sinopsis Amelia, seorang dokter muda yang penuh semangat, terjebak dalam konspirasi gelap di dunia medis. Amelia berjuang untuk mengungkap kebenaran, melindungi pasien-pasiennya, dan mengalahkan kekuatan korup di balik industri medis. Amelia bertekad untuk membawa keadilan, meskipun risiko yang dihadapinya semakin besar. Namun, ia harus memilih antara melawan sistem atau melanjutkan hidupnya sebagai simbol keberanian dalam dunia yang gelap.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nurul natasya syafika, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 1: Awal Sebuah Misi
Pagi itu, Dr. Amelia Kusuma berdiri di depan ruang ICU dengan perasaan campur aduk. Sebagai seorang ahli onkologi pediatrik yang berdedikasi, panggilan dari direktur riset rumah sakit beberapa jam sebelumnya terus membayangi pikirannya.
Dia diminta memimpin sebuah uji klinis obat baru yang diklaim revolusioner untuk kanker ginjal anak-anak. Namun, intuisi Amelia mengatakan ada sesuatu yang lebih besar daripada sekadar proyek penelitian.
Di ruang direktur riset, pertemuan itu terjadi dengan intensitas yang sulit ia lupakan.
Dr. Raka, direktur riset yang ambisius, duduk di balik meja kerjanya yang penuh dokumen. Ia berbicara dengan nada optimis yang menggema di ruangan itu.
“Amelia, saya tahu kamu sudah lama menangani kasus nephroblastoma, dan hasil penelitianmu selama ini sangat luar biasa. Program ini berisiko tinggi, tapi ini bisa menjadi terobosan besar untuk pasien-pasien kita. Bagaimana menurutmu? Kamu bersedia memimpin?”
Amelia terdiam sesaat. Matanya menatap folder di tangannya, berisi dokumen-dokumen awal tentang uji klinis ini. Ia membuka salah satu halaman, memperhatikan daftar potensi efek samping yang tampaknya telah dianalisis dengan cermat. Namun, Amelia tahu, uji klinis, terutama untuk anak-anak, bukanlah hal yang bisa dianggap enteng.
“Dr. Raka,” Amelia memulai, nadanya hati-hati, “saya mengerti pentingnya program ini. Tapi... uji klinis untuk anak-anak selalu menjadi tantangan. Risiko efek sampingnya bisa tidak terduga, dan saya tidak ingin membahayakan pasien-pasien kecil kita.”
Dr. Raka tersenyum, mencoba meyakinkannya. “Saya memahami kekhawatiranmu. Tapi ini adalah langkah yang perlu kita ambil untuk membuat perubahan besar. Kami sudah memilih pasien-pasien yang paling cocok. Semua orang tua pasien juga sudah memberikan persetujuan. Tim riset kami percaya bahwa obat ini sangat menjanjikan. Kamu adalah satu-satunya yang bisa memimpin program ini dengan integritas.”
Meskipun masih ragu, Amelia akhirnya setuju. Ia tahu bahwa uji coba ini mungkin menjadi harapan terakhir bagi pasien-pasien kecilnya yang kondisi kankernya sudah berada di tahap kritis. Namun, di dalam hatinya, ada perasaan gelisah yang sulit ia hilangkan.
......................
Beberapa minggu setelah uji klinis dimulai, Amelia mulai bekerja secara intensif dengan pasien-pasien kecilnya. Salah satunya adalah Raka Wijaya, seorang anak laki-laki berusia 8 tahun yang memiliki semangat hidup tinggi meskipun kankernya sudah mencapai stadium lanjut.
Raka adalah pasien yang mudah disukai siapa saja. Senyum ceria dan antusiasmenya kerap menjadi penghiburan di tengah tekanan pekerjaan Amelia.
Hari itu, Amelia sedang memeriksa kondisi Raka di ruang perawatan. Bocah itu tengah duduk di tempat tidur, memeluk boneka dinosaurus kesayangannya.
“Raka, kamu tahu nggak kalau kamu ini pemberani banget?” Amelia memulai sambil tersenyum hangat, mencoba mencairkan suasana.
Raka tertawa kecil. “Aku nggak takut sama kanker, Bu Dokter. Tapi... kalau jarum suntik, itu beda cerita!”
Amelia tertawa, menghargai keberanian dan kejujuran Raka. Hasil awal terapi menunjukkan penyusutan tumor pada beberapa pasien, termasuk Raka, dan tim medis mulai merasa optimis. Namun, di balik optimisme itu, Amelia tetap waspada terhadap kemungkinan komplikasi yang belum terdeteksi.
......................
Namun, semuanya berubah beberapa hari kemudian.Saat itu sore hari, Amelia tengah berbicara dengan seorang kolega ketika tiba-tiba panggilan darurat terdengar.
Dengan cepat, ia menuju ruang ICU. Di sana, Raka terbaring tak sadarkan diri. Monitor di sekelilingnya menunjukkan tanda-tanda vital yang tidak stabil, membuat seluruh tim medis berjibaku menyelamatkannya.
Perawat Siska, salah satu rekan Amelia yang paling andal, memberikan laporan dengan nada panik.
“Dr. Amelia, tekanan darahnya turun drastis. Kami sudah melakukan transfusi, tetapi dia terus kehilangan darah!”
Amelia melihat wajah Raka yang pucat. Ia tahu waktu sangat terbatas.
“Kita perlu melakukan pemeriksaan CT scan sekarang juga. Hubungi tim radiologi!”
Setelah pemeriksaan, ditemukan bahwa Raka mengalami perdarahan internal di ginjal. Yang mengejutkan Amelia, efek samping ini tidak tercatat dalam laporan riset tentang obat baru tersebut. Ketika duduk di ruang konsultasi sambil mempelajari hasil pemeriksaan, Amelia tertegun.
“Kenapa komplikasi seperti ini tidak ada dalam catatan uji klinis? Ini bukan kebetulan...” bisiknya pada dirinya sendiri.
......................
Keesokan harinya, Amelia memutuskan untuk meneliti lebih dalam. Ia mulai menggali rekam medis pasien-pasien lain yang mengikuti uji coba ini. Dari data awal, ia menemukan pola yang mencurigakan: beberapa pasien menunjukkan gejala yang mirip, tetapi entah bagaimana, rekam medis mereka tidak lengkap atau bahkan hilang dari sistem rumah sakit.
Amelia mencoba menghubungi pihak administrasi untuk mencari penjelasan, tetapi ia hanya mendapatkan jawaban mengambang. Hal ini membuatnya semakin curiga bahwa ada sesuatu yang sedang disembunyikan.
......................
Larut malam itu, Amelia menyelinap ke ruang arsip rumah sakit, tempat dokumen-dokumen fisik biasanya disimpan. Ia membawa senter kecil dan mengenakan jaket laboratorium untuk menyembunyikan identitasnya jika bertemu dengan staf lain.
Di ruangan yang gelap dan sunyi itu, ia mulai membongkar lemari arsip, mencari folder yang sesuai dengan daftar pasien uji klinis.
Setelah beberapa saat mencari, Amelia menemukan sebuah folder berdebu yang menarik perhatiannya. Di dalamnya terdapat laporan medis dari beberapa pasien yang menunjukkan komplikasi serupa dengan yang dialami Raka.
Namun, yang membuatnya marah, catatan itu dengan jelas mencantumkan bahwa “efek samping berat tidak dilaporkan sesuai protokol.”
Amelia membalik halaman demi halaman, rasa marah bercampur takut menyelimuti dirinya.
“Apakah ini yang mereka sembunyikan? Apa yang sebenarnya terjadi dalam penelitian ini?” gumamnya, suaranya nyaris tak terdengar di tengah keheningan.
Tiba-tiba, suara berderit terdengar dari pintu ruangan arsip. Amelia mendongak, senter di tangannya bergetar. Pintu terbuka perlahan, dan seorang pria tak dikenal berdiri di sana, setengah tubuhnya terselimuti bayangan.
Suara Misterius: Dr. Amelia, sepertinya Anda terlalu jauh mencampuri urusan yang bukan bidang Anda.”
Amelia menatap pria itu dengan tajam, meskipun jantungnya berdegup kencang.
“Siapa Anda? Apa yang Anda sembunyikan?” tanyanya tegas, meski suaranya sedikit bergetar.
Pria itu tidak menjawab. Sebaliknya, ia hanya mengangkat bahunya dengan santai, seperti seseorang yang tidak merasa terancam.
“Itu tidak penting. Tapi satu hal pasti, Anda harus berhenti mencari.”
Sebelum Amelia bisa merespons, lampu ruangan tiba-tiba padam. Kegelapan menyelimuti ruangan, membuat Amelia sulit melihat apa pun. Napasnya terengah-engah, tetapi ia mencoba tetap tenang. Ketika ia akhirnya menghidupkan senter kembali, pria itu sudah menghilang.
Amelia berdiri di tengah ruangan, dikelilingi oleh arsip-arsip berserakan, pikirannya dipenuhi pertanyaan. Ia tahu bahwa apa yang baru saja terjadi adalah peringatan.
Tetapi bagi Amelia, ini bukan alasan untuk mundur. Sebaliknya, ia semakin yakin bahwa ada sesuatu yang harus diungkapkan demi menyelamatkan pasien-pasien kecilnya.
Dalam kegelapan itu, ia berbisik pada dirinya sendiri dengan tekad yang membara.
“Aku tidak akan berhenti. Demi Raka dan anak-anak lain, aku akan menemukan kebenaran.”