Kehamilan merupakan sebuah impian besar bagi semua wanita yang sudah berumah tangga. Begitu pun dengan Arumi. Wanita cantik yang berprofesi sebagai dokter bedah di salah satu rumah sakit terkenal di Jakarta. Ia memiliki impian agar bisa hamil. Namun, apa daya selama 5 tahun pernikahan, Tuhan belum juga memberikan amanah padanya.
Hanya karena belum hamil, Mahesa dan kedua mertua Arumi mendukung sang anak untuk berselingkuh.
Di saat kisruh rumah tangga semakin memanas, Arumi harus menerima perlakuan kasar dari rekan sejawatnya, bernama Rayyan. Akibat sering bertemu, tumbuh cinta di antara mereka.
Akankah Arumi mempertahankan rumah tangganya bersama Mahesa atau malah memilih Rayyan untuk dijadikan pelabuhan terakhir?
Kisah ini menguras emosi tetapi juga mengandung kebucinan yang hakiki. Ikuti terus kisahnya di dalam cerita ini!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon senja_90, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sebuah Pesan
WARNING! HARAP BIJAK DALAM MEMBACA. 🚫18+
Gadis itu menggunakan pakaian serba minim. Kaos ketat berwarna putih dipadu dengan rok mini di atas lutut membuatnya semakin seksi. Dengan gerakan cepat, ia menarik lengan Mahesa hingga posisi keduanya saling berpelukan.
"Aku sangat merindukanmu, Mas." Ia menangkup wajah Mahesa lalu mendaratkan sebuah ciuman di bibir pria itu. Tangan gadis itu mulai bergrilya mencari sesuatu yang akan membuatnya merintih kesakitan.
Mendapatkan serangan bertubi-tubi membuat singa yang bersemayam dalam diri Mahesa bangkit. Dia membalas pagutan sang kekasih dengan buas. Menekan tengkuk kekasih gelapnya itu kemudian lidahnya menerobos masuk dan menjelajah semakin dalam.
Setelah cukup puas, Mahesa melepas pangutannya lalu mengusap bagian belakang gadis itu kemudian meremasnya seperti sedang memainkan squishy hingga tersengar suara nakal yang keluar dari mulut gadis itu. Mendengar suara seksi sang kekasih membuat pria itu semakin bersemangat menjelajah setiap inchi tubuh gadis itu.
"Apakah kamu ingin mencicipi hidangan pembuka yang ada di hadapanmu ini?" bisik gadis itu.
"Tentu saja, jika kamu mengizinkan."
Setelah itu ia segera melepaskan pakaian yang menempel di tubuhnya, lalu membawa tangan kekar Mahesa agar menyentuh bagian sensitif gadis itu. Deru napas keduanya semakin memburu, detak jantung semakin tidak beraturan.
Dengan penuh has*at, Mahesa melepaskan pakaian yang membungkus tubuhnya hingga dia dan sang kekasih sama-sama polos.
Karena sudah diselimuti kabut ga*rah, Mahesa membawa tubuh sang kekasih ke atas sofa lalu mereka melakukan penyatuan di sana.
***
Sementara itu, di tempat lain tetapi di kota yang sama, Arumi baru saja tiba di rumah sakit. Wajah wanita itu murung dengan mata sedikit sembab akibat semalaman dia menangis seorang diri di kamar.
Pagi itu, Arumi bertukar shift dengan Dokter Amelia sebab kemarin siang dia terlalu lelah untuk melangkahkan kaki menuju bangunan megah bak hotel bintang lima. Tempat yang selama tiga tahun belakangan ini menjadi tempat wanita itu mencari rezeki untuk membantu perekonomian keluarga.
"Selamat pagi, Dokter Arumi," sapa salah satu perawat yang kebetulan berpapasan dengannya.
Wanita itu memaksakan tersenyum meski hati terluka. "Selamat pagi, Sus." Kemudian dia melangkah maju masuk ke dalam ruangan.
Ruangan itu cukup luas, mampu menampung sekitar lima orang dokter sekaligus. Ruangan berukuran 5×5 m2 diperuntukan khusus bagi dokter yang bertugas. Namun, jika ada dokter yang ingin istirahat seusai melakukan tindakan operasi, pihak rumah sakit pun sudah menyediakan. Tempatnya berada tepat di belakang meja perawat.
Arumi segera meletakkan semua barang bawaan di dalam loker kemudian menguncinya. Wanita itu mengambil snelli atau yang biasa disebut jas dokter berwarna putih dari dalam lemari serta tak lupa stetoskop dia gantungkan di leher sebagai ciri khas seorang dokter.
"Dokter!" seru seseorang dari balik pintu.
Sontak suara wanita itu membuat Arumi terperanjat karena derap langkahnya nyaris tak terdengar.
"Astaga, kamu kenapa masuk ke dalam ruangan tidak mengetuk pintu dulu?" Arumi mengusap dada. Detak jantung wanita itu berdegup semakin cepat akibat suara seseorang dari balik pintu.
Wanita itu malah cengegesan. "Maaf, Dok. Saya terlalu tergesa-gesa hingga lupa mengetuk pintu."
"Lain kali biasakan untuk mengetuk pintu dulu sebelum masuk ruangan. Untung saja saya tidak memiliki riwayat penyakit jantung. Jika tidak, bisa-bisa saya berubah menjadi pasien bukan lagi Dokter yang akan mengoperasi pasien," cecar Arumi.
Lagi-lagi wanita berseragam putih itu terkekeh. "Iya deh, saya minta maaf. Lain kali tidak akan terulang lagi. Janji."
"Ya sudah, ada apa kamu ke sini? Apakah ada operasi mendadak sehingga kamu harus lari terbirit-birit masuk ke ruangan ini sampai lupa mengetuk pintu!"
Sasha, perawat berseragam putih itu melangkah masuk ke dalam. "Bukan, Dokter. Saya ke sini ingin menyampaikan pesan dari Dokter Firdaus."
Arumi mengikat rambut panjang hitam tergerai itu dengan karet lalu mengikatnya dengan model cepol ala gadis Korea hingga memperlihatkan leher jenjang putih nan mulus.
"Pesan apa?"
"Pesan agar seluruh Dokter yang bertugas pagi ini berkumpul di aula karena ada hal penting yang ingin disampaikan oleh beliau."
Arumi menautkan kedua alis, menerka-nerka hal penting apa yang akan disampaikan oleh Firdaus. Pria paruh baya itu merupakan kepala direktur rumah sakit sekaligus pemilik rumah sakit tempat wanita itu bekerja.
Muhammad Firdaus atau yang biasa dipanggil Dokter Firdaus adalah sosok pemimpin yang tegas dan berwibawa sehingga hampir seluruh karyawan rumah sakit segan kepada pria itu.
Arumi terdiam sejenak. "Mungkinkah ini berkaitan dengan pengumuman kepala bangsal baru?" gumamnya.
"Ya sudah, kamu boleh kembali bekerja. Terima kasih, Suster Sasha."
"Baik, Dokter. Kalau begitu, saya permisi dulu." Lalu Sasha menutup pintu ruangan meninggalkan Arumi yang sedang merapikan tatanan rambut serta riasan di wajah.
Bersambung
.
.
.
Jangan lupa likenya ya kak. Terima kasih. 🥰