Shasy yang sudah menjalani pernikahannya selama dua tahun,harus menabahkan hatinya saat sang mertua dan kerabat menghinanya Mandul. Karena keadaan yang membuatnya stres dan merasa tersakiti. Sashy yang sedang kalut dan rapuh memilih untuk bersenang-senang bersama temannya. Hingga dirinya terjebak dengan pria yang membuatnya melampiaskan amarah dan kecewanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lautan Biru, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26
"Kamu mau kemana Mas!"
Celine menarik tangan Fatur saat pria itu hendak keluar dari kamar.
"Mau cari Sashy." Balas Fatur menatap Celine.
Kepala Celine menggeleng, "Cari kemana, bukanya kamu bilang mbak Sashy udah ngak pulang kerumah, dia pergi membawa ibunya. lalu kamu mencarinya kemana!" Ucap Celine dengan suara kesal.
"Kemana saja, aku harus mendengar penjelasannya!" Fatur menghempaskan tangan Celine dari lengannya namun Celine tak menyerah.
"Kenapa kamu tidak pernah melihat ku Mas, aku hamil anak mu!" Ucap Celine dengan suara yang meninggi.
Keduanya baru sampai dikediaman Farah, seteleh bertemu dengan orang tua Celine, dan Fatur yang masih cemburu dengan adegan istrinya berciuman dengan pria lain membuat pria itu ingin menemui Sashy dan meminta penjelasan.
Fatur menatap Celine yang sudah berlinang air mata, matanya memancarkan kesedihan.
"Celine, jangan membuatku muak padamu!" Tegas Fatur dengan suara yang membuat hati Celine semakin sesak.
"Muak! Kamu muak dengan wanita yang sudah memberikan segalanya untuk mu hah!" Celine yang terlanjur sakit hati membuat amarahnya ikut meledak.
"Kamu pikir kamu bisa mencampakkan aku setelah semua yang kamu lakukan padaku, aku bukan pakaian yang seenaknya kamu bisa coba dan kamu buang jika sudah bosan! Aku punya perasaan Mas, aku punya perasaan!!"
tangis Celine pecah, matanya yang basah membuat pandanganya mengabur, tapi dia bisa melihat sosok pria yang masih berdiri terpaku dengan tatapan lurus padanya.
"Baik, jika kau masih ingin pergi. Pergilah! Tapi jangan salahkan aku jika anak ini tidak akan pernah lahir ke dunia." Lirih Celine dengan suara gemetar.
"Celine apa yang kamu katakan!" Fatur mulak panik, melihat kemarahan Celine yang tak terkontrol.
Sedangkan Celine mengedarkan pandangannya, dan matanya tertuju pada laci nakas, wanita itu segera membukanya dan menemukan gunting didalamnya.
"Aku tidak sudi memberikan bayi ku pada kalian, lebih baik aku tidak melahirkannya ke dunia!"
"Celine!!"
Fatur bergerak cepat saat tangan Celine hendak menusukkan benda itu ke perutnya, hingga tangan Fatur berhasil meraih tangannya dan menghempaskan benda itu dari tangan Celine.
"Bodoh Celine! Kamu bodoh!" Maki Fatur dengan suara menahan amarah.
"Ya, aku bodoh!! Aku bodoh telah mencintai pria sepertimu Fatur! Aku memang bodoh!!" Teriak Celine lagi dengan suara menggema.
"Kau bodoh, kau melukai bayi yang tidak berdosa karena kebodohanmu!" Maki Fatur lagi.
Celine menangis meraung, mencoba melepaskan rengkuhan Fatur.
"Biarkan bayi ini mati! Aku tidak peduli!!" Teriaknya lagi dengan tubuh memberontak.
Fatur yang menahan amarah dengan tindakan Celine menarik wanita itu kasar dan menghempaskan nya di atas ranjang.
"Berani kau melukai bayi itu, maka aku yang akan membunuhmu dengan tangan ku sendiri." Desis Fatur yang berada diatas tubuh Celine. Mengungkung wanita itu di bawahnya.
"Kau jahat Mas, kau jahat!!.. Emphh.."
Celine merasakan pasokan udaranya berhenti saat bibirnya di lahap habis dan kasar. Tubuhnya yang meronta tak lagi bertenaga saat merasakan seluruh sendinya terasa lemas.
Dalam sekejap kemarahan itu pudar dan berganti dengan suara lirih namun mengunggah naluri. Fatur menyerang Celine yang sudah tak berdaya dibawah tubuhnya. Menyerang hingga menimbulkan bulir-bulir keringat di antara tubuh keduanya.
"Ah..Mas.."
...
Seperti yang di inginkan Arga, Sashy membawakan makanan untuk sarapan pria itu. Hanya saja Sashy tidak datang seperti yang Arga katakan. Sashy datang di jam seperti biasa, baginya bekerja di luar jam kerja adalah tugas dan kewajibannya sebagai Aspri untuk Arga. Contohnya asisten Mirza, pria itu selalu sigap dan cekatan, bahak Sashy tak pernah melihat asisten itu tidak hadir dan ataupun berangkat lebih telat dari atasannya. Karena setiap pagi asisten Mirza akan datang mengantar berkas lalu pergi menuju kantor pusat. Dan Sashy sendiri tidak tahu kenapa Arga justru lebih suka di kantor cabang ketimbang di kantor pusat.
Saat tiba di kantor suasana sudah cukup ramai dengan karyawan yang sudah datang lebih dulu, seperti biasanya beberapa menyapa Sashy.
"Ya ampun Denisa! Lo bikin gue kaget!" Ucap Sashy dengan suara keras benar-benar terkejut.
Denisa sendiri tertawa melihat wajah pucat Sashy karena terkejut.
"Lagian jalan sambil pantengin hp, nabrak Lo yang rugi." Ucap Denisa dengan sisa tawanya.
Sashy mengatur napasnya yang sempat maraton. "Lo yang rese Des, jantung gue hampir copot." Katanya sambil mengusap dada.
Denisa melirik kotak makan di tangan kanan Sashy. "Masa sekelas Aspri yang setiap hari keluar makan di restoran mewah bawa bekal?" Ledek Denisa dengan senyum menggoda.
"Emang kenapa? Ngak boleh!" Sashy membalasnya dengan lirikan sinis. Yang tentu tak sungguh-sungguh.
"Ya boleh, memangnya kalau makan pak Arga gak kuat bayarin, sampai Lo bawa bekal?"
Sashy mendelikkan matanya, "Kalau pak Arga denger pasti harga dirinya turun, Lo menghinanya Des." Mata Sashy melotot dengan mimik wajah yang terlihat serius.
"Ish..ngak usah nakut-nakutin, lagian mana mungkin pak Arga naik lift ekonomi." Balas Denisa sinis.
"Siapa tau!" Sashy menjawabnya dengan santai.
Hingga pintu lift terbuka dan Denisa lebih dulu keluar di lantai tempatnya bekerja, sedangkan Sashy masih naik tiga lantai lagi dari lantai lama tempatnya bekerja.
Sampainya di ruangan, Sashy memilih untuk menghidupkan alat kerjanya lebih dulu, sedikit merapikan meja sebelum masuk keruangan Arga yang selalu ia rapikan lebih dulu sebelum pria itu datang.
Sashy tersenyum saat melihat bunga segar yang masih berada di vas bunga yang ia taruh sebelumnya, namun hari ini ia akan menggantinya setelah dua hari bunga itu di sana.
Beberapa berkas Sashy rapikan, hingga terlihat rapi sempurna. Dan alat-alat lainya agar Arga tidak kesulitan mencari untuk menggunakannya.
Ceklek
"Selamat pagi Nona." Sapa asisten Mirza.
Sashy tersenyum ramah dan sopan seperti biasa, wanita itu sedang mengganti bunga di dalam vas.
"Pagi asisten Mirza. Kau sudah sarapan?" Tanya Sashy saat pria tinggi yang juga tampan itu menaruh berkas diatas meja atasannya.
"Apa Nona ingin mengajak saya sarapan bersama?" Tanya balik Mirza.
Sashy menggeleng dan tersenyum, "Tentu saja tidak, tapi saya membawakan makanan untuk asisten Mirza." Sashy menunjuk kotak makan berwarna hijau.
Asisten Mirza mengerutkan keningnya, melihat ada dua kotak makan.
"Satunya untuk pak Arga." Ucap Sashy seperti menjawab tatapan Mirza tanpa pria itu bertanya.
"Oh..kalau begitu pagi ini aku juga ikut beruntung."
"Ya anggap saja begitu."
Keduanya terlibat obrolan kecil sebelum Mirza pamit dan mengucapkan terima kasih. Sashy segera menyelesaikan pekerjaannya diruangan Arga dan meninggalkan ruangan itu dengan keadaan rapi.
Sedangkan pria yang mereka bicarakan masih terlelap di balik selimut tebal. Arga membuka matanya saat terdengar pintu kamarnya dibuka.
"Arga! Kamu tidak ke kantor!"
Suara yang sangat familiar itu menyapa telinganya, Arga perlahan membuka matanya dan melihat Mamanya berdiri disisi ranjangnya.
"Mama!" Suaranya parau namun juga terkejut.
Arga beringsut untuk bangun dan bersandar di bahu ranjang.
"Mama kapan datang?" Tanyanya sambil mengusap wajahnya.
"Sejak kemarin Arga, Mama sudah di sini." Wanita cantik diusianya yang sudah pantas menimang cucu itu tampak menghela napas.
"Kamu tidak ke kantor? Kenapa kamu jadi pemalas sekarang hm." Wanita itu membuka gorden agar cahaya masuk dan membuka pintu balkon.
"Semalam Arga gak bisa tidur Mah," balasnya dengan suara yang masih lemas.
Wanita itu menoleh kebelakang dan mendekati putranya lalu menyentuh keningnya. "Tidak panas, apa kamu sakit?"tanyanya dengan nada terdengar khawatir.
Kepala Arga menggeleng, "Ngak Mah, Arga hanya bayak pekerjaan."
Semalam matanya tidak mau terpejam, entah karena apa. Dan karena hal itu Arga menghabiskan waktunya di ruang kerja sampai menjelang pagi. Arga baru terpejam saat sudah hampir pagi.
"Yasudah, Mama tunggu di bawah, ada yang ingin Mama bicarakan."
Setelah mamanya keluar, Arga segera masuk kedalam kamar mandi, tak sampai tiga puluh menit pria itu sudah menuruni tangga dengan kemeja putih dan sebuah jas di tangannya.
"Mama ngak bilang mau pulang, Arga kan bisa jemput di bandara." Arga menarik kursi dan duduk diseberang meja berhadapan dengan wanita yang sudah melahirkannya.
"Kamu kan selalu sibuk, Mama tidak ingin menganggu mu." Tanyanya mengambil roti dan mengoleskannya dengan selai strawberry.
"Arga minum kopi saja Ma," Tolaknya saat sang Mama memberikan potongan roti.
Mamanya tak protes, dan memakan roti yang ia buat untuk putranya itu tapi di tolak.
Sedangkan Arga sendiri mengingat jika dirinya menyuruh Sashy untuk membuatkan makanan.
"Arga Mama mau pergi umroh."
Arga terdiam sejenak saat menyesap kopinya, lalu menatap mamanya.
"Kapan?"
"Minggu depan."
Kepala Arga mengangguk, "Arga hanya bisa mendoakan Mama agar sehat selalu." Ucapnya dengan tulus.
Wanita itu tersenyum lembut, "Terima kasih, tapi Mama berharap kita bisa pergi bersama, apalagi kalau kamu sudah punya pasangan." Lanjutnya lagi.
Arga menarik sudut bibirnya, "Mungkin doa Mama akan terkabul, Mama jangan khawatir." Ucapnya dengan santai.
Mama Arga hanya menghela napas. "Arga Mama semakin bertambah umur dan tua, dan kamu juga seperti itu. Sampai kapan mau sendiri, apa perlu Mama pilihkan jodoh." Sangking frustasinya melihat putra satu-satunya tak kunjung menikah di usianya yang sudah lebih dari cukup matang.
"Sabar mah, Arga lagi usaha. Mama tidak perlu sibuk pilihkan jodoh. Karena Arga sudah memilihnya sendiri."
"Kalau begitu kenalkan dengan Mama, apa dia baik dan sopan?"
Arga terkekeh, pertanyaan Mamanya berbeda dengan pertanyaan orang tua pada umumnya.
Baik dan sopan?
Bukan, apa dia dari keluarga baik-baik seperti kita?
Apa dia anak seorang pejabat kaya raya?
"Tentu baik Mah, Arga tidak mencari wanita yang kriterianya bertolak dengan mama." Jawabnya diiringi dengan tawa.
"Bagus, Mama tidak perlu mendapatkan menantu kaya dan sempurna. Kekayaan kamu tentu bisa memberikan mereka kenyamanan dan jaminan hidup. Sempurna bukan berarti Mama mencari anak dari pejabat ataupun memiliki kasta tertinggi, tapi sempurna dalam melengkapi kekurangan pasangannya dan menghargai pasangannya."
Arga dibuat terenyuh dengan kriteria menantu idaman Mamanya, namun ada rasa takut yang tiba-tiba membuatnya memikirkan Sashy.
"Ma, apa Mama merestui dan menerima pasangan Arga jika dia memiliki kekurangan?" Tanya Arga dengan sangat hati-hati dan serius.
Arga menelan ludahnya dengan susah saat menunggu jawaban Mamanya, jawaban yang seperti akan menentukan hidupnya.