S 5
Tak hanya mengalah dan memendam perasaan, dia juga rela bertanggung jawab atas kesalahan fatal yang dilakukan adiknya hanya demi menjaga perasaan wanita yang dia cintai dalam diam.
(Mohon baca setiap kali update! Jangan menumpuk bab, jangan lompat baca apalagi boom like. Retensi bergantung dari konsisten pembaca.🙏🙏🙏)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon syitahfadilah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 2. IJAB KABUL
Kinan menitihkan air matanya ketika Azka berhasil mengucapkan ijab kabul dengan lantang hanya dengan satu kali tarikan nafas. Dan yang jelas itu bukanlah air mata bahagia, ia tidak pernah menyangka akan menikah dengan laki-laki yang tidak dia cintai.
Meski lancar mengucapkan ijab kabul, tapi perasaan Azka benar-benar kalut. Ia selalu bermimpi suatu hari nanti menyebut nama wanita yang dicintainya dalam ikrar suci, namun yang terjadi justru sebaliknya. Ia menikahi wanita yang hanya ia anggap teman, dan merupakan sekretaris Raka adiknya.
Ketika giliran Raka yang mengucapkan ijab kabul, terjadi sedikit ketegangan kala Raka hanya diam tanpa membalas jabat tangan penghulu.
"Raka, kamu baik-baik saja, Nak?" Bisik Mama Flora. Kedua mata putranya nampak kosong menatap tangan penghulu yang terulur dihadapannya.
Raka tersentak, ia menoleh menatap mamanya lalu mengangguk sebagai jawaban bahwa ia baik-baik saja.
Raka menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan, kemudian menjabat tangan penghulu. Ia menegaskan dalam hatinya, bahwa hari ini adalah hari bahagianya karena akhirnya ia menikahi wanita yang sangat dicintainya. Tak seharusnya ia bermuram, apalagi sampai terlihat tidak bahagia.
Setelah selesai ijab kabul. Dua pasang pengantin pun dituntun oleh orang tua masing-masing menuju pelaminan. Raka dan Azka duduk dengan gagah nya layaknya seorang pengantin yang bahagia, mereka berdua ingin menunjukkan pada para tamu yang hadir bahwa ini adalah hari bahagia dua putra Rangga.
Sedang Kinan dan Alesha yang terlihat begitu anggun hanya terus menundukkan pandangannya. Bukan karena malu ditatap banyaknya pasang mata para tamu undangan, tapi karena merasa sedih dengan keadaan yang tak sepenuhnya hati mereka inginkan.
Acara berlangsung dengan meriah nya. Beberapa tamu undangan yang merupakan kolega Azka dan Raka naik ke atas pelaminan untuk sesi berfoto bersama dua pasang mempelai, dan juga mengucapkan selamat kepada dua pasang pengantin baru itu.
"Selamat ya Pak Azka dan Kinan. Pak Raka dan Alesha, semoga menjadi keluarga yang sakinah mawadah warahmah. Dan segera di beri momongan."
Mendengar itu, Kinan reflek mengusap perutnya. Tubuhnya seketika saja bergetar, ia menggelengkan kepala dengan sangat pelan, dalam hati berharap tidak terjadi hal yang tidak diinginkannya itu.
Beberapa jam acara berlangsung, para tamu undangan satu persatu meninggalkan aula pernikahan. Dan kini waktunya bagi dua pasang pengantin baru untuk beristirahat di kamar pengantin mereka masing-masing. Begitu pun dengan orang tua dua pasang mempelai yang juga akan menginap di hotel tersebut, sementara keluarga yang lain telah berpamitan untuk pulang.
*******
"Kenapa menatapku seperti itu? Apa sekarang aku terlihat tidak menarik lagi?" Tanya Alesha. Sejak memasuki kamar pengantin mereka, Raka terus menatapnya tanpa ekspresi, tak seperti biasanya yang tersenyum dan binar matanya selalu memancarkan cinta bila menatapnya.
Raka menunduk sejenak sembari menghela nafas, kemudian melangkah menghampiri sang pujaan hati yang kini telah resmi menjadi istrinya.
"Aku cuma gak nyangka aja, Al. Sekarang kamu benar-benar sudah menjadi istri aku, rasanya ini semua seperti mimpi bagiku. Kita memang telah berpacaran lama, tapi setiap sepasang kekasih tak selalu sampai pada titik ini." Ujar Raka sembari tersenyum tipis. Namun, di mata Alesha senyumnya itu nampak terpaksa.
Alesha pun membalas senyuman suaminya itu. Meski ia sendiri merasa gundah semenjak menerima lamaran Raka, tapi dia bisa merasakan ada yang berbeda pada pria itu sejak mendekati hari pernikahan. Sikap Raka tak seromantis biasanya, dan hari ini semakin terlihat ada yang tidak beres pada diri Raka namun ia juga enggan untuk bertanya.
Usai berganti pakaian, Alesha dan Raka duduk di sofa. Sampai detik ini meski hatinya belum sepenuhnya untuk Raka tapi Alesha tetap bertingkat seolah dia sangat mencintai. Disandarkan kepalanya di dada sang suami, dan Raka memeluk pinggangnya. Tatapan Alesha nampak kosong sementara Raka sibuk melirik arlojinya sambil memikirkan cara untuk keluar menemui Azka dan Kinan tanpa diketahui oleh Alesha.
"Bang, kalau kita tunda punya anak dulu, gak apa-apa kan?" Tanya Alesha tiba-tiba.
Raka tersentak, cukup terkejut mendengar keinginan Alesha yang ingin menunda punya anak. Sekaligus perkataan istrinya itu mengingatnya tentang sesuatu.
"Ya, kalau kamu belum siap, tidak apa-apa." Ujar Raka terdengar tenang, namun hatinya diliputi kecemasan akan suatu hal yang membuatnya sulit tidur akhir-akhir ini. "Nanti aku akan mengantarmu ke rumah sakit untuk pasang kontrasepsi." Lanjutnya.
Alesha tersenyum, "Terima kasih atas pengertiannya, Bang." Ucapnya.
Raka mengangguk, "Tapi jangan lama-lama ya, Al. Orang tua kita pasti akan menagih cucu dari kita."
Alesha tak langsung menjawab, dia terdiam sejenak. "Iya Bang, sampai aku bisa menemukan orang yang bisa aku percaya untuk membantuku mengelola Butik ku." Ucapnya kemudian. Raut wajahnya nampak murung. Jika boleh jujur ia belum siap untuk itu, bahkan untuk menyerahkan diri pada Raka saja rasanya ia belum siap. Tapi apa boleh buat, sebagai istri ia harus memberikan hak suaminya.
"Aku akan bantu untuk itu." Kata Raka. Untuk saat ini ia bisa memaklumi alasan Alesha untuk menunda punya anak. Istrinya itu memiliki butik yang sedang berkembang pesat, di jaman sekarang cukup sulit menemukan orang yang bisa dipercaya memegang tanggung jawab yang besar.
Meski keluarga Alesha memiliki perusahaan yang besar, tapi Alesha lebih memilih membangun butik daripada bergabung di perusahaan keluarganya. Menurutnya, membuka bisnis sendiri itu lebih menantang ketimbang menjalankan yang sudah berkembang.
Raka melirik arlojinya lagi, waktu menunjukkan pukul lima sore. "Kamu gak mau tidur? Pasti capek tadi lama berdiri di pelaminan." Tanyanya, berharap Alesha berkata iya.
"Hem, sebenarnya aku emang ngantuk. Tapi gak apa-apa nih aku tinggal tidur?" Alesha yang masih bersandar di dada suaminya, mendongakkan wajahnya.
"Ya gak apa-apa dong, yuk aku temani." Raka menuntun istrinya menuju tempat tidur.
Tak membutuhkan waktu lama Alesha pun telah tertidur. Setelah memastikan istrinya benar-benar lelap, Raka beringsut turun dari tempat tidur. Melangkah pelan menuju pintu, ia menoleh menatap istrinya sebelum akhirnya keluar dan menutup pintu dengan gerakan pelan agar tak menimbulkan suara.
Kini, Raka telah berdiri di depan pintu kamar Azka dan Alesha. Ia menggosok-gosokkan kedua telapak tangannya sambil mengatur nafas sebelum akhirnya mengetuk pintu itu.
Kinan yang sejak memasuki kamar pengantinnya hanya terdiam, tersentak ketika mendengar suara ketukan pintu. Ia gegas berdiri untuk membukanya.
"Biar aku saja," cegah Azka lalu berjalan cepat menuju pintu. Mungkin itu petugas hotel, pikirnya. Namun, saat membuka pintu ternyata Raka yang mengetuk.
"Bang, apa aku boleh masuk?"
Azka tak langsung menjawab, dia menoleh menatap Kinan. Istrinya itu berbalik badan begitu melihat keberadaan Raka.
yahhh iklan. lewat🤣🤣🤣
iklas tak terucapka......silahkan barangkali ada yg mau daftar buat jd biniya raka.....