"Hangatkan tubuhku. Only one night."
Sebuah kalimat yang mengubah seluruh kehidupan Leon dan Bianca yang bertemu di Paris secara kebetulan.
Pertemuan singkat yang awalnya sebatas di Paris saja, siapa sangka berlanjut hingga saat keduanya kembali ke Indonesia.
Keduanya dipersatukan dengan status yang berbeda. Atasan dan bawahan. Hal tersebut membuat Leon memanfaatkan wewenangnya untuk bertindak dan bertingkah agresif kepada Bianca yang diam-diam telah mencuri ciuman pertamanya di Paris.
🫧🫧🫧
Halo semua! Ini novel terbaru Kak Shen. Yuk kepoin! 💜
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sheninna Shen, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Forget That Guy
..."Malam ini, lupakan pria itu." – Leonidas Salvatore...
“Nggak masuk?” tanya Leon acuh tak acuh.
Pria bertubuh tinggi tersebut membuka mantel coklat yang membalut tubuhnya. Kemudian melempar mantel tersebut ke atas sofa yang tak jauh dari tempat ia berdiri.
Sementara itu, Bianca masih mematung di depan pintu kamar hotel yang tadi ia reservasi. Wajahnya yang semula antusias saat perjalanan menuju hotel, kini mendadak pucat dan penuh dengan kegelisahan.
“Bianca, Bianca. Kamu sendiri yang ngajak dia, tapi kenapa malah kamu yang ketakutan?!” sesal Bianca dalam hati. Entah kenapa langkah kakinya begitu berat untuk memasuki kamar tersebut.
“Masuklah. Tadi kamu sendiri yang bilang kalau aku ini orang baik?” celetuk Leon sambil meraih botol wine yang sudah tersedia di atas meja. Ia membuka tutup botol wine menggunakan wine screw. Kemudian ia menuangkan alkohol tersebut ke dalam dua gelas.
Usai menuangkan minuman, ia meraih kedua gelas wine tadi dan memberikannya 1 gelas kepada Bianca.
“Take it. Dan, istirahatlah. Aku akan berada di balkon dan malam ini aku tidur di sofa,” lirih Leon menenangkan.
Bianca mengambil gelas wine yang disodorkan oleh Leon. Setelah itu, pria yang tadinya menyodorkan gelas wine kepadanya beranjak pergi menuju balkon. Punggung kekar pria itu menghilang dari pandangan mata Bianca.
“Haaa ….” Bianca menghela nafasnya. Ia pun memberanikan diri masuk ke kamar tersebut dan menutup pintu. Kemudian, ia duduk ke atas sofa sembari menatap warna ungu dari alkohol yang ada di gelasnya.
Tatapan kosong yang sangat tak bersemangat. Padahal, tadi ia berniat ingin bersenang-senang dan melupakan kegundahan yang terus menjadi mimpi buruk baginya. Haruskah ia merelakan sesuatu yang selama ini ia jaga hanya untuk pria yang baru ditemuinya?
“Lagian, dia juga nggak tertarik sama aku,” gumam Bianca sembari menenggak habis alkohol yang ada di gelasnya, “sesuatu yang dipaksakan itu nggak akan pernah berhasil.”
Usai menenggak habis alkohol di gelasnya, entah kenapa ia terpancing ingin menuangkan kembali alkohol yang ada di meja kaca depannya. Ia menuangkan alkohol yang ada di atas meja tersebut ke gelasnya.
Satu gelas. Dua gelas. Tiga gelas. Setelah menenggak tiga gelas wine untuk menghilangkan rasa frustasi yang membelenggu dirinya, entah kenapa tiba-tiba saja tingkat kepercayaan diri Bianca mendadak bertambah. Ia menjadi bersemangat dan badannya terasa panas.
Gadis dengan rambut tergerai tersebut melepaskan mantel hitamnya. Ia juga melepaskan sepatu boot hitam selutut yang ia kenakan. Setelah itu, ia bangkit dari sofa dan berjalan mendekati pintu balkon. Ia membuka pintu balkon dan berjalan mendekat ke arah Leon yang saat itu sedang menikmati pemandangan menara Eiffel dari lantai 7.
Leon menoleh sesaat ke arah gadis itu. Kemudian ia membuang pandangannya dan kembali menatap indahnya menara Eiffel di malam hari sembari sesekali meneguk wine yang ada di tangannya. Ia terlihat tak peduli dengan kehadiran Bianca yang kini sedang berdiri bersebelahan dengannya.
“Leon …,” lirih Bianca pelan. Mata gadis itu menatap lurus ke depan, ke arah menara Eiffel yang menjulang tinggi dan kokoh. “Kenapa kamu mengikutiku ke hotel ini?”
“Padahal, kamu ‘kan sedikitpun nggak tertarik sama aku?” tambahnya.
Leon tak peduli. Ia kembali menyeruput wine di gelasnya.
“Ck!” Bianca berdecak sebal, lalu terkekeh pelan. Ia menertawakan dirinya yang terlihat begitu menyedihkan. “Apa aku nggak menarik? Sampai-sampai Rey meniduri gadis lain seminggu sebelum hari pernikahan?”
Mendengar celetukan Bianca, Leon tersentak. Ia yang semula tak acuh, mendadak menajamkan telinganya. Entah kenapa ia menjadi penasaran. Tangannya bergerak pelan untuk memutar alkohol yang tersisa di gelasnya.
“Aku udah menguras tabungan untuk pernikahan ini. Bahkan, aku juga mengajukan pinjaman ke kantor. Ck! Aku benar-benar bodoh,” racau Bianca yang sudah mulai mabuk.
Leon menenggak habis alkohol di gelasnya. Kemudian ia membalikkan badannya untuk masuk ke dalam kamar dan menuangkan kembali alkohol tadi. Namun langkahnya terhenti karena lagi-lagi gadis itu menahan lengan kekarnya.
“Benar ‘kan? Aku itu nggak menarik? Bahkan dengan menyodorkan tubuhku saja untuk kamu nikmati, kamu menolak,” papar Bianca tak sadar.
“Masuklah. Kamu itu mabuk,” ucap Leon dingin.
“Okay, aku akan masuk. Tapi denganmu,” ucap Bianca sambil memeluk tubuh Leon dan membenamkan wajahnya ke dada bidang Leon.
“Angel. Sadarlah.” Leon berusaha melepaskan dirinya dari pelukan Bianca. Bukannya merasa tak nyaman, hanya saja ia takut tak bisa mengontrol dirinya jika gadis itu terus menerus menyerahkan diri dan memeluknya. Karena dia pria normal.
“Bukan Angel. Tapi Bianca! Namaku Bianca!” ketus Bianca kesal saat ia dipanggil Angel.
“Ck!” Leon berdecak saat gadis yang memeluknya memberi tahu nama aslinya. Padahal, di awal gadis itu ingin merahasiakan identitas diri. Lantas, kenapa sekarang ia malah mengatakannya?
“Leon,” panggil Bianca dengan suara yang sendu dan kepala yang mendongak ke atas, ke arah wajah Leon yang samar-samar terlihat karena sinar rembulan yang begitu terang malam itu.
“Hug me please. Just for one night,” lirih Bianca pelan dengan nada yang memelas dan penuh harap.
“Tenangkan aku dan bebaskan aku dari kegundahan yang seperti mimpi buruk ini,” tambahnya dengan tatapan yang sayu.
Malam itu, entah kenapa suasana mendadak romantis. Cuaca yang sangat dingin itu tak sedikitpun mengusik Leon dan Bianca. Kedua tubuh mereka terasa hangat. Entah karena dua tubuh menyatu karena pelukan, atau karena alkohol yang mereka tenggak sebelumnya.
Semilir angin bertiup dengan lembut. Hembusan angin tersebut membuat rambut dan pakaian yang mereka kenakan menari-nari dengan riang mengikuti arah mata angin.
“Hari ini adalah hari pernikahanku. Tapi—”
Belum sempat Bianca menyelesaikan ucapannya, Leon langsung menyambar bibir gadis itu dan menempelkan bibirnya tanpa melanjutkan aksinya.
Kedua mata Bianca sempat terbelalak sesaat kedua bibir luar mereka bertemu. Namun, perlahan mata bulat tersebut mulai sayu dan perlahan terpejam dengan pasrah. Seolah-olah ia dengan sengaja menyerahkan diri untuk dibawa hanyut oleh pria asing itu.
Leon menjauhkan bibirnya sebentar. Kemudian dengan suara baritonnya, ia berkata lirih, "Malam ini, lupakan pria itu."
Sesaat kemudian, ia kembali menempelkan bibirnya ke bibir Bianca. Tangan kanan yang masih memegang gelas wine tadi melingkar ke pinggul Bianca. Sedangkan tangan kirinya memegang tengkuk Bianca.
Entah setan apa yang merasuki diri Leon, pria dingin anti sosial itu ikut terhanyut dan mengikuti permainan yang ditawarkan oleh Bianca. Permainan malam panas tanpa mengharapkan imbalan apa-apa.
...🫧🫧🫧...
...BERSAMBUNG......
semangat terus🥰💪