S 2. "Partner"
Kisah lanjutan dari Novel "Partner"
Alangka baiknya membaca Novel tersebut di atas, sebelum membaca novel ini. Agar bisa mengikuti kisah lanjutannya.
Bagian lanjutan ini mengisahkan Bu Dinna dan kedua anaknya yang sedang ditahan di kantor polisi akibat tindak kejahatan yang dilakukan kepada Alm. Pak Johan. Mereka berusaha dengan berbagai cara untuk lolos diri dari jerat hukum. Semua taktik licik dan kotor digunakan untuk melaksanakan rencana mereka.
Rencana jahat bisa menjadi badai yang menghancurkan kehidupan seseorang. Tapi tidak bagi orang yang teguh, kokoh dan kuat di dalam Tuhan.
¤ Apakah Bu Dinna atau kedua anaknya menjadi badai?
¤ Apakah mereka bisa meloloskan diri dari jerat hukum?
Ikuti kisahnya di Novel ini: "Menghempaskan Badai"
Karya ini didedikasikan untuk yang selalu mendukungku berkarya. Tetaplah sehat dan bahagia di mana pun berada. ❤️ U. 🤗
Selamat Membaca
❤️🙏🏻💚
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sopaatta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
01. Menghempaskan Badai (MB)
...~•Happy Reading•~...
Alangkah baiknya readers membaca Novel "Partner" sebelum membaca ini, karena Novel "Menghempaskan Badai" adalah lanjutan dari Novel tersebut di atas.
Terima kasih. 🙏🏻❤️🤗
^^^Flashback.^^^
^^^Pak Johan Thurana meninggal karena kecelakaan mobil, setelah dirawat beberapa waktu di ICU. Namun sebelum kecelakaan tersebut, Pak Johan sudah membuat surat wasiat, mengantisipasi jika terjadi sesuatu dengannya, hingga kehilangan nyawa.^^^
^^^Setelah Pak Johan dinyatakan meninggal, pengacara Darma yang dipercaya Pak Johan untuk membuat surat wasiatnya menetapkan untuk membaca surat wasiat setelah jenasah Pak Johan dimakamkan.^^^
^^^Dalam surat wasiat tersebut, semua warisan diberikan kepada anak tunggal dari istri pertama Pak Johan bernama Ophelia Nathania Thurana. (Untuk diketahui, istri pertama Pak Johan bernama Penny Akassa, telah meninggal karena kanker)^^^
^^^Sedangkan istri kedua bernama Dinna (dinikahi Pak Johan setelah Ibu Penny meninggal, sudah memiliki 2 orang anak perempuan dari pernikahan sebelumnya) tidak mendapatkan warisan harta, tapi warisan tuntutan hukum. Sehubungan dengan tindakan pencurian dan rencana pembunuhan yang dilakukan oleh Ibu Dinna dan kedua anaknya kepada Pak Johan.^^^
^^^Warisan tuntutan hukum Pak Johan disertai bukti cctv yang dipasang dalam rumah tersebut. Sehingga berdasarkan bukti-bukti tersebut, aparat kepolisian yang diminta oleh pengacara Darma untuk mendampingi proses pembacaan surat wasiat bertindak cepat. Setelah pembacaan surat wasiat, Bu Dinna dan kedua anaknya dibawa ke kantor polisi untuk diperiksa sesuai dengan tuntutan yang diajukan oleh pengacara Pak Johan.^^^
^^^Flashback off^^^
Bu Dinna dan kedua anaknya sudah berada dalam mobil polisi dan akan dibawa ke kantor polisi. Mereka mulai menyadari situasi yang akan dihadapi setelah keluar dari halaman rumah dan melihat Danur menutup pagar rumah Pak Johan di belakang mobil petugas.
Walau masih menangis, mereka saling memandang dengan wajah memutih dan air mata terus mengalir sambil berpikir. Kalau mereka bertiga di tahan, siapa yang akan menolong? 'Tidak boleh seperti ini dan tidak boleh terjadi.' Bu Dinna membatin dengan jantung berdetak tidak teratur.
Rasa panik mulai melada mereka bertiga, terutama Bu Dinna. Sambil melihat kedua anaknya, Bu Dinna berpikir dan terus membatin. 'Kami bertiga tidak boleh ditahan bersama-sama. Harus ada di antara kami yang bebas, supaya bisa ada yang menolong.'
Bu Dinna terus berpikir, sebab walaupun mereka sudah menangis meraung-raung dan dengan suara keras memanggil nama Ophelia, tidak bisa menyentuh hati seorang pun yang ada dalam rumah. Mereka tetap digelandang oleh polisi dan dimasukan ke dalam mobil petugas dengan tangan terikat, sambil terus diawasi.
Rasa panik mulai menjalar hati masing-masing dan menimbulkan ketakutan membayangkan mereka bertiga akan berada di dalam tahanan. Sambil menangis sesenggukan, Bu Dinna menggerakan kaki untuk menendang kaki Gina yang duduk terdekat dengannya.
Gina melihat isyarat Mamahnya untuk memanggil kakaknya juga. Kemudian Gina menendang kaki kakaknya dan menunjuk ke arah Mama mereka dengan wajahnya. Kakak Gina melihat ke arah Mamanya dengan alisnya bertaut, sebab tidak mengerti maksud isyarat mata Mamanya yang turun naik.
Bu Dinna jadi emosi, melihat kedua anaknya tidak mengerti bahasa isyarat yang diberikan. Padahal maksudnya, meminta kedua anaknya jangan hanya menangis saja, tapi pikirkan nasib mereka. Sekarang tidak ada cara atau tempat untuk mereka berlindung. Nasib mereka bertiga sudah seperti telur di ujung tanduk. Karena kalau tidak ada yang menolong, mereka akan di penjara dalam waktu yang lama.
Suasana yang tiba-tiba sepi membuat petugas curiga. Apa lagi mendengar suara tangis ketiga tahanan tiba-tiba berubah dan tidak lagi stereo seperti saat keluar dari rumah. "Sudah puas menangisnya?" Polwan yang mendampingi bertanya sambil melihat mereka satu persatu.
Bu Dinna segera menghentikan gerakan mata dan pura-pura tidak melihat ke arah kedua anaknya.Dia menyadari gerakannya diperhatikan, sehingga berhenti membuat gerakan kepada kedua anaknya yang belum mengerti isyaratnya.
"Bu, bisa minta air?" Bu Dinna minta air untuk mengalihkan perhatian petugas dari bahasa isyarat yang dia berikan kepada anak-anaknya. Sontak Polwan melihat mereka bergantian dan makin curiga.
"Iya, Bu. Minta air juga." Kedua anak Bu Dinna ikut meminta air, untuk menghindari Mama mereka dari tatapan curiga Polwan.
"Makanya menangis jangan diborong semua. Simpan buat nanti, juga. Ini bagi buat bertiga." Polwan kesal melihat sikap pura-pura Bu Dinna dan kedua anaknya. mereka diberikan sebotol kecil air mineral yang tersisa dalam mobil.
"Bu, tangan kami tidak bisa pegang." Bu Dinna menggerakan tangannya yang diikat, supaya ikatan bisa dilepas.
"Kalau begitu, tunggu di kantor baru minum." Bentak Polwan dan botol air mineral dikembalikan ketempatnya. Kemudian berbicara serius dengan rekan polisi yang tugas mengawal bersamanya, sebab tidak mau membuka ikatan yang ada di tangan Bu Dinna dan anak-anaknya.
Sebelum tiba di kantor polisi, Bu Dinna melihat petugas sedang berbicara, lalu kembali memberikan isyarat kepada kedua anaknya dengan mata. Namun gerakannya kepergok oleh Polwan, sehingga interaksi mereka makin dicurigai. "Ayo, menghadap ke sana." Polwan meminta Bu Dinna dan kedua anaknya duduk saling membelakangi.
Bu Dinna makin panik dan memutar otak, agar bisa berbicara dengan salah satu atau kedua anaknya. Bu Dinna kuatir tiba di kantor polisi, mereka akan ditahan dalam sel yang berbeda. Sehingga sulit berkomunikasi untuk mengatur strategi saat diperiksa oleh petugas.
Tiba di kantor polisi, mereka diturunkan secara terpisah. "Pisahkan mereka di sel yang berbeda." Perintah petugas yang membawa mereka dari rumah Pak Johan kepada petugas polisi yang datang membantu untuk membawa mereka ke tahanan.
"Siap, Pak." Petugas memberi hormat dengan sikap sigap, lalu membawa Bu Dinna dan kedua anaknya yang kembali menangis.
"Pak, biarkan kami bersama." Mohon Bu Dinna dan diikuti kedua anaknya. Tapi petugas tidak bergeming, mereka tetap dibawa terpisah.
Sebelum mereka dipisahkan, Bu Dinna menangis dan merengek kepada polisi yang membawa mereka. "Pak, tolong berikan kesempatan kepada saya untuk memeluk anak-anak saya." Pinta Bu Dinna sambil berurai airmata, seakan sangat berat berpisah dengan kedua anaknya.
Petugas jadi tersentuh melihat tangisan Bu Dinna dan kedua anaknya yang terus memanggil Mama mereka sambil menangis. Petugas yang belum mengetahui kejahatan Bu Dinna dan anak-anaknya, memberikan ijin, tetapi tidak melepaskan ikatan di tangan mereka.
Bu Dinna meneruskan aktingnya dengan berurai air mata, segera mendekati kedua anaknya lalu menautkan pipi kepada Gina. "Bilang saja ini rencana Mama. Ingat itu!." Bisik Bu Dinna, serius. Gina tidak berkata apa pun, tapi terus menangis sambil berpikir maksud mamanya. Hal yang sama juga dilakukan Bu Dinna kepada kakak Gina, supaya kedua anaknya bisa satu suara saat diperiksa oleh penyidik polisi.
Bu Dinna sudah pikirkan bahwa mereka semua tidak boleh ditahan, agar ada yang dilepaskan setelah pemeriksaan. Supaya ada yang berusaha cari pertolongan di luar. Oleh sebab itu Bu Dinna putuskan, lebih baik kedua anaknya bebas, dan dia yang dikorbankan.
...~°°°~...
...~●○♡○●~...
sabar lianty kamu ikuti aja permainan mereka kamu juga harus pandai berakting kayak mereka..💟