Niat hati, Quin ingin memberi kejutan di hari spesial Angga yang tak lain adalah tunangannya. Namun justru Quin lah yang mendapatkan kejutan bahkan sangat menyakitkan.
Pertemuannya dengan Damar seorang pria lumpuh membuatnya sedikit melupakan kesedihannya. Berawal dari pertemuan itu, Damar memberinya tawaran untuk menjadi partnernya selama 101 hari dan Quin pun menyetujuinya, tanpa mengetahui niat tersembunyi dari pria lumpuh itu.
"Ok ... jika hanya menjadi partnermu hanya 101 hari saja, bagiku tidak masalah. Tapi jangan salahkan aku jika kamu jatuh cinta padaku." Quin.
"Aku tidak yakin ... jika itu terjadi, maka kamu harus bertanggungjawab." Damar.
Apa sebenarnya niat tersembunyi Damar? Bagaimana kelanjutan hubungan Quin dan Angga? Jangan lupakan Kinara sang pelakor yang terus berusaha menjatuhkan Quin.
Akan berlabuh ke manakah cinta Quin? ☺️☺️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arrafa Aris, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2
Damar kembali tersenyum menatap cup es boba coklat pemberian dari Quin. Ia pun menyedot minuman itu.
"Ternyata enak juga," gumamnya.
"Tuan, apa sekarang kita bisa pulang?"
"Sebentar lagi." Damar kembali mengarahkan pandangan ke arah Quin. Gadis itu masih betah duduk di bangku dengan sesekali menyeka air mata.
Damar mengerutkan kening. "Ada apa dengannya? Perasaan, tadi dia baik-baik saja."
"Tuan ...." Adrian kembali memanggil sekaligus mengalihkan pandangan pria tampan berdarah indo dan timur tengah itu.
"Ya, Adrian," sahut Damar.
"Apa Anda ingin kembali ke sana?"
"Nggak usah, sebaiknya kita pulang sekarang!" perintah Damar.
"Baik, Tuan."
Sementara Quin, ia masih betah duduk di bangku memikirkan nasibnya.
"Masih ada waktu untuk memikirkan cara. Ya Tuhan ... ini sangat menyakitkan."
Tak lama berselang, ponselnya bergetar. Ia meraih benda pipih itu dari dalam tas. Saat tahu siapa yang memanggil, Quin menghela nafas kasar.
"Ya hallo, Angga." Quin memutar bola mata malas.
"Sayang, kamu lagi di mana?" tanya Angga tanpa dosa.
"Maaf, aku ada urusan mendadak. Saat ini aku sedang di luar kota," jelas Quin berbohong.
Seketika raut wajah Angga berubah sekaligus menyiratkan kekecewaan.
"Sayang, apa kamu lupa jika hari ini ulang tahunku?" tanya Angga dengan perasaan kecewa. Tidak seperti biasanya Quin lupa hari istimewanya itu.
"Astaga!!!" Quin pura-pura kaget. "Ini tanggal berapa, sih?" tanyanya seraya mengatupkan bibir.
"Jadi, kamu benar-benar lupa jika hari ini ulang tahunku, Sayang?" tanya Angga lagi.
"Maaf Angga, aku benar-benar lupa apalagi tadi, mendadak ada klien yang memintaku menemuinya di luar kota."
‘Bukan lupa Angga. Tapi, kejadian hari ini yang membuat aku sengaja melupakan hari spesialmu itu, Tadinya, justru aku yang ingin memberimu kejutan. Tapi nyatanya, justru kamu yang memberiku kejutan, menjijikkan,’ batin Quin lalu meremas tasnya.
"Sayang, ada apa denganmu? Nggak biasanya kamu lupa seperti ini?" tanya Angga sedikit kesal. Ia juga heran karena Quin tak memanggilnya dengan sebutan Sayang.
"Angga, aku nggak bisa hadir di pesta ulang tahunmu nanti malam!” tegas Quin.
"Nggak bisa! Aku akan menjemputmu sekarang! Beritahu aku, kamu di daerah mana?" desak Angga.
Quin bungkam sekaligus memutar otak untuk menghindari sang tunangan. Sedetik kemudian, ia sengaja membuat panggilannya seperti terganggu.
"Hallo ... hallo Angga ... apa kamu bisa mendengarku? Hallo ... hallo ... hallo!" Begitu seterusnya sehingga Quin mematikan ponselnya lalu mengalihkan ke mode pesawat.
Angga merasa sangat kesal ketika sambungan telepon terputus. Saat ia kembali menghubungi nomor Quin, ponsel gadis itu sudah tak aktif.
Ia mengusap wajah dengan kasar. Untuk pertama kalinya Angga merayakan ulang tahunnya tanpa Quin. Gadis yang sudah menjadi tunangannya sejak tiga tahun terakhir dan akan menikah tahun ini.
Suara lembut disertai sebuah pelukan dari belakang, seketika membuat Angga tersadar. Ia melepas kedua tangan yang melingkar di perutnya.
"Kinara, sebaiknya kamu pulang. Aku ada urusan mendadak," pinta Angga.
Kinara mengerutkan kening. "Urusan mendadak? Tapi, ini sudah hampir malam. Apa karena Quin!" Kinara merasa jengkel mengingat saudara tirinya itu.
"Please, tolong mengertilah."
Hening sejenak ....
"Angga, apa kamu nggak takut jika Quin tahu kita selingkuh!" tanya Kinara dengan sinis.
"Quin nggak akan percaya, Kinar. Lagian, bukan aku yang memulai permainan ini, tapi kamu. Kamu yang terus-terusan menggodaku," sindir Angga.
"Jika kamu laki-laki setia, kamu nggak bakal tergoda dengan wanita mana pun!"
"Ada istilah, kurang lebih bunyinya seperti ini, ‘Kucing kalau dikasih ikan pasti nggak bakal menolak'," sindir Angga lagi. "Lagian, kamu juga sudah bukan perawan. Aku merasa kamu sudah sering melakukanya dengan pria lain."
Kinara langsung mengepalkan kedua tangan seolah tak terima.
"Angga, aku mencintaimu," kata Kinara.
"Tapi aku nggak mencintaimu, Kinar. Aku hanya mencintai Quin!" Tekan Angga lalu meninggalkan Kinara menuju kamar mandi.
"Quin!! Lagi-lagi dia yang selalu menjadi penghalang. Sial!! Angga hanya menginginkan tubuhku sebagai pelampiasan hasratnya," gerutu Kinara dengan kesal.
Setelah itu, ia pun meninggalkan tempat itu dengan perasaan dongkol.
Sementara itu, Angga yang berada di dalam kamar mandi, merasakan ada yang aneh dengan sikap Quin.
"Apa yang sudah aku lakukan? Jika Quin tahu aku berselingkuh dengan Kinara, dia pasti akan membatalkan pernikahan kami. Sayang, aku nggak mau kehilanganmu, maafkan aku. Aku janji nggak akan mengulanginya lagi."
Setelah membersihkan diri, Angga segera mengenakan setelan jas yang telah disiapkan Quin sejak tiga hari yang lalu.
Merasa sudah tak ada lagi yang dilupa, Angga segera meninggalkan unit apartement-nya. Tujuannya kini tentu saja ke tempat Quin.
.
.
.
Setibanya di apartement Quin, Angga langsung menekan password lalu membuka pintu. Namun, ia kembali harus kecewa karena ruangan itu gelap yang menandakan jika Quim ada di tempat itu.
Angga menutup pintu lalu kembali ke lift. Tujuan selanjutnya adalah butik gadis itu. Sesampainya di butik, ia kembali harus merasakan kecewa.
Tak patah arang, Angga kembali menghubungi Quin. Sayangnya benda pipih gadis itu tetap berada di luar jangkauan.
"Sayang, nggak biasanya kamu seperti ini," gumam Angga merasa frustasi.
Di tempat yang berbeda tepatnya di sebuah villa, Quin menatap langit-langit kamar. Air matanya kembali menetes mengingat perbuatan terlarang Angga dan Kinara.
Ia tak menyangka jika Angga dan saudara tirinya tega mengkhianatinya.
"Ya Tuhan, mimpi apa aku semalam?" gumam Quin disertai air mata yang jatuh berderai.
.
.
.
Jauh dari villa tempat Quin berada, Damar tampak termenung di teras balkon kamar.
Ia kembali terbayang wajah Quin. Suara gadis itu seolah kembali terngiang di telinganya. Ucapan bernada lembut penuh ketulusan, sukses membuat sudut bibirnya membentuk sebuah lengkungan.
"Tuan, Anda ada undangan dari Tuan Haidar Anggara Wibowo di Hotel xxx," jelas Adrian.
"Baiklah, apa jas ku sudah di antar tadi siang?" tanya damar.
"Sudah, Tuan."
Beberapa menit berlalu ...
Damar sudah terlihat rapi. Ia pun mulai menggerakkan tuas kursi roda listrik ke arah lift khusus rumahnya.
Sesaat setelah berada di lantai bawah, Damar mengarahkan kursi rodanya menuju mobil.
Di sepanjang perjalanan, Damar hanya diam sekaligus merasa miris dengan kondisi tubuhnya kini.
Jika sebelumnya, ia bebas bergerak ke mana pun tanpa bantuan, kini justru sebaliknya. Semua aktifitasnya terbatas. Bahkan, sang kekasih tega meninggalkan dirinya karena lumpuh.
Damar tersenyum miris, merasa hidupnya seperti sudah tak berarti. Namun, dorongan, nasehat serta kasih sayang dari kedua orang adiknya lah yang membuatnya kuat hingga saat ini.
Lamunannya membuyar ketika Adrian menegurnya. "Tuan, kita sudah sampai."
"Hmm."
Dengan sigap Adrian kembali menyiapkan kursi roda Damar. Tak lama berselang, Sofia sang adik menghampiri keduanya.
"Kak, Adrian kalian lama banget sih?!" kesal Sofia. "Ini lagi ... brewoknya kenapa nggak dicukur? Mana kacamatanya gak di lepas, padahal mata kakak nggak mines," omel Sofia lagi.
Damar dan Adrian hanya terkekeh mendengar omelan gadis cantik itu.
"Sudah selesai ngomelnya? Kalau sudah ... ayo kita masuk ke dalam," ajak Damar.
Sofia berdecak kesal sembari mengekori sang kakak yang terlihat sudah menjauh bersama Adrian. Ia pun berlari kecil menghampirinya dan Adrian.
...----------------...