Krystal Berliana Zourist, si badgirl bermasalah dengan sejuta kejutan dalam hidupnya yang ia sebut dengan istilah kesialan. Salah satu kesialan yang paling mengejutkan dalam hidupnya adalah terpaksa menikah di usia 18 tahun dengan laki-laki yang sama sekali belum pernah ia temui sebelumnya.
Kesialan dalam hidupnya berlanjut ketika ia juga harus di tendang masuk ke Cakrawala High School - sekolah dengan asrama di dalamnya. Dan di tempat itu lah, kisah Krystal yang sesungguhnya baru di mulai.
Bersama cowok tampan berwajah triplek, si kulkas berjalan, si ketua osis menyebalkan. Namun dengan sejuta pesona yang memikat. Dan yang lucunya adalah suami sah Krystal. Devano Sebastian Harvey, putra tunggal dari seorang mafia blasteran Italia.
Wah, bagaimana kisah selanjutnya antara Krystal dan Devano.
Yuk ikuti kisahnya.
Jangan lupa Like, Komen, Subscribe, Vote, dan Hadiah biar Author tambah semangat.
Salam dari Author. 🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Icut Manis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
EPISODE 25 : ADA APA DENGAN LENNA?
Malam ini sebelum jam makan malam, anggota osis akan mengadakan rapat. Ada beberapa agenda yang mendesak dan harus dibahas sesegera mungkin karena mereka dikejar deadline.
Salah satunya agenda tahunan Cakrawala High School yang setiap tahun rutin diadakan yaitu Summer Camp. Ya, kemping musin panas yang apabila tidak ada hambatan akan diadakan dua minggu lagi.
Alhasil osis yang merangkap langsung sebagai panitia acara harus bekerja dengan ekstra mulai malam ini. Banyak hal yang perlu disiapkan. Karena osis sudah menyiapkan rentetan acara yang pastinya menyenangkan.
Summer Camp tahun ini lebih di khususkan kepada siswa-siswi kelas XII yang sudah merupakan tahun terakhir untuk mereka berada di Cakrawala High School. Sementara untuk ke;as X dan XI akan tetap melanjutkan pelajaran di sekolah selama kelas XII mengikuti acara kemping.
Dan akan di ganti dengan acara outbound yanng diadakan di sekolah. Untuk itu osis sudah membuka pendaftaran bagi siswa-siswi kelas X dan XI yang ingin berpartisipasi menjadi panitia acara.
Acara rapat malam ini tidak di hadiri oleh dua sahabat Devano yang lain yaitu Dimas dan Rangga. Karena mereka ada tugas penting dari Devano yang tidak bisa di tinggalkan. Tugas penting diluar Cakrawala High School.
Setelah menghabiskan waktu sekitar satu jam lamanya, akhirnya rapat selesai dan anggota osis satu persatu mulai meninggalkan ruangan. Tersisa lah Devano, Lenna dan Iqbal yang mendiskusikan beberapa hal tambahan lagi yang perlu dibicarakan secara intens. Lebih tepatnya hanya antara ketos dan waketos saja, sementara Iqbal tengah berbaring di sofa panjang, sembari memainkan game di ponselnya.
Lenna yang berbicara dan menjelaskan, sementara Devano hanya menanggapi sepatah dua patah kata dengan mata Devano yang tidak lepas menatap layar laptop, tangannya juga menari-nari di atas keyboard laptop.
"Rilis pengumumannya. Setelah dapat persetujuan dari Miss Andini. Kasih laporannya ke gue besok pagi." Perintah Devano singkat dan datar. Mengembalikan proposal dengan judul 'SUMMER CAMP' di tangannya pada Lenna.
Lenna mengangguk paham.
"Oke. Nanti gue siapkan." Setelahnya beranjak meninggalkan ruangan osis.
"Lenna!"
Langkah Lenna terhenti di ambang pintu saat namanya di panggil. Ia lantas memutar poros tubuhnya menatap si empunya suara.
"Iya, Dev. Kenapa? Lo butuh sesuatu?" Tanya Lenna.
"Oh nggak. Gue cuma mau nanya sesuatu sama lo." Devano menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi putarnya.
Ucapan dingin Devano membuat Lenna mengangguk sembari tersenyum tipis.
"Lo mau nanya apa? Tumben banget."
Jari jemarinya saling mengamit kedua siku yang di letakkan di pegangan kursi, layaknya bos besar yang sedang mengintrogasi karyawannya, sangat berwibawa. Matanya dingin menembus retina mata Lenna di sana.
"Saat teman sekamar lo berubah menjadi monster dan menyakiti Krystal, bagaimana mungkin lo nggak tahu? Dimana posisi lo malam itu?" Tanya Devano datar.
Pertanyaan Devano membuat Lenna terdiam sejenak. Bingung harus menjawab.
"Hm...Dev. Gue pikir masalah ini udah selesai dengan dikeluarkannya Metta dari sekolah. Tapi kenapa lo masih... Sorry, mengungkitnya?" Tanya Lenna sehati-hati mungkin agar tidak kembali menyungging Devano seperti semalam.
"Bukan diungkit, Len. Tapi nanya. Secara kan lo satu kamar sama Metta, kemana-mana berdua udah kayak ulat bulu sama daunnya. Kenapa semalam Metta bisa lolos dari pantauan lo?" Bukan Devano, tapi Iqbal yang bersuara, dengan mata cowok itu tetap fokus pada game di ponselnya.
Lenna mengangguk paham.
"Gue di minta Miss Andini untuk mengkoordinasikan semua murid pada saat listrik padam semalam, supaya kita cuma berkumpul di satu titik. Jadi..."
"Lo pasti bekerja keras.
"Maksudnya, Dev?" Lenna tergagap akan selaan Devano.
Menarik nafas dalam, mata Devano turun pada lengan kiri Lenna yang terdapat goresan di sana. Lenna yang menyadari kemana arah pandangan Devano, langsung saja secara reflek menurunkan lengan gardigan yang dipakainya.
"Oh ini iya, kena pintu kantin. Gue ke kamar duluan, Dev, Bal." Pamit Lenna.
"Oke. Jangan lupa diobatin. Takutnya infeksi lagi." Dan hanya membalas ucapan Iqbal dengan anggukan dan senyuman tipis.
Tepat ketika Lenna meninggalkan ruangan osis. Rangga dan Dimas baru saja datang dengan setelan hitam-hitam mereka.
"Hai Len. Mau ke kamar, ya?" Sapa Dimas.
Lenna mengangguk canggung. Kenapa? Karena baik Devano ataupun tiga sahabatnya, memiliki aura yang sama. Dan terlebih Lenna jarang sekali berinteraksi dengan sahabat-sahabat Devano itu. Terlebih Dimas, yang terlihat paling sangar diantara lainnya.
"Duluan, Dim."
Dimas mengangguk, menepuk pundak Lenna. Sehingga si empunya sedikit menegang karena terkejut.
"Oke. Hati-hati. Waspada itu penting. Kita nggak tahu di radius satu meter dari sini apa yang terjadi. Iya kan?" Terkekeh pelan melihat wajah bingung Lenna di depannya.
Tidak tahu harus menanggapi apa, Lenna hanya mengulas senyum canggungnya. Lalu beranjak pergi.
"Ck! Dim! Dim! Kayaknya lo emang keturunan buldog deh. Muka lo nyeremin, bikin anak orang takut." Kekeh Iqbal.
Dimas mengendikkan bahunya acuh. Lantas melepaskan jaket yang membalut tubuh kekarnya sejak tadi, panas. Saat jaket terlepas, terlihatlah otot-otot lengannya yang dibalut dengan kaos putih yang berlumuran darah.
Rangga melakukan hal yang sama. Lalu menjatuhkan tubuh lelahnya di atas sofa. Malam ini tugasnya cukup berat dan ia perlu beristirahat sekarang.
"Udah beres?" Tanya Devano pada Dimas.
"Hm, udah. Lo nggak lihat gimana bentukan sekarang? Gue juga udah kirim laporannya ke email lo." Balas Dimas, berjalan ke arah rak buku besar yang ada dipojokan ruangan, menekan salah satunya. Rak terbuka, memperlihatkan ruangan rahasia dibaliknya.
Devano mengangguk. Ia sedang mengecek laporan yang dikatakan Dimas tadi.
"Mereka mulai bermunculan satu persatu. Dan lo harus hati-hati untuk serangan dadakan, Dev." Ujar Rangga masih setengah berbaring di sofa, dengan mata terpejam.
"Gue tahu. Temui dia secepatnya." Balas Devano datar dan seadanya.
Rangga, Iqbal dan Dimas yang baru kembali dari ruangan rahasia dan sudah berganti baju, sama-sama berjalan mendekati Devano. Menatap pada layar laptop yang memperlihat potret seseorang.
"Dia udah janji sama kita untuk nggak akan berkoar-koar tentang setahun yang lalu. Kenapa lagi kita harus nemuin dia? Lo mau ngelakuin apa?" Tanya Rangga.
Di tatapnya Devano yang sudah bangkit berdiri dan berjalan ke arah jendela dan membukanya dengan lebar agar udara segar masuk. Memasukkan kedua tangannya ke saku celana, memandang datar ke kegelapan malam.
"Kunci mulutnya untuk selamanya." Ujar Devano datar.
Dan itu sudah cukup di mengerti oleh mereka.
"Gue nggak mau ngambil resiko. Kita nggak bisa terus mengawasinya. Lo sendiri yang bilang satu persatu dari orang-orang masa lalu yang terlibat pada kasus setahun lalu, mula bermunculan. Dan dia adalah ancaman terbesar untuk pembongkaran. Kapan pun dia jadi bumerang buat kita. Terutama buat gue." Sambung Devano.
"Oke." Rangga mengangguk.
"Kosongkan jadwal untuk satu bulan ke depan. Jangan terima misi apapun. Gue off dulu." Ujar Devano, sembari melangkah meninggalkan ruangan osis.
"Kenapa mendadak? Lo baik-baik aja kan?" Tanya Dimas, menyusul di belakang.
"Ck! Ya baik-baik aja lah. Lo nggak lihat badannya makin hari makin gede kayak gitu? Udah pasti sehat walafiat." Celetuk Iqbal.
"Terus kenapa harus off? Kan gue jadi nggak ngelihat darah selama sebulan."
"Vampir kali lo haus darah! Si bos itu mau bucin-bucinan dulu sama bini. Lo nggak lihat dia lagi kasmaran gitu?"
"13 tahun juga gue udah kenyang kali ngelihat dia kasmaran." Itu lebih menyerupai sindiran untuk Devano yang berjalan di depan mereka.
"Dasar bos mafia bucin." Ledek Iqbal dan Dimas.
Sementara Rangga yang berjalan di samping Devano hanya mengulas senyum miring, sembari melirik singkat pada si empunya.
Devano? Tetap tidak peduli. Ya karena memang itu kenyataanya mau gimana lagi. Devano memang sedang tidak ingin jauh-jauh dari istrinya. Haruskah Devano pensiun dini sebagai mafia? Supaya ia bisa menghabiskan waktu yang lama dengan istrinya, tanpa harus berjauhan jika sedang ada misi yang mengharuskannya LDR dengan istrinya.
Ah, sekarang saja rasanya Devano sudah sangat merindukan istri kecilnya itu yang pasti sedang bersenang-senang dengan teman-temannya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
"Carl!"
"Hm?"
"Lo yakin kan 13 tahun lalu pas gue kecelakaan sekeluarga, gue nggak geger otak?"
Carletta mengangkat kepalanya menatap Krystal yang duduk di hadapannya, tampak mengaduk-aduk bubur kacang hijaunya.
"Kenapa emang?"
Krystal menggeleng.
"Nggak tahu. Tiap kali hujan turun. Kayak ada bayangan ingatan, tapi kabur, nggak pernah kelihatan jelas, tapi kayak pernah terjadi gitu. Tapi gue ngerasa nggak pernah ngalaminnya."
"Mungkin itu karena trauma lo kali, bisa aja lo berhalusinasi." Seru Sasa yang di setujui oleh Carletta.
"Ck! Udah lah Krys nggak usah dipikirin yang nggak penting."
"Krystal menghela nafas perlahan.
"Jejak Aldi gimana?" Tanya Krystal. Tanpa mengubah posisinya.
Giliran Carletta yang menghela nafas.
"Belum. Tapi gue udah minta orang-orang Daniel untuk coba cari.
Masih ingat Daniel kan? Pemilik dan pengurus sirkuit balapan tempat Krystal biasa balapan.
"Atau minta bantuan Devano aja?" Saran Carletta yang sialnya langsung di tolak mentah-mentah oleh Krystal.
"Nggak, jangan, Itu bukan urusan dia. Ngapain dia harus ikut campur. Gue yakin si Aldi nggak akan jauh dari jangkaun kita."
"Jadi orang yang waktu itu nggak sengaja kena semprot cabe gue itu ada hubungannya sama Keyzia?" Tanya Sasa.
"Gue yang kena semprot cabe lo!" Sembur Krystal, kesal jika diingat-ingat.
"Hehehe, sorry, Krys. Meleset dikit." Sasa menyengir.
"Meleset dikit sih, tapi berdampak besar untuk di hidup gue. Di tuduh narkoba, digebukin Papa, dinikahi paksa, terus ditendang ke asrama. Ck! Komplit banget hidup gue." Gumam Krystal sambil menyugar rambutnya, diselingi helaan nafas berat.
"Udah lah, Krys. Emang udah takdir lo gitu mau diapain lagi. Nikmati aja lah." Ujar Zoey yang baru saja keluar dari toilet.
Krystal menghembuskan nafas berat. Lalu kembali menegakkan tubuhnya, menatap Carletta dan Sasa bergantian.
"Lo berdua ke sini nggak ada niatan bantuin gue kabur gitu?"
Keduanya menggeleng serentak dengan muka lempeng mereka.
"Nggak ada. Kan kita ke sini mau ngasih informasi doang karena nomor kamu diblok. Ya kan, Carl! Balas Sasa enteng Sambil menyenggol Carletta. Yang di balas anggukan seadanya oleh si empunya.
Krystal mendesah mengaduk-ngaduk bubur kacang hijau di hadapannya tanpa selera.
"Nggak asik lo berdua."
"Belajar dewasa, Krys. Jangan dikit-dikit mintanya kabur mulu. Masa..."
"Lo nggak ngerti jadi gue gimana, Carl. Kalian nggak paham. Hidup gue benar-benar berantakan sekarang tahu nggak. Makin nggak jelas." Lirih Krystal gusar.
"Bagian mananya?" Tanya Carletta.
"Ya semaunya. Lo nggak tahu rasanya di nikahi paksa kayak apa. Di buang ke asrama. Hidup di kekang udah kayak tahanan. Lo nggak paham rasanya. Gue menderita, Carl." Erang Krystal frustasi.
"Sekarang gue tanya deh sama lo. Selama ini lo emang di bikin semenderita apa sama Devano, hah? Dia selingkuh?"
Krystal menggeleng.
"Kdrt?"
Lagi-lagi Krystal menggeleng.
"Atau dia suka tepe-tepe ke cewek lain?" Tebak Sasa lagi-lagi di balas gelengan oleh Krystal.
"Terus letak penderitaan lo dimana? Gue lihat Devano malah sayang banget sama lo." Geram Carletta tertahan.
"Iya. Jadi keingat sama kejadian semalam pas lo di temukan tenggelam di kolam dengan wajah pucat dan bibir membiru. Devano kelihatan kalut banget, Krys. Apalagi pas udah berapa kali CPR lo nggak sadar-sadar. Dia sampai nangis malahan. Bayangin! Seorang Devano yang sedingin kutub utara nangis! Gue aja shock lihatnya." Zoey ikut bersuara sedikit mendramatisir nya.
Sasa asik mengunyah pun ikut mengangguk-anggukan kepala.
"Kelihatan dia segitu takutnya kehilangan lo. Perasaan dia nggak main-main, Krys."
"Sok tahu lo! Kayak yang pernah aja pacaran!" ketus Krystal.
"Lah gue emang nggak pernah pacaran, Krys. Tapi gue paling nggak tahu dan bis a bedain mana cowok yang benar-benar sayangnya tulus sama yang main-main. Dan asal lo tahu, dari sekian banyaknya mantan lo selama ini, nggak ada yang setulus Devano gue lihat." Seru Sasa serius.
"Tumben lo benar." Celetuk Carletta.
"Gue tu sebenarnya pinter. Cuma kurang di asah aja." Sahut Sasa, seraya mengibaskan rambutnya.
"Tunggu apalagi, sih? Ganteng iya, cool, tajir juga iya, sayang dan cinta banget sama lo. Lo nyari yang kayak gimana lagi sih, Krys? Udah dapat spek kayak gitu lo masih aja mau kabur? Sumpah gue nggak ngerti sama jalan otak lo yang lebih dangkal dari si micin ini tahu nggak." Carletta menggeleng-gelengkan kepalanya tidak habis pikir dengan Krystal.
"Nge'eh. Gue aja mau jadi istri kedua Devano kalau dia mau sama gue." Celetuk Sasa yang langsung di hadiahi toyoran oleh Carletta. Sementara Krystal terkekeh pelan.
"Intinya, Devano itu udah yang paling terbaik dan sempurna buat lo. Tinggal lo nya sekarang. Terima dan jalanin. Udah. Lo selama ini terlalu ngelihat dari sisi buruknya. Coba sekali-kali lihat dari sisi yang berbeda." Zoey menyimpulkan.
"Tuh dengerin!" Sembur Carletta dan Sasa berbarengan.
Sial! Krystal benar-benar dikeroyok oleh mereka.
Krystal mendengus, lantas bertopang di atas meja. Ingatannya jadi melayang pada rentetan kejadian semalam. Krystal tidak bisa mengelak, bahwa apa yang temannya ini katakan semuanya adalah kebenaran. Karena Krystal sendiri bia merasakan perasaan itu langsung dari Devano.
Perfect man untuk Krystal.
"Ugh emang the best lah Zoey ini. Kayaknya gue mau tukar tambah lo deh Carl sama dia." Ujar Sasa yang langsung di hadiahi geplakan di kepalanya oleh Carletta.
Sasa mengusap kepalanya yang sakit.
"Tuh kan! Lo kasar! Jahat sama gue. Mending lo gue tukar tambah."
"Dia juga kalau tahu kelakuan lo kayak apa, juga lama-lama bakalan enek tahu nggak."
Zoey terkekeh pelan. Dua sahabat Krystal memang asik-asik orangnya, Baru dua hari mengenal, ia sudah cukup bisa menyesuaikan diri.
"Tuh suami lo datang." Ujar Carletta saat melihat rombongan Devano memasuki kantin.
Krystal menoleh dan benar saja ia melihat Devano dan sahabat-sahabatnya berjalan ke arah meja kantin yang mereka duduki. Karena hal itu, Krystal dengan cepat langsung memakan bubur kacang hijau yang sudah diaduk-aduknya sejak tadi. Membuat Carletta, Sasa dan Zoey terkekeh pelan melihat tingkah Krystal.
"Pelan-pelan." Ucap Devano.
Tubuh Krystal berubah kaku saat sepasang lengan kekar memeluk pundaknya dari belakang, meski hanya beberapa detik saja sebelum akhirnya si pemilik lengan kekar itu duduk di sampingnya. Lalu suaminya mencuri kecupan di bibir Krystal. Sehingga dapat pelolotan protes dari siempunya.
Bukannya takut Devano justru semakin menjadi-jadi mengecup bibir Krystal berulang kali di depan teman-teman mereka yang hanya bisa melongo melihatnya.
Bahkan perhatian seluruh penghuni kantin juga ikut teralihkan sejak kehadiran Devano di tambah sikap manis Devano pada Krystal.
"Duh bos gue tahu lo lagi ngebet banget sekarang. Tapi lihat-lihat tempat lah. Di sini isinya semuanya manusia. Bukan patung pancoran yang jadi pajangan doang!" Kesal Iqbal memutar bola matanya malas.
Krystal akan menarik dirinya dari Devano. Tapi Devano justru menahan pinggangnya agar tetap saling berdekatan.
"Cuekin aja. Lanjutin makannya." Bisik Devano. Dan di usapnya puncak kepala Krystal.
"So, kapan kalian pulang?" Tanya Iqbal pada Carletta dan Sasa.
"Kenapa? Lo mau ngusir gue?!" Semprot Carletta tidak terima.
"Ck! Bukan ngusir. Elah teman lo sensi amat Krys, untung cantik." Ujar Iqbal mengedipkan sebelah matanya genit.
"Eh lo ngedip-ngedip ke dia, ntar mata lo bisa di congkel beneran sama dia." Kekeh Krystal, melirik geli pada Carletta yang mendengus.
Ia sangat tahu tabiat Carletta yang sangat anti dengan cowok. Bukan berarti dia tidak normal ya, hanya saja untuk cewek seperti Carletta tidak ada waktu untuk meladeni lawan jenis.
"Nggak papa lah. Congkelan cinta itu namanya." Iqbal malah semakin gencar menggoda Carletta.
PLAK!
"Jijik banget gue lihat muka lo." Sahut Dimas setelah menggeplak kepala Iqbal. Yang justru dibalas kekehan oleh cowok itu.
"Carl! Kayaknya kita emang harus balik sekarang deh." Ujar Sasa setelah membaca pesan di ponselnya.
"Kenapa?" Bukan Carletta, tapi Krystal.
"Nih guru kesayangan lo. Ngancem nge DO gue sama Carl kalau besok nggak masuk sekolah." Sahut Sasa.
"Kok bisa?! Lo berdua habis ngapain aja selama gue nggak ada?"
Carletta menghela nafasnya perlahan.
"Sebenarnya sejak lo pindah. Gue sama ni bocah cuma masuk sekolah seperempat hari doang tiap hari. Habis itu ngedrama biar bisa kabur. Terakhir kali Sasa pura-pura kesurupan biar bisa kabur."
"Lo yang nyuruh!" Semprot Sasa tidak terima.
"Terus gimana? Lolos?" Tanya Iqbal antusias.
"Ya nggak lah. Malah di panggilin ustadz buat rukyah." Jawaban Carletta diselilingi kekehan. Yang lantas saja di sambut tawa yang lain.
"Prftt...sumpah?!"
"Sumpah, Krys. Gue di doa'in terus di sembur pake air. Ini semburannya aja masih berasa sampai sekarang." Seru Sasa.
Tawa mereka semakin pecah akan ucapan Sasa. Tidak terbayang sebobrok apa live actionnya. Hanya Devano dan Rangga, dua manusia cool itu saja yang hanya menanggapi dengan reaksi seadanya. Sedangkan yang lain sudah tidak bisa menahan gelitikan di perut.
"Gue berontak, dan teriak-teriak kalau nggak keserupan. Eh, si ustadz nya malah ngira setan dalam badan gue makin aktif." Sambung Sasa yang semakin membuat tawa yang lain tidak tertahan.
"Ngak lagi-lagi deh gue ngikutin ide sesatnya Carletta. Lebih nggak benar dari lo, Krys."
"Gila-gila! Pantesan ya si Krystal tingkahnya diluar nalar. Temannya aja begini, lebih parah dari dia," Mereka setuju dengan ucapan Iqbal.
"Sumpah sih, kalian konyol banget. Baru nemu loh gue orang-orang kayak kalian. Segitunya pingin bolos sampai reka kena sembut." Ucap Dimas, menggeleng-gelengkan kepalanya. Tidak habis pikir.
"Itu mah belum apa-apa. Biasanya kalau ada Krystal, si biang huru hara ini. Kita bisa lebih parah sih." Ujar Carletta.
"Kenapa kalian nggak pindah ke sini aja? Pasti seru." Ujar Zoey yang sudah akan di tanggapi antusias oleh Krystal dan Sasa. Tapi tersela oleh suara dingin Carletta.
"Nggak ah!"
"Kenapa, Carl? Ayolah kita pindah sini aja. Benar kata Zoey, lagian di sini ada Krys." Seru Sasa.
"Terus apa istimewanya disini kalau ada Krys, hm? Hampir seumur hidup yang gue lihat cuma dia." Dengus Carlatte malas.
"Ya kan kita best friend forever. Harus setia kawan."
"Jadi kalau dia mati gue ikutan mati gitu?! Atau kalau di terjun bebas ke mulut hiu, gue ikut-ikutan gitu?! Ogah! Jadi apaan gue kalau sekolah di sini?! Terkurung kayak narapidana, nggak bisa dugem, nggak bisa balapan, nggak bisa free style tiap malam, ogah! Mending gue di DO beneran. Sekolah juga nggak penting, tetap aja gue bodoh temannnya kalian mulu kalian mulu. Mana dongo sama lagi." Ketus Carletta.
"Astaghfirullah, Carletta. Sungguh mulutmu sangat pedas." Ujar Sasa mendramatisir.
Carletta mendengus.
"Iya, kenapa sih? Gitu banget." Padahal kan gue kangen bisa sekolah bareng lagi sama kalian. You are my everything." Gumam Krystal dengan wajah yang dibuat semurung mungkin.
Carletta tertawa sumbang, menoyor kepala Krystal.
"Jijik banget sumpah." Yang malah membuat si empunya ikut tertawa.
Ia bangkit dari duduknya.
"Udah ah gue mau balik."
"Yah Carl!" Desah Sasa lemas.
"Buruan! Atau lo gue tinggal, ya!"
"Gue di sini aja deh sama Ital."
"Ya udah. Gue balik sendiri."
"Gimana caranya lo pulang? Kunci mobil sama gue." Celetuk Sasa sembari menggoyang-goyangkan kunci mobil di depan wajahnya. Dengan senyum menyebal.
"Ck!"
Tahu Carletta akan mengamuk, Sasa lebih dulu melesat pergi.
Yang lain hanya dapat menggeleng-gelengkan kepala melihat tingkah keduanya.