Ara yang melarikan diri ke luar negeri, tidak sengaja menyaksikan pembunuhan terhadap bosnya saat bekerja, dan itu membuatnya menjadi tawanan pria yang kejam, bahkan lebih kejam dari orang orang di masa lalunya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon siti tyna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
15
Berbeda dengan ara
Mia menjalani kehidupan sekolah yang berbunga bunga, dia memiliki sahabat yang baik dan memiliki orang yang ia cintai dan mencintainya, dan hari ini adalah hari terakhir ujian yang di jalani oleh pria yang sangat penting untuknya, dan mereka berjanji akan bertemu di tempat yang selalu mereka kunjungi berdua, yaitu danau tempat pertama kali mereka piknik dan tempat hari pertama mereka berpacaran, zulian amar atau di sapa ian, menyatakan perasaannya di tempat ini.
Ara tersenyum mengingat hari yang membuatnya berdebar hingga sulit tidur itu.
Angin sore di tepi danau menerbangkan rambut dan gaun selutut yang di pakai mia, gadis itu sabar menunggu ian, walaupun pria itu sudah terlambat lebih dari setengah jam dari yang mereka janjikan, tapi gadis itu tetap berpikir positif, mungkin ian ada urusan penting hingga menghambat kedatangannya, atau jalanan macet karena sore adalah jam sibuk di jalan raya.
satu jam sebelumnya
Ian membereskan barang barangnya ke dalam tas, dia terlihat terburu buru, dia tidak ingin membuat gadis kesayangannya menunggu, hari ini mereka akan bertemu setelah satu minggu tidak saling bertatap muka secara langsung, dia harus fokus pada ujian penentuan kelulusan sedangkan mia menjalani hari liburnya dan sebentar lagi gadis itu juga akan menjalani ujian kenaikan kelas.
"ian, ayo ke tempat biasa, kita rayakan hari terakhir yang menguras otak kita"
Ajak Nizar dengan semangat, tapi mendapat gelengan dari ian.
" sorry guys, aku ikut lain kali"
ian menjawab dengan wajah tidak enak.
"sudahlah Nizar, dia ingin melepas rindu dengan pacarnya, ayo kita pergi"
Davin menimpali sambil menggandeng bahu Nizar yang terlihat kecewa.
hery dan ansen menepuk bahu ian sebelum keluar dari ruang ujian memberi dukungan, mereka merasa ikut senang jika sahabat mereka bahagia.
ian juga ikut terburu buru keluar dan pamit pada teman temannya untuk pergi lebih dulu, wajahnya terlihat tidak sabar untuk menemui mia, ia berjalan cepat ke arah mobil yang terlihat sudah menunggu di depan gerbang sekolah, ian membuka pintu penumpang bagian belakang
Gerakan ian yang akan memasuki mobil terhenti karena melihat pria yang tidak lain adalah ayahnya duduk dengan sebuah berkas di tangannya.
"Masuklah"
Amir berkata dengan nada datar.
Ian memasuki mobil dengan wajah datarnya sangat berbeda dengan tadi yang wajahnya terlihat senyum senyum sendiri saat memikirkan mia.
Amir menyerahkan sebuah berkas pada ian tampa mengatakan apapun, dan di terima oleh ian tampa bertanya, di saat seperti ini keduanya terlihat sangat mirip, baik wajahnya, sifat, postur tubuh dan cara mereka duduk.
Ian membuka lembaran demi lembaran untuk memahami isi dari kertas kertas tersebut, meski raut wajahnya terlihat berubah, tapi pria itu masih terlihat tenang hingga ia menyelesaikan bacaannya.
"Aku tidak bisa melakukannya, semua itu tidak bisa di jadikan alasan untuk aku menerima wanita yang tidak aku cintai"
Ucap ian dengan tegas dan terselip nada sinis.
Apa ayahnya pikir kalau dia akan menerima perjodohan tidak ia inginkan begitu saja hanya karena sumpah dan harga diri keluarga, tidak hanya sumpah di mulut, Amir dan sahabatnya juga membuat perjanjian resmi yang melibatkan pengacara dan di saksikan oleh seluruh anggota senior B World, kenapa dia harus memenuhi tanggung jawab yang berasal dari perjanjian ayahnya yang mungkin sedang mabuk saat itu.
"Apa kamu berpikir kalau kami mabuk saat membuat perjanjian tersebut?"
Seperti bisa membaca ekspresi dari wajah yang sangat mirip dengannya, amir bertanya dengan tersenyum miring.
"Memangnya tidak?"
Ian membalas dengan pertanyaan dan senyum sinis.
"Kau mungkin tidak ingat, tapi saat kau masih dua tahun dan masih belum lancar berbicara, kau sangat menyukai gadis yang baru lahir itu, bahkan mengabaikan adikmu sendiri, bukan hanya itu, obsessi yang berlebihan, kamu mengatakan kalau bayi itu adalah milikmu dan pernah menguncinya bersama hingga membuat bayi itu kelaparan"
Amir melipat tengannya di dada dengan wajah mengejek.
Ian mengerutkan keningnya tidak suka
"Apa kau sedang menulis novel"
Tanya ian, yang berarti (kau sangat suka mengarang).
"Percaya atau tidak itu tidak penting, kau bisa memilih bersama pacar kecilmu, aku tidak akan memaksa, beri tahu seluruh dunia tentang betapa kau mencintainya, aku ingin melihat berapa lama gadis itu akan bertahan"
Amir berkata dengan wajah dingin.
"Apa maksudmu?"
Tanya ian dengan wajah marah, dan nada agak tinggi.
"Ian, aku sudah memperingatkanmu sejak lama, jangan menciptakan kelemahan maupun memperlihatkannya, kalau tidak, bukan hanya kau yang akan menderita tapi dia yang tidak tau apa apa akan sengsara hanya karena berada di sisimu"
Amir berkata dengan suara lebih berat dan nada yang di tekan.
Ian menggeleng dan tersenyum sinis.
"Apa itu yang terjadi padamu, kau pernah menyerah pada seseorang hanya karena alasan bodoh itu?"
Tanya ian dengan tawa kecil, mengejek.
"Aku tidak menyerah"
Amir menjawab cepat.
"Aku juga yakin sama seperti mu sekarang"
Lanjutnya, jari jari amir terlihat mengetuk ngetuk pahanya, seperti menahan sesuatu.
"Dan itu menghancurkannya, sehancur hancurnya, tampa sisa"
Amir menyandarkan kepalanya sambil menghela napas dalam.
"Ian, apa kau benar benar yakin bisa menjaganya tetap aman di sisimu, apa dia mau menerima sisi gelapmu, jangan sampai menyesal dengan pilihanmu kali ini"
Amir menepuk bahu ian untuk memberi semangat, lalu ia keluar dari mobil kemudian berjalan menuju mobilnya yang berada di belakang mobil sang putra, wajah yang awalnya dingin kini tersenyum licik, amir memasuki mobil yang di buka oleh zoni.
