Setiap perempuan yang berstatus seorang istri pasti menginginkan dan mendambakan memiliki seorang keturunan itu hal yang wajar dan masuk akal.
Mereka pasti bahagia dan antusias menantikan kelahirannya, tetapi bagaimana jadinya kalau seorang anak remaja yang berusia 19 tahun yang statusnya masih seorang gadis perawan hamil tanpa suami??
Fanya Nadira Azzahrah dihadapkan pada situasi yang sangat sulit. Dia harus memilih antara masa depannya ataukah kehidupan dan keselamatan kedua saudaranya.
Apakah Caca bersedia hamil anak pewaris Imran Yazid Khan ataukah harus melihat kakaknya mendekam dalam penjara dan adiknya meninggal dunia karena tidak segera dioperasi??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fania Mikaila AzZahrah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 1
Suara dentingan sendok makan yang beradu dengan piring terdengar dari dalam sebuah rumah minimalis bercat hijau.
Sesekali terdengar percakapan candaan dari ketiganya. Meskipun menu lauk pauk terbilang sederhana, tetapi tidak menyurutkan rasa syukur ketiganya.
“Syukur Alhamdulillah makasih banyak ya Allah atas nikmat yang Engkau berikan kepada keluargaku,” ucapnya yang lebih tua dari ketiga penghuni rumah itu.
Setelah sarapan pagi, ketiga saudara yatim piatu itu bersiap untuk berangkat beraktivitas seperti sebagaimana biasanya setiap harinya.
Anak sulung dari ketiga itu berangkat lebih duluan ke tempat kerjanya tanpa menunggu kedua adiknya.
“Bismillahirrahmanirrahim semoga daganganku hari ini laris manis,” Caca berulang kali memeriksa barang dagangannya karena tidak ingin ada barang jualannya yang terlupakan.
“Kak Caca sudah mau berangkat jualannya?” Tanyanya seorang anak laki-laki berseragam putih biru.
Perempuan muda yang disapa Caca itu menolehkan kepalanya ke arah adiknya yang bersiap berangkat sekolah.
“Insha Allah, ini baru mau siap-siap. Kenapa emangnya, Dek?” Tanyanya balik Caca.
Pemuda yang kira-kira berusia lima belas tahun itu garuk-garuk kepala kebingungan harus berbicara bagaimana untuk menyampaikan niatnya.
Gerak-geriknya terlihat aneh di mata kakak keduanya itu,” Zidan, ada apa? Ngomong saja sama kakak nggak usah seperti kayak orang kutuan gitu,” ujarnya Azzahrah yang sedikit bernada bercanda.
Zidan duduk di hadapan kakaknya yang sedang mengecek beberapa barang jualannya. Sedangkan kakak pertamanya sekaligus kakak kembarnya beberapa menit yang lalu berangkat bekerja menjadi buruh bangunan.
“Kak, kata Bu guru aku harus bayar lunas iuran SPP di sekolah paling lambat hari jumat ini,” ucapnya Zidan dengan hati-hati.
Azzahrah menghela nafasnya sebelum membalas ucapan adiknya itu,” memang berapa total yang harus kamu lunasin? Apa memang harus dibayar lunas minggu ini nggak boleh bulan depan gitu?”
“Aku sudah enam bulan menunggak dan belum bayar sepersen pun kak Caca, apa kakak lupa kalau pembayaran untuk tiga bulan lalu kakak pinjam katanya beli beras,” ujarnya Zidan pelan-pelan.
Azzahrah kebingungan harus menjawab apa permintaan adiknya itu, karena sejujurnya dia tidak memiliki uang saat ini. Dia tidak ingin berjanji sedangkan, ia juga punya hutang di toko langganan tempat mengambil beberapa barang jualannya. Kebetulan uang hasil penjualannya sudah dipakai untuk bayar sewa rumah selama setengah tahun.
Caca mengelus punggung adiknya,” doakan kakak semoga saja dagangannya kakak laku semuanya kebetulan malam ini kakak akan jualan di stadion. Tim Nasional Garuda Indonesia akan main melawan Bahrain pasti banyak yang akan beli dagangannya kakak.”
Kedua bola matanya itu berbinar seketika saking bahagianya mendapat ijin dari kakak keduanya, “Amin ya rabbal alamin, kakak gimana kalau aku ikut barengan kakak kebetulan besok kagak ada ulangan atau tugas dari sekolah,” pintanya Zidan yang berharap kalau dia diijinkan ikut bersama kakaknya.
Sudah lama sekali, Zidan mengimpikan menonton langsung di dalam stadion GBK pertandingan Tim jagoannya.
“Nggak usah ikut, takutnya Abang Zacky balik dari kerja nggak ada yang masakin makanan kasihan kakak loh kalau pulang-pulang sudah capek-capek kerja malah kelaparan,” imbuhnya Caca yang menolak permintaan adiknya.
“Aku akan masakin kakak makanan sebelum berangkat kak, terus nyusul kakak ke stadion, boleh yah kakak?” rengeknya Zidan yang memperlihatkan puppy eyesnya.
Caca tidak tega melihat permintaan adiknya untuk pertama kalinya merengek meminta sesuatu padahal sebelumnya tidak pernah seperti ini.
Dengan penuh pertimbangan akhirnya Caca mengabulkannya, “Baiklah,tapi kamu telpon kakak Zacky terlebih dahulu meminta izin takutnya kakak keberatan kalau kamu ikut jualan bareng kakak,” seru Caca.
“Alhamdulillah, kalau gitu aku berangkat dulu kak, assalamualaikum!” ujarnya Zidan dengan bahagia sambil meraih tangan kakak keduanya untuk diciumnya kemudian gegas mengambil sepedanya yang dipakainya setiap pergi sekolah maupun beraktivitas di luar rumah.
“Waalaikum salam, Hati-hati jangan ngebut,” teriaknya Caca yang tersenyum lebar melihat kepergian adiknya.
Azzahrah mengunci rumahnya setelah memeriksa terlebih dahulu kondisi rumahnya sebelum dia tinggalkan.
Pagi harinya Zahrah biasanya bekerja berjualan makanan dan minuman ringan di sekitar terminal bus hingga sore hari sebelum waktu magrib. Sedangkan kakak kembarnya yang bernama Zacky seorang buruh bangunan.
Azzahrah dan ketiga saudaranya anak anak yatim, semenjak usianya Caca dua belas tahun bapaknya meninggal dunia. Sedangkan ibunya yang memutuskan bekerja di luar negeri setelah beberapa bulan bapaknya meninggal dunia.
Tetapi, sudah empat tahun belakangan ini tidak pernah lagi terdengar ada kabar apapun tentang keberadaan ibu kandungnya.
Mereka sudah menghubungi teman-teman ibunya yang berangkat bersama dengan beliau ke Malaysia, tapi hasilnya nihil satupun tidak ada yang mengetahui keberadaan Bu Widyawati.
Fanya Nadira Azzahra gadis berusia 19 tahun itu banting tulang bersama kakak kembarnya yang bernama Zacky Azhar Fahmi bahu membahu bekerja untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka.
Apalagi mereka memiliki seorang adik yang sekarang duduk di bangku kelas 9 sekolah menengah pertama bernama Zidan Azka Fahmi berusia 15 tahun.
Semenjak bapaknya meninggal dunia dan meninggalkan banyak hutang mau tidak mau harta yang dimilikinya ludes dijual untuk membayar hutang-hutangnya pak Fahmi yang ditinggalkannya semasa hidupnya.
Sehingga mereka terpaksa harus tinggal di rumah kontrakan kecil yang hanya memiliki dua kamar saja.
Bu Widyawati yang melihat anak-anaknya kelaparan,mau tidak mau menerima tawaran dari salah satu tetangganya yang menyarankan agar ikut bersamanya ke Kuala Lumpur Malaysia menjadi TKW.
Sudah tujuh tahun kepergian ibunya menjadi tenaga kerja Indonesia di negeri Jiran Malaysia. Tidak ada lagi komunikasi dan los kontak dengan Bu Widyawati ketika Caca berusia 16 tahun hingga detik ini.
Sejak itu pula kehidupan Caca dan kedua saudaranya hidup dalam pas-pasan, bahkan terkadang mereka akan berhutang beras ataupun kebutuhan pokok sehari-hari lainnya.
Zacky dan Azzahra saling menguatkan satu sama lainnya demi masa depan adiknya. Mereka beranggapan cukup mereka berdua yang hanya tamatan SMP dan nasib kurang beruntung tidak dialami oleh adik satu-satunya yang dimilikinya.
Zacky bekerja semrawutan demi sesuap nasi. Kulitnya yang dulu putih sekarang berubah hitam legam sedikit kecoklatan karena terkena paparan terpaan sinar matahari langsung.
Setelah yakin dengan kondisi rumah yang aman setelah diperiksa pintu, dapur dan jendela, Azzahrah berjalan ke arah jalan raya sambil menunggu kedatangan temannya yang selalu mengantar jemputnya bekerja di pasar maupun di terminal.
“Maaf terlambat,” ucapnya Annisa sambil menyerahkan sebuah helm yang warnanya sudah cukup pudar.
Caca tersenyum tipis sambil menggelengkan kepalanya, “Nggak apa-apa kok santai saja.”
Waktu terus berlalu, sore harinya Caca dan temannya Nisa sudah berada di sekitar stadion Gelora Bung Karno.
“Zah, gue jualan di bagian sana yah. Kalau ada apa-apa Lo telpon saja,” ujarnya Nisa.
Caca hanya menaikkan jempolnya sambil tersenyum simpul,” siap Sista!” tersenyum lebar sambil memperlihatkan deretan giginya yang tersusun rapi dan putih itu.
Azzahrah jika bersama dengan Annisa lebih akrabnya disapa Zah katanya kalau dipanggil Caca malah seperti merek gula-gula. Ada-ada saja kan Annisa.
Azzahra memandangi kemegahan stadion yang dijadikan markas besar Tim Nasional Garuda Indonesia.
“Masya Allah gede banget yah bangunannya, negara kita memang negara kaya,” pujinya.
Dia tidak pernah puas untuk mengagumi keindahan gedung SUGBK tersebut.
“Ya Allah kapan gue juga bisa duduk di dalam sana menyaksikan langsung pemain diaspora bermain. Ya Allah, semoga suatu saat nanti gue juga bisa nonton bareng dengan kak Zac sama Zidan,” gumamnya di tengah hiruk pikuk keramaian para penonton yang sudah membludak memenuhi setiap sudut penjuru GBK.
Caca memperhatikan sekitarnya,”kenapa Zidan belum sampai juga? Katanya berangkat dari satu jam yang lalu.”
Perasaannya sedikit tidak nyaman, resah dan gelisah menunggu kedatangan adiknya yang sudah berjanji akan datang menemuinya malam ini. Tetapi, dia berusaha hilangkan perasaan tidak nyaman itu dengan berjualan menjajakan barang dagangannya.
“Tiga botol minuman dinginnya dek, sama tissu yah,” pinta seorang perempuan yang memakai atribut lengkap suporter bola.
Caca tersenyum ramah,” iya kak.”
“Makasih banyak, Dek. Semangat yah jualannya,” ujarnya pembeli itu.
“Thanks kak, amin ya rabbal alamin.” balasnya.
Caca berjalan mulai menjajakan barang dagangannya ke semua orang yang bertemu dengannya.
Baru beberapa barang jualannya habis, tiba-tiba teleponnya berdering membuat hatinya Azzahra seketika ketakutan dan terkejut.
Caca mengelus dadanya yang sedikit terkejut karena getaran ponselnya yang tiba-tiba itu, “Astaghfirullah, bikin kaget saja,” ucapnya Caca sambil mengambil ponselnya dari dalam tas pinggangnya.
Caca mengerutkan keningnya karena tidak mengetahui siapa yang orang yang telah menghubunginya.
Sontak Caca kembali memegangi dadanya yang semakin berdebar tidak karuan,” ya Allah, apa yang terjadi kenapa hatiku tiba-tiba gelisah seperti ini.”
Caca menggeser tombol hijau karena dibuat penasaran dan juga ketakutan disaat yang bersamaan.
“Assalamualaikum, benar sekali saya Fanya Nadira Azzahra, ada apa yah Mbak?” Tanyanya balik Caca.
Caca mendengarkan baik-baik penjelasan dari orang seberang telpon. Tangannya tremor tubuhnya menegang, matanya terbelalak, wajahnya pucat pasi keringat sebesar biji jagung terlihat di pelipisnya.
“Tidak! Itu tidak mungkin!?” Teriak histeris Caca sambil memegangi ponselnya yang masih tersambung dengan si penelpon.
Semua orang yang kebetulan melihatnya keheranan sikapnya Caca yang berteriak. Caca gegas berjalan cepat ke arah jalan raya,dia tidak peduli dengan tatapan mata dari orang-orang yang memperhatikannya.
“Pasti Mbak salah orang!? Itu tidak mungkin!?” protesnya Caca yang sedikit meninggikan volume suaranya saking kagetnya dengan berita itu yang tidak pernah dibayangkannnya.
Kepalanya spontan tertarik ke belakang, refleks menutup mulut, wajah berubah memerah. Bahkan rahangnya terbuka lebar, karena mendengar informasi itu.
Air matanya jatuh menetes membasahi pipinya, tubuhnya hampir terhuyung ke belakang saking terkejutnya mendengar kabar duka itu.
Bibirnya bergetar hebat, tangannya sampai tremor memegangi benda pipih yang hampir terlepas dari tangannya ketika mendengar kabar duka itu.
“Innalillahi wa Inna ilaihi raji'un,” cicitnya.
siapa yaa???
🤔🤔🤔🤔🤔