Alina Putri adalah Gadis muda yang baru berusia 17 tahun dan di umur yang masih muda itu dirinya dijodohkan dengan pria bernama Hafiz Alwi. Pria yang berumur 12 tahun di atas Alina Putri.
Keduanya dijodohkan oleh orang tua masing-masing karena janji di masa lalu yang mengharuskan Alina dan Hafiz menikah.
Pernikahan itu tentu saja tidak berjalan mulus, dikarenakan Hafiz meminta Alina untuk tetap merahasiakan hubungan mereka dari orang lain dan ada batasan-batasan yang membuat keduanya tidak seperti suami istri pada umumnya.
Bagaimanakah kisah mereka selanjutnya? Simak terus kisah mereka berdua di “Istri Sah Mas Hafiz”
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon muliyana setia reza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pertemuan Dua Keluarga
3 Hari Kemudian.
Pagi-pagi buta Alina sudah dibangunkan untuk membantu Ibu Desi memasak di dapur. Padahal sebelumnya, Alina tidak diperbolehkan untuk memasak karena Ibu Desi ingin Alina belajar dan terus belajar.
“Alina sayang, tolong kupas bawang merah dan bawang putih ini. Nanti siang kita kedatangan tamu penting,” ucap Ibu Desi pada Alina yang tampak masih mengantuk.
“Baik, Bu.” Alina segera melakukan apa yang diucapkan Ibunya tanpa ingin bertanya siapa tamu yang datang tersebut.
Alina melakukannya dengan senang hati, karena akhirnya ia bisa menyentuh dunia perdapuran.
“Bu, Alina sudah mengupas semua bawang ini. Apa ada bahan lain yang bisa Alina lakukan lagi?” tanya Alina bersemangat.
“Alina bisa mengiris bawang yang sudah dikupas tadi?” tanya Ibu Desi.
“Bisa. Alina tentu saja bisa melakukannya,” jawab Alina dan menunjukkan skillnya dalam mengiris bawang.
Ibu Desi cukup terkejut melihat Alina yang pandai mengiris bawang.
“Kamu bisa melakukannya, Nak? Sejak kapan? Perasaan kamu tidak pernah turun dapur,” ucap Ibu Desi terheran-heran.
Alina tertawa mendengar ucapan Ibu Desi yang terheran-heran hanya karena dirinya bisa mengiris bawang.
“Hanya mengiris bawang saja Ibu sampai terheran-heran begini? Alina pernah melihat Ibu memasak dan Alina sering melihat tutorial memasak di YouTube. Jadi, hal seperti ini bagi Alina tidaklah sulit,” ungkap Alina.
Ibu Desi cukup terkesan dengan jawaban Alina dan memuji kepintaran Alina dalam dunia masak.
Setelah hampir 3 jam berkutat di dapur, Alina memutuskan untuk mandi. Karena pada saat itu dirinya tengah datang bulan.
Sementara Ibu Desi, sedang sibuk mengepel lantai dapur setelah memasak beberapa menu makanan untuk calon besannya.
***
Siang Hari.
Alina sedikit heran dengan pakaian yang dikenakan oleh kedua orang tuanya. Ayah Bahri mengenakan baju batik dan Ibu Desi mengenakan kebaya Jawa, padahal tidak berpergian keluar rumah.
“Ayah dan Ibu kenapa berpakaian seperti ini? Apakah tamu kita ini sangat penting?” tanya Alina terheran-heran.
“Alina, kamu sekarang pergi ke kamar dan pakai kebaya yang sudah Ibu siapkan. Jangan lupa, kamu harus berhias. Setidaknya gunakan bedak dan pewarna bibir,” perintah Ibu Desi.
Alina semakin bingung dan pada akhirnya menuruti perintah Sang Ibu.
“Kebaya berwarna biru muda ini ternyata cocok denganku,” ucap Alina yang sudah mengenakan kebaya pemberian Sang Ibu.
Saat Alina tengah sibuk merias dirinya, rupanya keluarga dari Hafiz Alwi telah datang.
Ayah Bahri dan Ibu Desi menyambut kedatangan mereka dengan penuh suka cita.
“Assalamu'alaikum,” ucap mereka bertiga.
“Wa'alaikumsalam, silakan masuk,” balas Ayah Bahri dan Ibu Desi mempersilakan mereka untuk segera masuk ke dalam.
Orang tua Alina cukup terkesima dengan tampang wajah Hafiz yang ternyata sangat tampan. Jauh berbeda ketika terakhir mereka bertemu.
“Ini benar Hafiz?” tanya Ibu Desi memastikan.
“Iya Bu, saya Hafiz,” jawab Hafiz.
Alina berjalan menghampiri kedua orang tuanya di ruang tamu dan saat itu juga semua mata tertuju kepada Alina yang nampak cantik mengenakan kebaya berwarna biru muda yang membuat sosok Alina semakin menawan.
“Alina, salim sama tamu kita,” ucap Ayah Bahri.
Alina dengan patuh menyalami mereka, termasuk juga dengan Hafiz.
“Hafiz, kamu ingat dengan Alina?” tanya Ibu Nur pada putra sulungnya.
“Sedikit,” jawab Hafiz singkat.
Ayah Ismail menepuk bahu Hafiz seraya membisikkan sesuatu yang akhirnya membuat Hafiz tersenyum.
“Alina, sini duduk dekat Ibu,” ucap Ibu Nur yang tak lain Ibu kandung Hafiz.
Alina menoleh memandangi wajah kedua orang tuanya yang memberi isyarat agar dirinya segera duduk dekat Ibu Nur.
Sebenarnya siapa mereka? (Batin Alina)
Alina duduk tepat di sisi kanan Ibu Nur tanpa mengeluarkan sepatah katapun. Sementara Hafiz duduk di sisi kiri Ibu Nur yang juga diam seribu bahasa.
“Kalian kenapa diam saja? Atau ada yang ingin kalian dua bicarakan tanpa kami?” tanya Ibu Nur pada Alina dan juga Hafiz.
Alina menggaruk tengkuknya yang tiba-tiba gatal dan meminta izin untuk pergi dari ruang tamu.
“Maaf semuanya, Alina izin ke belakang dulu,” ucap Alina.
Alina berlari kecil meninggalkan ruang tamu dan tak sengaja dirinya menabrak kursi didepannya.
Bruk!! Alina menabrak kursi itu dengan cukup keras dan membuat para orang tua terkejut, begitu juga dengan Hafiz.
“Tenang saja, Alina baik-baik saja,” ucap Alina sambil melebarkan senyum manis dan kembali melanjutkan langkahnya menuju toilet.
Ibu Nur khawatir dengan Alina dan memutuskan menyusul Alina yang pergi menuju toilet.
“Bu Nur mau menggunakan toilet juga?” tanya Alina sesaat setelah keluar dari toilet.
“Nak Alina baik-baik saja? Apakah ada yang sakit?” tanya Ibu Nur.
“Bu Nur tidak usah mengkhawatirkan Alina, lagipula Alina sering menabrak kursi maupun meja,” jawab Alina.
Ibu Nur tertawa mendengar jawaban Alina seakan-akan calon menantunya sedang mengajaknya bersenda gurau.
“Kalian berdua sangat cocok,” ucap Ibu Nur yang mengambil kesimpulan bahwa Alina dan putranya sangat cocok jika sudah menjadi suami istri.
“Cocok apanya ya Bu?” tanya Alina bingung.
“Bukan apa-apa, ayo kita ke depan. Ada hal lain yang harus kita bicarakan,” ajak Ibu Nur sambil merangkul lengan Alina.
Entah kenapa, Alina merasa bahwa Ibu Nur sepertinya sangat dekat padanya. Padahal, Alina baru bertemu dengan Ibu Nur ketika acara syukuran kelulusan 3 hari yang lalu. Itupun mereka hanya menyapa dan tidak ada obrolan hal lain.
Alina memutuskan untuk duduk dekat dengan Ibunya dan meminta penjelasan mengenai tamu yang hadir di siang hari itu.
Bukannya mendapatkan jawaban, Ibu Desi justru meminta Alina tetap bersikap manis didepan tamu.
“Sudah waktunya makan siang, sebaiknya kita makan siang terlebih dahulu sebelum membahas hal yang lebih serius lagi,” ucap Ayah Bahri.
Ibu Desi berjalan beriringan dengan Ibu Nur, sementara para pria berjalan lebih dulu dan menyisakan Alina di belakang.
“Tadi yang memasak ini saya dan Alina loh, semoga kalian suka. Termasuk Nak Hafiz,” terang Ibu Desi.
“Ibu jangan berlebihan, yang masak tadi itu Ibu dan Alina hanya menyiapkan bumbunya saja,” ungkap Alina.
Hafiz lebih banyak menunduk, bahkan tak ada niatan untuk melirik Alina. Sementara Alina, terus saja memperhatikan Hafiz yang terus menunduk diam.
Pertemuan dua keluarga itu dimulai dengan obrolan ringan dan setelah itu makan siang bersama.
“Alina kenapa makannya sedikit?” tanya Ibu Nur ketika melihat porsi makan Alina yang sangat sedikit.
“Alina sedang diet?” tanya Ayah Ismail.
Alina hanya tersenyum kecil mendapat pertanyaan dari keduanya. Entah kenapa Alina merasa bahwa hari itu dirinya terus saja diperhatikan oleh Ayah Ismail maupun Ibu Nur.
“Uhuk.. uhuk..” Alina tersedak ketika tak sengaja matanya bertatapan langsung dengan Hafiz.
Tatapan Hafiz begitu dalam dan mampu membuat Alina menjadi salah tingkah.
kan anak ibu
kalau hafiz yang cari sama aja numbalin rumah tangga mereka.