Aku wanita yang menjunjung tinggi kesetiaan dan pengabdian pada seorang suami.
3 tahun mengarungi bahtera rumah tangga, aku merasa menjadi wanita paling bahagia karena di karuniai suami yang sempurna. Mas Dirga, dengan segala kelembutan dan perhatian yang selalu tercurahkan untukku, aku bisa merasakan betapa suamiku begitu mencintaiku meski sampai detik ini aku belum di beri kepercayaan untuk mengandung anaknya.
Namun pada suatu ketika, keharmonisan dalam rumah tangga kami perlahan sirna.
Mas Dirga diam-diam mencari kebahagiaan di tempat lain, dan kekecewaan membuatku tak lagi memperdulikan soal kesetiaan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Clarissa icha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2
Suasana terasa asing begitu sampai di rumah baru dan melihat barang-barangku di turunkan dari mobil box. Meski lingkungannya sangat bersih dan rapi, tak lantas langsung menimbulkan rasa nyaman. Tapi aku berharap setelah menempati rumah ini, akan timbul kenyamanan agar aku betah tinggal di sini.
Menurut penuturan Mas Dirga, komplek perumahan ini baru mulai di huni sejak 4 tahun yang lalu. Itu sebabnya hampir 80 persen pemilik rumah disini kebanyakan pasangan muda. Bahkan belum banyak rumah yang di huni. Seperti di cluster yang akan aku tempati saat ini. Dari 8 rumah yang berjejer, hanya 4 rumah saja yang di huni oleh pemiliknya.
Rumah yang akan kami tempati terletak paling ujung dengan akses jalan buntu. Itu menjadi poin lebih dan mungkin yang akan membuatku merasa nyaman karna nantinya tidak akan ada kendaraan yang lalu lalang di depan rumah.
Tepat di samping rumah, sudah di huni oleh pasangan muda seusia ku dan Mas Dirga. Dan 4 rumah sebelumnya dalam keadaan kosong tanpa penghuni namun terlihat sangat terawat.
Pernah satu kali saat aku datang untuk survei rumah, aku melihat 2 orang datang untuk membersihkan ke empat umah tersebut. Jadi keempat rumah kosong itu tidak terbengkalai begitu saja karna pemiliknya menyuruh orang untuk rutin membersihkan rumah-rumah mereka.
"Beres-beresnya nanti saja Dek,, kamu istirahat dulu saja. Biar Mas yang kasih tau mereka tata letak sofa dan furniture lainnya." Ucap Mas Dirga seraya menggandeng tanganku dan mengajakku masuk ke dalam rumah.
Sementara itu karyawan dari jasa pindah rumah yang tadi mengangkut barang-barang kami dari Jakarta, masih sibuk menurunkan barang dan memasukkannya ke dalam rumah.
"Bisa minta turunin lemari sama kopernya dulu nggak Mas.?" Tanyaku.
"Kalau lemarinya udah masuk kamar, aku bisa cicil bebenah. Mai pindahin baju-baju ke lemari." Tak mau menumpuk pekerjaan terlalu banyak karna perintilan rumah yang aku koleksi sangat banyak, jadi harus mulai mencicil untuk bebenah. Kalau tidak, pasti akan butuh waktu lama untuk merapikan semua barang-barang di rumah ini.
"Sebentar, Mas bilang dulu sama orangnya." Melepaskan genggaman tangannya, Mas Dirga kembali keluar dan berbicara pada salah satu dari mereka untuk menurunkan koper serta lemari agar di bawa ke kamar utama. Aku bisa melihat Mas Dirga dari kaca jendela yang belum di pasang tirai.
Hanya dengan memakai celana pendek dan kaos polos berwarna putih, penampilan Mas Dirga yang santai justru terlihat sangat keren dan menarik. Meskipun jauh lebih menarik saat Mas Dirga memakai celana panjang dan kemaja. Baju dinas yang dia gunakan setiap kali pergi ke kantor.
...*****...
Sudah hampir satu jam berada di dalam kamar untuk memindahkan baju dari koper dan menatanya di lemari, tapi pekerjaan itu tak kunjung selesai. Mengingat baju-baju ku dan Mas Dirga sangat banyak, belum lagi harus menatanya sesuai tempat agar tata letaknya sama seperti sebelumnya.
"Udah sayang, nanti saja di lanjut lagi. Jangan terlalu cape." Tiba-tiba Mas Dirga masuk dan menegurku penuh perhatian. Dia berjalan mendekat, berdiri di belakangku dan tiba-tiba memijat lembut kedua pundakku.
"Masih banyak waktu, nanti sore atau besok bisa di lanjut lagi." Ucapnya masih dengan memberikan pijatan rileksasi di pundakku. Rasa pegal seketika lenyap.
"Pengennya sih begitu Mas, tapi nggak tenang kalau belum di kelarin." Jawabku sembari meregangkan badan.
"Orangnya udah pada pulang ya Mas.? Soalnya nggak kedengaran suara berisik lagi." Aku memutar badan dan membuat Mas Dirga berhenti memijat pundakku.
"Iya, barusan mereka pulang."
"Barang-barang untuk di lantai atas udah di naikin semua. Sekalian aku nyuruh mereka buat menata."
"Nanti kamu cek lagi ya, kalau ada yang nggak sesuai sama selera kamu, biar Mas ubah lagi tata letaknya." Mas Dirga bicara panjang lebar. Aku menyimaknya dengan baik. Begitu pengertiannya Mas Dirga dan sangat menghargaiku sebagai istri karna Mas Dirga menyerahkannya penataan rumah padaku. Dia sama sekali tidak pernah ikut campur, apalagi melarangku.
Mas Dirga memberikan kebebasan padaku untuk menata dan mempercantik rumah sesuai seleraku. Mas Dirga selalu bilang, aku yang paling banyak menghabiskan waktu di dalam rumah, jadi rumah itu harus sesuai dengan seleraku agar memberikan kenyamanan.
"Sebentar lagi jam makan siang." Kataku sembari menatap arloji di pergelangan tangan.
"Biar aku pesan makanan dulu ya." Ujarku. Karna tidak mungkin aku memasak, tidak ada stok makanan sehat selain mie instan dan beberapa makanan instan lainnya yang hanya kami makan disaat menginginkannya saja.
"Nggak usah, kita makan di luar saja." Ajak Mas Dirga.
"Kita cobain lagi makanan Sunda di restoran yang pernah kita datangi waktu itu."
Aku mengangguk setuju. Jujur saja makanan khas Sunda langsung menyatu dengan lidahku saat aku memakannya untuk pertama kali.
Selama ini kami biasa makan makanan western ataupun makanan lain yang banyak di jumpai di ibu kota. Dan tentunya di selengi dengan makanan khas Manado karna aku dan Mas Dirga berasal dari sana.
Setelah bersiap, kami bergegas keluar rumah. Memastikan pintu sudah terkunci sebelum beranjak ke mobil yang di parkir di depan rumah.
Saat akan membuka pintu mobil, kami di kejutkan dengan kegaduhan di rumah sebelah.
Suara yang mirip seperti orang sedang bertengkar.
Entah apa yang mereka bicarakan, aku tidak bisa mendengarnya dengan jelas karna bicaranya terlalu cepat dan penuh emosi.
"Kamu yang egois.!! Bukan aku.!!"
Aku sampai tersentak mendengar teriakan keras seorang wanita.
Ada perasaan kasihan mendengar pertengkaran itu, namun apa yang baru saja aku dengar juga membuatku merasa bersyukur karna selama 3 tahun pernikahan, aku dan Mas Dirga tidak pernah bertengkar.
"Sstttt,,, Jangan kepo." Mas Dirga menegurku dengan mengayunkan tangannya tepat di depan wajahku. Mas Dirga pasti melihat ku yang sedang fokus menayap ke arah rumah sebelah.
Aku lantas menyengir kuda.
"Aku penasaran mereka tuh berantem karna apa." Ucapku sembari masuk ke dalam mobil yang sudah di bukakan pintunya oleh Mas Dirga.
Karna tidak pernah bertengkar, aku sampai heran dengan pasangan suami istri yang sedang bertengkar itu. Entah apa yang menyebabkan pertengkaran itu terjadi.
"Mungkin suaminya minta jatah, tapi istrinya nolak karna cape." Jawab Mas Dirga yang telihat asal-asalan. Apalagi dia terkekeh setelah itu.
Memang dasar, suamiku itu susah untuk di ajak bicara serius. Untung saja baik dan tampan.
sesuai judul selimut tetangga...
kalo security yang datang kerumah Bianca... judulnya pasti rubah jadi selimut security /Smile/
klo bia membalas selingkuh dngn agam sama aja 11 12 dong