ia dalam keadaan lemah dan tidak berpikir akan hal yang tiba-tiba dilakukan anak itu. Untuk pertama kalinya, Soren mulai tertarik menatap anak itu.

"Bagaimana bisa?"

"Aku bisa melihat posisi lengah seseorang."

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!