NovelToon NovelToon
Can We?

Can We?

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Beda Usia / Diam-Diam Cinta / Cinta Seiring Waktu / Cinta Murni / Slice of Life
Popularitas:448
Nilai: 5
Nama Author: Flaseona

Perasaan mereka seolah terlarang, padahal untuk apa mereka bersama jika tidak bersatu?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Flaseona, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Can We? Episode 17.

...« Bosen »...

Memangnya apa yang membuat Gavan tidak menikah? Apalagi memiliki pacar di usia yang sudah matang. Arasya sebenarnya tidak ingin memikirkan hal tersebut. Tetapi dari Mami dan Devan, mereka sering menyuruhnya untuk memperkenalkan Gavan pada teman-temannya yang berakhir gagal seperti sekarang.

Arasya tidak pernah menjalin hubungan seperti kebanyakan temannya. Dari kecil ia sudah mendapatkan kasih sayang dan cinta yang cukup dari kedua orang tuanya. Bahkan setelah kehilangan Ayah dan Bunda, keluarga Janala bergantian mencukupi dua hal tersebut.

Tidak adanya pengalaman tentang cinta yang dimaksud teman-temannya, membuatnya sangat bodoh jika sudah menyangkut hal tersebut. Seperti bagaimana rasanya berpacaran? Kenapa beberapa pasangan sering bertengkar? Lalu bagaimana bisa mereka dekat kemudian tidak menjalin hubungan apapun? Arasya tidak tahu bagaimana dunia itu bekerja.

“Mas, aku jadi pengen pacaran.”

Arasya dan Gavan duduk di meja makan saat Gavan tersedak air putihnya setelah mendengar celetukan Arasya yang tiba-tiba. Keduanya memutuskan untuk tidak ikut kulineran di sekitar villa tersebut. Tetapi sebenarnya Arasya ingin ikut teman-temannya, hanya saja melihat Gavan sendirian, Arasya merasa bimbang.

“Iya. Nanti aku pergi mainnya jadi sama pacarku.” Kata Arasya, sebab sering melihat Dina di antar kekasihnya.

“Gak boleh.” Gavan menjawab dengan tegas.

Arasya tampak kebingungan mendengar larangan itu. “Sama Mami gapapa kok, Mas.” Ujarnya. Ingat sekali waktu itu Mami memperbolehkannya mencari pasangan jika Arasya merasa kesepian.

“Masih kecil.”

Mendengar alasan yang tidak masuk akal dari Gavan membuat Arasya mengerutkan keningnya. “Enggak. Aku enggak kecil, Mas. Aku udah lulus tuh. Mas kali yang kecil.”

Gavan menyemburkan tawanya. “Gak bawa dompet nangis. Mas sibuk kerja, kamu nangis. Sekarang, Mas gak ikut, kamu sebenarnya mau nangis ‘kan?”

“Enggak!” kata Arasya menolak fakta tersebut.

“Iya. Mas percaya.” Sarkas Gavan. Kemudian lelaki itu beranjak dari duduknya tanpa mengatakan apa-apa.

“Mas mau ke mana?” tanya Arasya, ia buru-buru menyusul Gavan dan mengekorinya, yang ternyata melangkah masuk ke dalam kamar.

“Mas kerja dulu. Ada beberapa hal yang gak bisa di tunda.” Ucap Gavan setelah berhasil mengambil ipad dan mendudukkan diri di kasur lalu bersandar ke kepala ranjang.

Bibir Arasya mengerucut lucu, merasa kesal atas keputusannya untuk menemani Gavan. Ia tidak tahu jika alasan Gavan adalah bekerja, jika Arasya tahu, mungkin dirinya lebih memilih ikut teman-temannya.

Beberapa menit berlalu, Arasya hanya merebahkan diri dengan setiap menitnya berubah posisi. Gavan terlihat sangat fokus pada pekerjaannya, sama sekali tidak terganggu melihat Arasya yang tidak bisa diam.

“Mas...” Arasya mulai merengek. Bosan. Ia menyelinap melalui sela-sela lengan Gavan. Setelah pipinya nyaman bersandar di perut Gavan, ia mencoba membaca tulisan di layar ipad itu.

“Itu apa? Aku pengen kerja juga.” tanya Arasya ingin tahu.

“Kerja bikin capek.” Jawab Gavan asal-asalan.

”Kalau capek kenapa Mas kerja? ‘Kan sekarang harusnya istirahat, apalagi kita ke sini buat liburan.”

Jawaban yang seharusnya untuk menakuti Arasya justru berbalik menjadi senjata dan menyerangnya. Gavan terkekeh lirih, walaupun sudah mendapat serangan, ia tetap fokus bekerja. Sedikit lagi. Dan Gavan akan mengajak si kecil yang sudah bosan itu berkeliling di sekitar villa.

“Mas...” Arasya merengek lagi sebab tak ada suara yang ke luar dari mulut Gavan membalas ucapannya.

“Apa?”

“Mas ‘kan pemiliknya, kenapa masih kerja?”

“Ya harus dong, Dek. Mas sebagai pemilik juga harus memimpin. Perusahaan yang Mas dirikan itu harus sesuai dengan keinginan Mas. Kalau Mas berikan ke orang lain buat kontrol, pasti bakalan beda meskipun Mas sendiri yang kasih perintah. Gak akan sama kayak Mas kerjakan sendiri.” Jelas Gavan sedikit serius. Berusaha agar Arasya tidak kembali bertanya.

Arasya mengangguk-anggukkan kepalanya, berpura-pura mengerti. Otaknya masih berusaha memproses jawaban panjang dari Gavan sehingga ia terdiam sejenak. Melamun melihat layar ipad milik Gavan.

Beberapa puluh menit berlangsung, Gavan menghela nafas panjang. Mematikan layar ipadnya setelah pekerjaan yang tidak bisa ia tunda itu akhirnya selesai juga.

“Dek?” panggil Gavan sambil menepuk pipi Arasya. Gavan baru sadar bahwa si kecil itu tidak bersuara sejak ia menjawab pertanyaan terakhir Arasya. Dan ternyata, Arasya sudah menutup matanya, mendengkur halus dalam tidurnya.

Gavan tertawa kecil, padahal tidak ada yang sedang melayangkan guyonan pada lelaki tersebut. “Dek, bangun. Masih mau ke luar gak? Nyusul temen-temen kamu.” Ujarnya pelan. Berjaga-jaga agar tidak membuat Arasya terkejut di dalam tidurnya.

Arasya hanya bergumam, kemudian berpindah posisi membelakangi Gavan. Melanjutkan tidurnya yang terasa terganggu dengan suara Gavan yang menggema.

“Dek?” Gavan kebingungan. “Katanya bosen? Mas udah selesai lho ini.” Katanya lagi sembari menggoyangkan lengan kecil Arasya.

“Aku gini aja.” Gumam Arasya sangat pelan. Untungnya suasana di kamar tersebut sepi sehingga Gavan bisa mendengar ucapan Arasya dengan jelas.

Mata Gavan memindai dari atas ke bawah, hanya kaos kebesaran dan celana pendek berwarna putih. “Dingin, Dek, di luar. Kamu pakai itu aja nanti masuk angin.”

“Terus kita naik apa? Mobilnya aja dipakai sama yang lain. Aku capek kalau jalan kaki.” Ucap Arasya sembari bangun dari tidurnya.

“Gampang. Sana ganti baju. Mas tunggu di depan.” Gavan beranjak dari ranjang terlebih dahulu. Kemudian mengambil dompet dan jaketnya lalu ke luar kamar meninggalkan Arasya.

Melihat dirinya ditinggal sendirian, Arasya bergegas berganti baju. Mengikuti perintah Gavan, Arasya memakai pakaian hangat agar tidak kedinginan setelah di luar.

“Emangnya Mas gak capek, ya? ‘Kan habis kerja.” Monolog Arasya. Tersadar bahwa Gavan baru selesai bekerja meskipun hanya duduk di atas ranjang. Meskipun fisiknya tidak, tetapi mungkin pikirannya yang lelah. Tidak ingin membuat Gavan menunggu lama, Arasya berlari ke luar kamar setelah mengambil tas kecil kesayangannya.

“Ngapain lari-lari, Dek. Pelan-pelan.” Tutur Gavan yang ternyata menunggunya di ruang tamu.

“Hehehehe, ayo!” ajak Arasya, bersemangat. Melupakan bahwa dirinya baru saja mengkhawatirkan Gavan.

Gavan serta Arasya berjalan menuju ke depan secara bersamaan. “Nih, naik motor, Dek.” Kata Gavan setelah Arasya berhasil mengunci pintu villa.

“Hah? Ini motor siapa?” Arasya terkejut mendapati sebuah motor tua yang sudah dilengkapi dua helm terparkir di depan villa. Sejak kapan motor itu di sana? Arasya ingat tadi pagi setelah pulang dari membeli bubur, tidak ada satu pun motor terparkir di halaman.

Gavan terkekeh kecil sambil mengacak rambut Arasya, kegemasan. “Tadi Mas telepon penjaga villa, pinjam motor.” Jelasnya. Gavan menggandeng Arasya mendekat ke arah motor, kemudian memakaikan helm pada si kecil yang masih terkaget-kaget.

“Yuk, naik.”

...« Terima kasih sudah membaca »...

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!