Namanya Kanaka Harvey, dia anak keduanya Letta dan Devano, sejak awal bermimpi jadi pembalap, tapi apa daya takdir menuntunnya untuk masuk ke perusahaan peninggalan kakeknya. Terkenal dingin dan tak tertarik dengan perempuan manapun, nyatanya Kanaka justru terperangkap pada pesona bawahannya di kantor yang bernama Rere (Renata Debora) , cewek itu terkenal jutek dan galak sama siapapun. Kanaka yang tak pernah berpacaran itu begitu posesif dan overprotective terhadap Rere.
IG : 16_rens
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rens16, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2 : Pemuja setia
"Re.....!" goncangan itu semakin keras Rere rasakan di badannya.
Rere menguap, berniat kembali memejamkan mata, saat suara sang ibu mengingatkan janji temu dengan seseorang.
"Katanya mau ketemu mas Damar buat ngajuin persetujuan magang."
Serta merta Rere loncat dari atas tempat tidurnya, nyaris terjerembab karena kakinya tersangkut selimutnya.
"Astaga anak ini, kenapa sih ceroboh mulu kerjaannya!" omel ibu sambil pergi keluar dari kamar putri semata wayangnya itu.
Rere melirik jam yang ada di atas nakas, jam sembilan lebih beberapa menit, kalau ia buru-buru pasti ia bisa mengejar dosen pembimbing sekaligus kakak sahabatnya yang terkenal sibuk karena sekarang juga mengampu mata kuliah untuk mahasiswa S2.
Tak ingin melewatkan kesempatan ini, Rere buru-buru membasuh badannya tanpa mempedulikan rambutnya yang lengket akibat tersiram hujan semalam, kalau ia keramas sudah pasti ia akan telat, yang terpenting sekarang dia harus mendapat tanda tangan dari pak Damar, yang lain gampanglah.
Rere melajukan motor matic nya dengan ugal-ugalan, sesampainya di kampus ia memarkirkan motornya sembarangan, tinggal lima menit waktu yang tersisa atau dia akan kehilangan kesempatan lagi.
Brug........ Rere menabrak seseorang.
'Bangsa*! ' makinya dalam hati, sedang buru-buru dan selalu ada halangan, sialan memang.
Rere mendongak menatap sosok jangkung yang baru saja dia tabrak dan ia tumpahkan kopi di tangannya itu.
"Woi... kalo jalan pakai mata dong!" Biasa antek-antek Kanaka lebih galak dari bosnya yang terkenal dingin dan irit bicara itu.
Tak ingin membuang waktu karena memang waktu yang ia miliki hampir habis, Rere tak menanggapi panggilan antek-antek tersebut dan terus berlari.
Sampai di depan ruang pak Damar, Rere mengatur nafasnya pelan lalu mendorong pintunya.
Rere membeku, di depan Damar sekarang duduk salah satu teman Rere yang sedang meminta bimbingan kepada Damar.
'Damn it!' lagi-lagi Rere kalah cepat dengan teman yang lain.
Tepat jam 9.30 pintu di depannya terbuka, dan tanpa permisi Rere langsung merangsek masuk untuk melakukan konsultasi.
Damar menatap horor ke arah Rere yang melemparkan senyum manisnya kepada Damar.
"Bang.... maksud saya pak Damar, saya mau konsultasi," ucap Rere sopan sambil duduk di depan Damar.
Dengan gerakan yang sengaja di dramatisir, Damar melihat jam yang melingkar di tangannya.
"Please lah bang, aku udah nungguin abang dari kapan tahu buat konsul loh," rayu Rere melepaskan bahasa formalitas untuk menunjukkan kedekatan mereka.
"Aku heran sih sama kamu, kayak nggak niat aja buat kuliah, masih niat lulus nggak sih?!" omel Damar pelan.
"Ya masihlah bang, pengen buru-buru malah, biar cepat lulus terus kerja bantuin ibu cari nafkah," jawab Rere serius.
Kalau sudah begini Damar hanya bisa menghela nafas panjang, kenyataannya memang hidup Rere tak mudah sejak ayahnya meninggal dunia beberapa tahun silam.
Tapi Damar juga tak ingin memberikan kemudahan kepada mahasiswanya meski dia kenal dekat dengan orang itu.
Damar meraih surat persetujuan magang yang disodorkan oleh Rere, lalu membacanya dengan seksama.
"Nggak salah ngajuin magang ke Aurora Persada company? Bukannya susah nembus kesana?" tanya Damar sambil menatap intens ke Rere.
"Dicoba dulu pak," jawab Rere memakai bahasa formal lagi.
"Bukannya wasting time Re, kalo ditolak kamu harus mulai lagi dari nol lho," ucap Damar memberi masukan.
"Tapi kalau diterima, kans untuk jadi karyawan tetap besar juga lho pak," sahut Rere keras kepala.
"Yang penting saya udah kasih masukan ya, jangan salahin saya kalo kamu ditolak oleh mereka dan bakalan kesulitan menemui saya, karena saya mau sekolah lagi ambil doctor."
Glek..... Rere menelan ludahnya kasar, tapi dia tak ingin mundur, bayang-bayang bekerja di perusahaan itu yang jaminan kesejahteraan karyawannya sangat memuaskan menari-nari di depan matanya.
"Saya optimis pak!" sahut Rere tegas.
"Ya sudahlah kalau kamu optimis, saya harap sih kamu keterima, apalagi melihat nilai-nilai kamu yang sangat memuaskan itu," ucap Damar lalu membubuhkan tanda tangan di kertas proposal yang Rere ajukan.
Setelah mengucapkan terimakasih berulang kali, Rere pun keluar dari ruangan dosen pembimbingnya itu.
Di depan ruang tersebut, Dewinta sudah menunggu dan melemparkan senyum lebarnya menyambut Rere.
"Gimana? Di acc ama abang gue nggak?" tanya Dewinta penasaran.
"Um.... Um.... " jawab Rere sekedar memberi teka teki agar Dewinta penasaran.
"Nggak diacc ya, sini biar gue yang maju!" ketus Dewinta kesal.
"Lagak lo kayak pahlawan aja! Nilai lo aja cuman C plus di matkul nya dia, sok-sok an mau bantuin maju, yang ada lo digibeng! Hahaha." ledek Rere bikin Dewinta cemberut.
"Beneran ih, ditanyain juga!"
"Acc Dew, Acc!" sahut Rere sambil jingkrak-jingkrak.
Dewinta menutup mulutnya surprise banget kakaknya tidak banyak komplain seperti terhadap mahasiswa lainnya apabila menurutnya proposal yang diajukan tak sesuai.
Dengan perasaan membuncah Rere dan Dewinta berjalan bergandengan.
Tujuan utamanya datang ke kampus pagi-pagi sudah tercapai, Rere tiba-tiba teringat harus membelikan kopi gantinya kopi Kanaka yang tadi dia tumpahkan tanpa sengaja.
"Ke kedai kopi dulu Dew," ucap Rere sambil menyeret langkah Dewinta memasuki kedai kopi kekinian yang hanya ada satu-satunya di kampus mereka.
"Tumben lo jajan kopi mehong?" tanya Dewinta kepo.
"Mau gantiin kopinya Kanaka yang tadi gue tumpahin," jawab Rere santai.
"Hah! Lo numpahin kopinya Kanaka? Kok bisa?" jerit Dewinta panik membuat hampir semua penghuni kafe itu menoleh ke mereka.
"Bacot kecilin Dew! Hampir semua mahkluk di kampus ini pemuja setianya Kanaka," bisik Rere sambil memelototkan mata jengah.
"Ups sorry, kelepasan, hehehe," sahut Dewinta cengengesan.
Rere merotasi matanya jengah, sudah bukan rahasia umum lagi kalau sahabatnya ini suka bicara tanpa filter.
Setelah pesanan mereka selesai, Rere dan Dewinta berjalan keluar dari kafe sambil menenteng kopi untuk Kanaka.
Demi menghemat pengeluaran, Rere sengaja membeli kopi untuk Kanaka dan Dewinta, dirinya? Cukup kopi sachetan saja.
Disana di depan ruangan kelas yang paling ujung, Kanaka dan teman-temannya sedang asyik nongkrong sambil tertawa-tawa, Rere mendekat bukan ingin menarik perhatian Kanaka seperti teman-temannya yang lain, Rere bermaksud mengganti kopi yang ia tumpahkan tadi.
"Um Kanaka," panggil Rere ragu-ragu.
Kanaka mendongak, menatap Rere dengan alis bertaut, Kanaka menunggu kalimat lanjutan yang akan diucapkan oleh Rere.
"Ini gantinya kopi lo yang tadi kesenggol gue." Rere menyodorkan kopi ke Kanaka.
Kanaka menatap malas kopi yang disodorkan oleh Rere, tak ada dalam kamusnya menerima pemberian cewek yang tidak ia kenal.
"Ini." Rere kembali menyodorkan kopi itu ke Kanaka yang tak digubris oleh cowok itu.
Bukan kali pertama, kedua atau entah keberapa kali Kanaka menolak pemberian penggemarnya yang kadang diluar nalar itu.
Rere melongo karena pemberiannya diabaikan oleh Kanaka, sampai semua perhatian orang teralihkan oleh suara perempuan yang memanggil Kanaka dari arah fakultas lain.
______
Hohoho.... updatenya slowly ya guys, sambil ngetik sambil mikir mau dibawa kemana mereka hahaha.
Betewe makasih banget kalian membuat semangat ku yang awalnya mlempem jadi kriuk lagi.
Enjoy this novel ya.... muahhhh
cerita nya bagus tapi jadi ngeh setiap bab gini mulu