NovelToon NovelToon
Aku Sudah Memaafkan

Aku Sudah Memaafkan

Status: tamat
Genre:Tamat / Cintapertama / Cintamanis / Hamil di luar nikah / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Trauma masa lalu
Popularitas:3M
Nilai: 5
Nama Author: yu aotian

"Aku emang cinta sama kamu. Tapi, maaf ... kamu enggak ada di rencana masa depanku."


Tanganku gemetar memegang alat tes kehamilan yang bergaris dua. Tak bisa kupercaya! Setelah tiga bulan hubunganku dengannya berakhir menyakitkan dengan goresan luka yang ia tinggalkan, aku malah mengandung darah dagingnya.

Saat itu juga, aku merasakan duniaku berotasi tidak normal. Aku terisak di sudut ruangan yang temaram. Menyalahkan diri sendiri atas semua yang terjadi. Namun, satu yang aku yakini, hidup itu ... bukan pelarian, melainkan harus dihadapi.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yu aotian, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 2 : Semuanya Berawal dari Pertemuan itu ....

Kumulai menjelajahi waktu belasan tahun yang lalu, menuju zaman ketika Blackberry menjadi telepon genggam termewah dan Facebook menjadi sosial media terpopuler. Demam Kpop baru menyerang Indonesia lewat boyband yang jumlah personelnya melebihi satu tim sepak bola. Orang yang berjoget-joget depan ponsel mereka di tempat umum mungkin akan disangka stress. Kata bucin dan baper pun belum tercipta. Apalagi pelakor.

Aku baru saja menginjakkan kaki ke universitas tempatku menimba ilmu. Sebagai orang baru yang datang dari perantauan luar pulau, tentu saja aku tak memiliki teman maupun kenalan. Namun, berada di lingkungan baru tanpa sanak-saudara ternyata tidak terlalu buruk. Kepribadian orang metropolitan yang apatis, justru membuatku nyaman. Sebab, aku seorang introvert.

Sibuk menjelajahi lingkungan kampus membuatku sadar kalau aku mulai tersesat. Universitas ini terlalu besar. Terlalu banyak bangunan dan jalan-jalan kecil yang membuatku semakin bingung. Sekadar untuk berbalik ke tempat awal pun aku buta arah. Semakin berjalan, yang kudapati malah ruang-ruang kosong yang sepi.

Mataku lalu terarah pada sosok pria yang tengah menyendiri di bawah pohon rindang. Pria itu duduk tenang dengan earphone yang menyumbat telinganya. Matanya terpejam, sedang kedua tangannya bersedekap dengan satu kaki yang berpangku pada paha sebelahnya.

Aku mengumpulkan segenap keberanian untuk mendekatinya. Satu langkah. Dua langkah. Tiga langkah. Aroma khas parfum lelaki mulai meraba masuk indra penciumanku. Pada langkah kelima menuju ke arahnya, kelopak matanya terbuka seketika. Sepertinya, dia memiliki insting waspada yang kuat.

Aku terpaku sejenak. Mata kami saling bersirobok. Pada saat itu, aku terkesima melihat wajahnya yang rupawan dihiasi sepasang mata yang begitu hidup dan bercahaya. Rahang tegas dan hidungnya yang mancung dan lancip seolah menguatkan kesan maskulin di wajahnya. Hanya menatap matanya, serasa tersedot ke lautan biru yang dalam. Menjadikan mataku tak bisa berpaling darinya.

"Ada apa?" Suara datarnya membangunkan lamunanku.

Aku yang masih membeku, lantas gelagapan. "E ... a ... anu ... mau nanya, Kak. Arah keluar dari sini sebelah mana, ya?" tanyaku sembari mengelus tengkuk leherku tanpa mengalihkan pandanganku dari wajahnya yang menyejukkan mata.

Pria itu menurunkan earphone yang terpasang di telinganya dengan santai. Lalu berdiri dari duduknya, menghampiriku yang diam terpaku.

"Sebelah sana! Terus aja, nanti belok kiri sebelum ada gedung laboratorium. Jalan terus lagi," tunjuknya sambil berdiri di sampingku dengan jarak yang sangat dekat.

"Makasih, ya, Kak!" ucapku cepat-cepat berbalik karena sedikit gugup.

"Eh, mau diantar, enggak?" tanyanya.

"Hah?" Mataku terbelalak.

"Mau gue temani sampai ke pintu keluar, enggak?" ulangnya.

Aku malah jadi salah tingkah sendiri, sementara dia berjalan mendahuluiku dengan santai.

"Ayo, ikut gue!" ajaknya tanpa menunggu balasanku.

Aku segera mengekornya sambil menatap punggungnya. Postur badannya sangat tinggi, menjadikanku hanya sebatas pundaknya. Gayanya yang cool dan modis, benar-benar merepresentasikan anak gaul ibukota.

"By the way, mahasiswa baru, ya?" tanyanya sambil menoleh ke arahku.

"Iya, Kak."

"Dari mana?"

"Dari Sulawesi, Kak!" Aku terlalu malu menyebut asal kotaku.

"Oh, pantes logatnya beda," ucapnya sambil tersenyum miring.

Aku tidak tahu apakah itu sebuah ejekan atau bukan. Sulit untuk menebak karena aku kurang pergaulan. Yang pasti, senyumnya begitu memikat, hangat, mampu membuat jantungku berdegup-degup tak keruan. Aku tidak mengerti dengan maksud dari detakan jantungku saat ini.

"Ambil fakultas apa?"

"Kedokteran, Kak," ucapku sambil menunduk.

"Sama dong! Mau gue ajak keliling fakultas dulu, gak?"

"Hah?"

Lagi-lagi aku menunjukkan ekspresi gamam hingga tak menjawab ucapannya. Sialnya, dia mampu membuat kakiku terus mengikuti arah langkahnya, seolah mendapat tarikan medan magnet yang kuat.

Dia lalu mengajakku berkeliling area fakultas kedokteran sambil memperkenalkan ruangan-ruangan yang akan sering digunakan, seperti ruang perkuliahan, praktikum, dan laboratorium. Dia juga menjelaskan tentang perkuliahan dan hal-hal umum yang harus diketahui mahasiswa kedokteran.

“Ini ruang BEM FK. Kalo kamu butuh bantuan atau mengalami kesulitan selama proses perkuliahan, datang aja ke sini. Bakal banyak senior yang bantu.”

Aku hanya bisa mengangguk. Dia lalu menggiringku ke sebuah laboratorium. Kami melangkah masuk ke ruangan itu dengan mata yang berkeliling. Dia berhenti tepat di sebuah manekin anatomi tubuh manusia.

"Lo tahu, gak, kenapa gue milih jadi dokter?"

"Hhmm ... karena itu cita-cita Kakak?" tebakku tak yakin.

Dia tersenyum simpul, lalu berkata, "Karena menjadi dokter adalah sebuah kehormatan. Kita diizinkan orang-orang untuk masuk ke aspek yang paling intim dalam hidup mereka," ucapnya dengan jari tangan yang menyentuh setiap organ tubuh dan berhenti pada organ hati.

Dia menoleh ke arahku. Memandang wajahku dengan saksama. Cukup lama. Pada posisi ini, aku tak tahu harus berbuat apa. Hanya bisa tertunduk dalam untuk menyembunyikan wajahku yang memerah. Tiba-tiba kurasakan belaian tangannya di kepalaku.

Dia tertawa kecil sambil mengusap rambutku. "Kenapa rambut lo penuh daun kering?"

Dia membungkuk, mengintip wajahku yang tengah malu. Tatapannya benar-benar membuatku ingin menenggelamkan diri di saat itu juga.

"Ayo keluar!" ucapnya sambil berbalik meninggalkan ruangan ini.

Aku lantas buru-buru mengekornya. Kami kembali berjalan menuju area yang bukan lagi bagian dari wilayah fakultas kedokteran. Dia mengulurkan tangannya ke arahku secara tiba-tiba. Aku yang tak mengerti hanya bisa mengernyit.

"Tangan lo mana?"

"Heh?"

"Pengen gue genggam."

Aku melebarkan mata sembari meneguk ludah.

"Boleh, ya?" Tanpa menunggu konfirmasiku, dia menarik tangan mungilku, membawanya dalam genggaman jari-jemarinya yang besar.

Kami lalu berjalan menyusuri gang di mana beberapa mahasiswa yang berpenampilan urakan tengah mengobrol. Bau aroma rokok yang pekat langsung menerobos hidungku. Suara siulan lantas terdengar saat kami lewat di hadapan mereka. Aku hanya bisa menunduk sambil bersembunyi di belakang punggungnya. Sementara dia berjalan lurus dengan tangan yang tak lepas menggenggam jemariku.

Sepanjang jalan, aku dapat merasakan jantungku terpompa cepat. Bukan karena mendapat banyak tatapan buas dari para lelaki, melainkan karena baru pertama kali sedekat ini dengan seseorang.

Kepada jantung, tolong jangan bereaksi seperti itu. Aku takut dia bisa mendengar suara detakanmu yang kacau balau ....

"Mereka Mahdi, mahasiswa abadi. Bisa dibilang penguasa kampus. Itu markas mereka. Kalo lo tadinya cuma jalan sendiri, bisa-bisa ditahan sama mereka," jelasnya setelah kami berhasil lolos dari tempat itu.

Genggaman tangannya mulai melonggar secara bertahap, hingga akhirnya jemariku benar-benar terlepas dari tautannya. Meski begitu, mataku belum lepas pandang dari punggungnya yang tegak dan kakiku masih setia menyusuri jejak langkahnya.

Setelah hampir satu jam mengelilingi fakultas kedokteran, akhirnya kami pun harus berpisah begitu dia menerima panggilan telepon dari seseorang. Dia pun mengantarku sampai ke pintu gerbang keluar universitas.

"Boleh minta nomor HP, enggak?" pintanya tiba-tiba.

Mataku melebar seketika.

"Gak boleh, ya? Ya, udah gak papa kok kalo gak mau ngasih," ucapnya sambil menatap lembut padaku.

Tanpa sadar, bibirku langsung berucap, "Nomorku ...."

Dia tersentak saat aku hendak memberitahu nomor ponselku. Ia segera mengambil ponselnya dan mencatat nomor ponselku.

"Disimpan atas nama siapa, Nih?" tanyanya.

“Grittania Zefanya. Ita juga boleh,” jawabku pelan.

Dia terdiam sejenak sembari memandangiku. "Nama lo bagus," ucapnya sambil tersenyum lembut.

Tak lama kemudian, ponselku berdering, aku mengernyit melihat nomor tanpa nama di layar.

"Itu nomor gue. Save, ya!" ucapnya sambil berjalan mundur dengan cepat.

"Eh, mau di-save atas nama siapa?" tanyaku setengah berteriak.

"Tulis aja 'sayang' di situ," teriaknya sambil berbalik.

"Hah?!" Aku tersentak sembari menatap punggungnya yang telah berlalu.

Sejak awal aku tahu, cinta akan datang sepaket dengan luka. Untuk itu, aku tak pernah mau coba-coba merasakan jatuh cinta. Namun, dia menjadi pengecualianku. Untuk pertama kali dalam hidupku, aku merasakan debaran jantung yang tak normal saat berhadapan dengan seorang lelaki. Sulit menampik diri bahwa mulai detik itu, pandanganku selalu tertuju padanya. Punggungnya pun menjadi pemandangan favoritku sejak pertemuan itu.

1
Lenni Namora
makasih ya outhor untuk cerita novel mu yg sangat" bagus ni
🥰
Ambu Di La
time travel (lagi inget film apa dorama jepang ya lupa, yang di gerbong kereta)
Ambu Di La
sampe saat ini masih novel karya engkong yang paling aku suka
Ambu Di La
karena otor hiatus, saya juga hiatus dulu jadi reader 🤭🤭✌🏼
𝗞𝘂ͥ𝗿ᷱ𝗻ͥ𝗶ᷱ𝗮͜ ⁿʲᵘˢ
cerita yang menarik,banyak pelajaran kehidupan,nilai moral dan perjuangan hidup yang memang tidak akan pernah mudah,percintaan g selama indah,kehidupan memang berputar tp tinggal kita mau berputar di bagian mana semua tergantung pada usaha dan kerja keras kita sendiri,sebab nasib kita sendiri yang bisa mengubahnya
rini saja
cerita ok
A
makasih banyak dedikasi dan karyanya engkong. love you❤️🤗
Samantha
Kisah tentang kesehatan mental yang lebih spesifik kayaknya belum ada ya kak? Ini isu yang dulu dianggap tabu tapi sekarang mulai diangkat ke masyarakat. Penasaran kalo kak Yu nulis tentang ini gimana, pasti banyak banget informasi baru buat readers. Yang paling banyak sih hubungannya utk ibu rumah tangga, dan katanya ini juga sifatnya genetik, selain karena pengaruh lingkungan. Keren sih kayaknya kalo kak Yu angkat tentang isu ini jadi sebuah novel 😍
Samantha: btw mamaku adalah ibu rumah tangga yang berjuang dengan kesehatan mentalnya dan akupun juga semenjak jadi ibu, sekarang sedang berjuang untuk pulih demi keluarga kecilku
total 1 replies
Samantha
terima kasih ya kak sudah bersedia menamatkan cerita ini sampai akhir 🥹
Samantha
Kalo suamiku pembawa sifat genetik disleksia, jadi anak-anakku ketahuan ada gejala disleksia juga dari usia dini
Samantha
Aku suka Evan ☝️ walaupun sering gedek banget sama sifat dan sikapnya Evan yang suka nyimpan semuanya sendiri tapi aku tetap cinta Evan 😍 dia karakter yg misterius menurutku dengan segala kelebihan dan kekurangannya.
Kalo kak Yu suka tokoh abu2, berarti Tuan Lim ya?
Dee 🌸
MasyaAllah...akhirnya keinginan nya bs terwujud dengan berupaya membuat penemuan obat utk Arai Junior dan pasti akan lbh termotivasi
Dee 🌸
ahhh teenyata mereka berdua bersama di jepang
Dee 🌸
waahh hebat Arai..jd dr. Takeda itu Arai yaa
Dee 🌸
Wahhh ternyataa beneran Arai yg jadi salah satu tum peneliti obat. Jadi Arai selalu ada disisi Evan yaa
Dee 🌸
Jangan2 tim ahli nya ini Arai bukan sihh🤔
Dee 🌸
Sombongnyaa ga berkurang..
Berkelas atau tidak Evan sukanya sama Ita, titik. Yg menilai tdk berkelas kan kamu Nadin krn mlihat hanya krn harta dan kedudukan
Oma Zaf
aku cuma bilang, terima kasih thor atas karya mu. pokoknya the best.
Lenni Namora
😭😭😭
Lenni Namora
Luar biasa
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!