Ugh ... My Aggressive Bos!
...“Hangatkan tubuhku. Only one night.” – Bianca Francesca...
“Aku akan menemukan bule dan mengajaknya check in!”
Bianca Francesca. Gadis yang saat itu berusia 25 tahun, ia sedang menghabiskan uang pinjaman pernikahannya ke Paris. Pernikahan yang seharusnya berlangsung hari ini, terpaksa dibatalkan karena ia melihat mantan tunangannya check in ke hotel dengan wanita lain.
Mata hazel yang bengkak karena menangis itu terlihat sendu. Padahal, ini hari ketiganya di Paris, kota yang dijuluki dengan ‘Kota Romantis’. Tak sesuai dengan ia yang saat ini sedang bersedih. Lalu, ia pun membulatkan tekad untuk mencari seorang pria untuk ia ajak berkencan dan menghabiskan malam panas selama ia di sana.
Yah … hubungan panas tanpa cinta. Tak ada salahnya ia mencoba bukan? Lagi pula, selama ini ia menjaga kesuciannya untuk orang brengsek yang tak menghargai apa arti kesetiaan darinya.
Mata hazel itu melirik sekelilingnya. Ada begitu banyak orang yang sedang lalu lalang di Taman Jardin Catherine Labouré. Kebanyakan dari mereka datang ke sana bersama pasangan. Tak seorangpun yang terlihat berjalan sendiri.
“Haaa ….” Bibir pucat Bianca terlihat kedinginan akibat suhu dingin 10°C.
Kala itu, kota yang Bianca datangi sedang melalui musim gugur. Cuaca yang benar-benar pas untuk pasangan berbagi cinta. Namun berbeda dengannya. Ia tampak putus asa karena tak menemukan 1 orang pun yang dapat ia ajak kencan.
“Come on! Aku menawarkan kesenangan tanpa menuntut bayaran! Masak 1 orangpun nggak ada!” gerutu Bianca kesal sambil meniup kedua tangannya yang kedinginan.
Bruk!
Tubuh Bianca tertabrak oleh sebuah tubuh kekar yang mengeluarkan aroma maskulin. Aroma yang sangat wangi dan memberikan kesan laki-laki. Bianca menoleh ke depan, ke arah pria yang baru saja melewatinya sembari menelefon tanpa mengatakan ‘maaf’ karena telah menabraknya.
“Hey!” seru Bianca sembari berlari dan menggapai lengan pria itu.
Pria tersebut menoleh ke belakang.
“I will call you later,” ucap Leon sambil mematikan ponselnya dan menaruh ponsel tersebut ke dalam kantong mantel coklatnya.
“Say sorry!” ucap Bianca dengan mata yang melotot dan wajah yang cemberut.
Pria berparas bule tersebut mengerutkan keningnya. Ia menatap heran ke arah Bianca.
“Sial! Sudah menabrakku, tapi malah mengacuhkanku!” gerutu Bianca kesal.
“Orang Indonesia?” tanya Leon singkat.
“Kamu … kamu bisa bahasa Indonesia?” Bianca balik bertanya. Wajah kesalnya seketika menjadi tenang saat melihat wajah tampan Leon. Wajah maskulin yang terlihat dingin tapi memancarkan aura yang memikat. Mata biru yang indah, dipadukan dengan alis tebal itu benar-benar mempesona! Terlebih lagi bibir pria itu begitu sensual! Seperti sebuah mahakarya agung dari semesta!
Apakah ia akan melewati malam panas dengan pria itu? Pikir Bianca.
Sesaat kemudian ia melirik ke kiri dan ke kanan, seolah-olah sedang mencari seseorang.
“Sendiri? Atau dengan pasangan?” celetuk Bianca tanpa basa basi sesaat menerka bahwa pria itu sedang sendiri di taman itu.
“Sendiri,” sahut Leon singkat. Ia semakin tak mengerti kenapa gadis itu bertanya demikian. Merasa tak memiliki keperluan, Leon beranjak pergi. Namun langkahnya terhenti ketika Bianca meraih lengan kekarnya.
“Tunggu!” ucap Bianca dengan mata memelasnya. Ia terlihat seperti seekor anak anjing yang kehilangan induknya!
“Aku kedinginan,” tambahnya dengan suara yang pelan.
“Then?” tanya Leon tak mengerti.
Bianca mendekat dan berdiri tepat di depan Leon. Kemudian ia mendongak ke atas, karena pria itu terlalu tinggi untuk tingginya yang hanya sebatas bahu pria itu.
“Hangatkan tubuhku. Only one night. Kita nggak usah saling kenal dan nggak usah mengatakan apa-apa. Cukup temani aku melewati malam panas—”
“Kamu pikir aku gig0lo?” sentil Leon sengit. Ia merasa harga dirinya ternodai karena gadis yang masih muda dimatanya mengajaknya untuk melakukan hal yang panas di cuaca yang dingin ini.
Leon menempik tangan Bianca. Kemudian ia melengos meninggalkan Bianca yang masih mematung di tempat. “Ck! Dia pikir aku ini—”
“Om! Tunggu!” seru Bianca yang lagi-lagi menahan tangan Leon.
Leon menghela nafasnya dengan kasar. Kemudian ia menoleh ke arah Bianca. “Stop call me ‘Om’! Emangnya tampangku Om-Om?!”
“Maybe. Tapi Om terlihat dewasa,” kekeh Bianca yang sok akrab. Padahal ia sendiri mengutuki dirinya yang begitu berani berbuat hal melewati batas di negara orang. “Temani aku, hmm? Cuma 1 malam dan aku nggak akan menuntut apa-apa. Setelah itu, aku akan pergi dan meninggalkan Om. Anggap aja setelah malam ini, kita kembali menjadi orang asing.”
“No. Aku akan mencarikan seseorang untuk—”
“But I want you,” potong Bianca memelas dengan suara putus asa. Matanya berbinar-binar dengan tatapan penuh harap.
Leon menghela nafas berat. Ia merasa bersalah jika membiarkan gadis itu. Karena, kalau bukan dia, pria-pria di luar sana pasti sudah meng-iya-kan ajakannya tanpa penolakan.
“Aku akan membantunya karena dia berasal dari negara ibuku. Only help. Tanpa melewati batas,” batin Leon.
Sesaat mengatakan hal tersebut, Leon mengangkat kedua alisnya secara bersamaan. Ia menatap tajam ke arah Bianca.
“Where we go?” tanya Leon singkat.
Sebuah senyuman terbit di wajah Bianca yang hampir putus asa. Menampilkan dua lesung pipi yang sebelumnya tersembunyi di balik pipi tembamnya.
“Wait,” ucap Bianca antusias, “ayo kita pikirkan nama samaran masing-masing. Jadi, kita akan saling memanggil dengan nama itu untuk beberapa jam ke depan.”
Leon tampak tak tertarik. Jadi ia menggunakan nama aslinya karena pikirnya mereka tak akan bertemu lagi kelak. Sedangkan Bianca, ia sibuk mengerucutkan bibirnya ke kiri dan ke kanan sembari berfikir nama apa yang akan ia gunakan agar pria itu bebas memanggilnya.
“Angel!” Bianca menyodorkan tangannya kepada Leon.
“Leon,” ucap Leon tak menyambut sodoran tangan Bianca. “Ayolah. Aku sudah kedinginan.”
Mendengarkan ucapan Leon, Bianca dibuat senyam senyum sambil membayangkan malam panas yang akan mereka lewati. Pasalnya, pria yang ada di depan matanya saat ini terlihat dingin dan tenang. Tapi … dengan tubuhnya yang kekar seperti itu, pria itu akan sebuas apa ya di ranjang?
“Ugh!” Bianca menepuk-nepuk kedua pipinya menggunakan kedua tangannya. Ia mencoba menenangkan perasaannya yang berkecamuk karena rasa campur aduk yang berkecamuk di dada.
“Leon! Tunggu!” Bianca berlari kecil ke arah Leon yang sudah berjalan lebih dulu darinya.
Tanpa segan, gadis itu meraih tangan kekar Leon yang semula ada di dalam saku mantelnya. Dengan beraninya gadis itu menggenggam tangan kekar pria itu, lalu ia kembali memasukkan kedua tangan itu ke dalam saku mantel Leon.
“Hey!” sergah Leon sambil menoleh ke samping dengan wajah tercengang dan tak bisa berkata-kata. Pasalnya gadis itu terlalu berani dan sama sekali tak takut padanya.
“Only one night,” bisik Bianca sambil tersenyum menampakkan giginya yang rapi.
“Kalau aku ini orang jahat gimana? Kamu nggak takut?” celetuk Leon penasaran.
Bianca menggelengkan kepalanya. “Nggak. Soalnya kamu nggak keliatan jahat.”
Lagi-lagi gadis itu tersenyum dengan sangat lepas. Seoalah-olah beban di dadanya menghilang. Apa matanya terlalu jelalatan saat melihat pria tampan? Sepertinya tidak, buktinya selama 2 tahun ia menjalin hubungan dengan mantan tunangannya, ia sedikitpun tak pernah melirik pria lain. Untuk saat ini … ia hanya ingin merasakan bebas dan melupakan peristiwa menyakitkan itu.
Leon menatap wajah Bianca sekilas saat gadis itu tersenyum. Di balik senyuman yang lepas itu, ia dapat menangkan kesedihan yang menguasai diri gadis itu. Buktinya, mata indah gadis itu ternodai karena bengkak akibat menangis. Lagi pula, mana ada gadis bodoh yang berani menyerahkan tubuhnya jika bukan karena sedang terpuruk?
...🫧🫧🫧...
...BERSAMBUNG…...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments
nona manis
hadirrr 👍🏻👍🏻
2023-11-09
0
lenong
penasaran nih
2023-10-21
1
asmara wati
dunia novel mah sah sah aja, segila dan se tak lazim apa pun cerita nya
2023-10-13
3