Setelah pembantaian yang terjadi di desanya, dua gadis kecil entah bagaimana bisa selamat.
Setelah itu, karena takut para pelaku akan kembali, mereka diam-diam meninggalkan desa tempat kelahiran mereka.
Namun, sebuah insiden kembali menimpa keduanya yang membuat mereka berpisah.
Sang kakak perempuan 'Seina' memiliki pertemuan misterius yang akan mengubah jalan hidupnya.
Demi balas dendam, demi adiknya, Seina memulai perjalanannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lilachuu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Memasuki Hutan
Berkeliling di beberapa tempat, gadis itu menemukan beberapa barang yang masih dapat digunakan.
Apakah itu pakaian, makanan sisa, dan barang yang masih bisa digunakan. Setelah memutuskan bahwa itu telah cukup, gadis itu membungkusnya dan bergegas ke tempat persembunyian yang sebelumnya.
Sampai di sana dan melihat Rin meringkuk di sudut ruangan, gadis itu akhirnya bisa menghela nafas lega. Ia kemudian dengan cepat menghampirinya dan bertanya. “Rin, kau baik-baik saja? Bisakah kau berjalan?”
“Emm, aku bisa!” Rin mengangguk kuat agar tidak menambah kekhawatiran kakaknya.
Dengan bergandengan tangan, keduanya mulai meninggalkan tempat persembunyian.
Sang kakak memimpin jalan, ia menyuruh Rin menutup matanya saat menuntunnya melalui rute yang agak berbeda. Jelas bahwa dia tidak ingin sang adik menyaksikan pemandangan yang tidak menyenangkan.
Hanya setelah berjalan cukup lama, mereka telah meninggalkan wilayah desa dan sampai di pinggiran hutan.
Itu adalah malam yang gelap. Seandainya tidak ada kejadian buruk yang menimpa desa mereka, keduanya tidak akan berani masuk atau bahkan mendekati hutan di hari yang gelap.
“Rin, mulai sekarang jangan sampai terpisah dari kakak. Mengerti?”
“Emm...” Rin setuju dengan cepat.
Ia kemudian mempersempit jarak dan mulai memegang tangan sang kakak dengan erat.
Anehnya, meski diliputi oleh kesedihan dan ketakutan yang luar biasa, ia langsung menjadi tenang saat merasakan kehangatan dari tubuh kakak perempuannya.
Sungguh rasa nyaman yang tidak dapat dijelaskan.
Rin tersenyum tipis saat bergumam. “Itu benar, apapun yang menunggu kami di masa depan, aku akan baik-baik saja asalkan bersama dengan kakak.”
Baginya, kakaknya adalah segalanya. Asalkan dia ada disisinya, tidak akan ada hal buruk yang akan menimpanya. Itu tidak lain adalah kepercayaan buta dari seorang saudara.
Kalimat tersebut diucapkan dengan suara kecil, namun karena jarak keduanya sangat dekat, sang kakak bisa mendengarnya dengan jelas.
Juga berbeda dari senyum tipis di wajah Rin, ada kecemasan akan ketidakpastian dalam raut wajah gadis yang lebih besar.
Beberapa saat kemudian, mereka berdua telah sampai cukup jauh di kedalaman hutan.
Gadis yang lebih besar berhenti dan meletakkan barang bawaannya di bawah pohon besar yang berdiri kokoh di dalam hutan. Ia kemudian mengalihkan pandangannya kepada Rin dan mengamatinya dari atas ke bawah sebelum bertanya.
“Rin, apakah bajumu basah? Aku membawa beberapa pakaian, kamu bisa menggantinya untuk saat ini.”
Melihat kakaknya membuka barang bawaannya, Rin bertanya dengan sedikit ragu. “Apakah itu baik-baik saja? Bagaimana dengan kakak?”
Sang kakak tersenyum dan menjawab dengan tenang: “Tidak apa-apa kok, aku akan melakukannya nanti. Malam hari akan sangat dingin loh. Ini juga untuk menjaga kesehatanmu.”
Setelah mengatakan itu, sang kakak menyerahkan sebuah pakaian yang seukuran dengan tubuh Rin.
“Terima kasih, kakak.” melihat kekhawatirannya sia-sia, Rin hanya bisa menyetujuinya dengan senyum tipis di wajahnya.
Ia melepas pakaiannya yang basah dan menggantinya dengan yang diberikan oleh kakaknya. Meski sedikit lebih besar dari ukuran tubuh Rin yang mungil, itu masih terasa hangat dan nyaman untuk dikenakan pada malam tersebut.
Sang kakak tidak dapat menahan senyum di wajahnya saat memandangi Rin yang mengenakan baju agak longgar.
Ia bahkan memuji dalam hatinya. “Adikku memang imut...”
Setelah itu dia mengambil beberapa kayu lalu menyusunnya untuk menjemur pakaian basah milik Rin.
“Kita akan beristirahat disini untuk malam ini dan melanjutkan perjalanan besok pagi.”
Mendengar pernyataan tersebut Rin mengangguk menunjukkan persetujuannya.
Ia kemudian menggelar kain yang ada di dalam bungkusan untuk digunakan sebagai alas tidurnya. Disisi lain, sang kakak hanya mengambil sebagian tempat untuk duduk sambil beristirahat.
Mungkin merasa bahwa sang kakak akan berjaga semalaman, Rin meletakkan kepalanya di pangkuan sang kakak dan bertanya. “Kakak, apa kamu tidak akan tidur malam ini?”
“Tenang saja, aku bakal tidur kok nanti.”
“Lalu, apakah besok kita akan baik-baik saja?” saat menanyakan yang terakhir, mata lelah Rin perlahan menutup. Kemudian, tanpa mendapat jawaban dari pertanyaan tersebut, Rin perlahan mulai tertidur.
Memandangi wajah tertidur milik adik perempuannya, mata gadis itu mulai melembut. Ia mengelus kepala Rin dengan lembut saat bergumam. “Apapun yang terjadi, kita akan baik-baik saja.”
Lalu, setelah mengatakan kalimat tersebut, gadis itu juga terlelap dalam tidurnya.