Xin Yue, seorang wanita cantik dengan kecerdikan yang mematikan, hidup dari mencuri dan membunuh. Namun, sebuah insiden membuatnya terlempar ke dunia kuno tanpa apa-apa selain wajahnya yang menipu dan akalnya yang tajam. Ketika dia mencuri identitas seorang wanita misterius, hidupnya berubah drastis—dari buronan kekaisaran hingga menjadi bunga paling dicari di Ruoshang, tempat hiburan terkenal.
Di tengah pelariannya, dia bertemu Yan Tianhen, pangeran sekaligus jenderal dingin yang tak pernah melirik wanita. Namun, Xin Yue yang penuh tipu daya justru menarik perhatiannya.
Dipaksa berpura-pura menjadi kekasihnya, keduanya terjebak dalam hubungan yang penuh intrik, adu kecerdikan, dan momen-momen menggemaskan yang tak terduga.
Akankah Xin Yue berhasil bertahan dengan pesonanya, atau akankah hatinya sendiri menjadi korban permainan yang ia ciptakan?
Tagline: Di balik wajah cantiknya, tersembunyi rencana yang tak terduga.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Seojinni_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13 : Jejak Bayangan dan Rahasia yang Terkuak
Ruoshang kembali sibuk dengan hiruk-pikuk persiapan misi baru. Xin Yue duduk di ruang latihan sambil mengasah bilah pisaunya dengan tenang. Di sudut ruangan, Ru Jian mondar-mandir dengan ekspresi gelisah.
"Kenapa aku selalu ikut misi yang melibatkanmu?" keluh Ru Jian, tangannya melambai-lambai seperti ingin menekankan dramanya. "Aku yakin, kali ini aku benar-benar akan mati muda."
Xin Yue meliriknya dari sudut mata, bibirnya melengkung menjadi senyum kecil. "Karena aku lebih baik daripada semua orang di sini, dan kau cukup beruntung bisa bekerja denganku."
Ru Jian berhenti sejenak, menatapnya dengan tatapan tidak percaya. "Beruntung? Kau menyebut hampir mati di setiap misi sebagai keberuntungan? Aku bahkan masih trauma dengan pesta istana minggu lalu!"
"Kalau begitu, berhenti mengeluh dan fokus. Kau harus melindungi punggungku, Ru Jian," balas Xin Yue dengan nada santai, sambil menyelipkan pisaunya ke sarung. "Atau kau ingin Madam Hua menggantimu dengan seseorang yang lebih kompeten?"
Ru Jian mendesah panjang, menyerah pada argumen. "Baiklah, baiklah. Tapi kalau aku mati, aku akan menghantui mimpimu."
"Bagus," jawab Xin Yue sambil berdiri. "Setidaknya aku tidak akan bosan."
Malam itu, mereka berdua dipanggil oleh Madam Hua. Wanita itu duduk di kursinya dengan postur anggun namun penuh wibawa. Di hadapannya, sebuah kotak kecil berisi dokumen penting terbuka, isinya terlihat seperti undangan.
"Kalian akan menyusup ke pesta kelompok bawah tanah yang sedang menjadi perhatian istana," ucap Madam Hua tanpa basa-basi. "Xin Yue, kau akan menjadi penari. Ru Jian, kau akan menjadi pengawalnya. Tugas kalian adalah mencuri dokumen penting yang menyimpan rencana pemberontakan mereka."
Ru Jian mengangkat alis. "Penari? Serius? Apa tidak ada peran lain untuknya? Dia lebih cocok jadi petarung, Madam."
Madam Hua menatapnya tajam. "Justru karena itu. Xin Yue akan menarik perhatian mereka, sementara kau memastikan dia tidak terbunuh."
Xin Yue menyeringai, melirik Ru Jian. "Jangan khawatir, aku akan membuatmu terlihat penting, Ru Jian."
Ru Jian menghela napas, merasa bahwa misi ini akan menjadi ujian kesabarannya. "Aku punya firasat buruk tentang ini."
"Bagus," balas Madam Hua dengan nada dingin. "Itu artinya kau siap."
Pesta Kelompok Bawah Tanah
Ruangan itu penuh dengan cahaya lentera merah dan suara musik yang menggema. Para tamu, sebagian besar pria berwajah garang, duduk mengelilingi panggung kecil di tengah ruangan. Xin Yue melangkah ke tengah panggung dengan langkah anggun, mengenakan pakaian penari yang memukau, dengan selendang sutra melambai di tangannya. Di sudut ruangan, Ru Jian berdiri dengan ekspresi tegang, matanya terus mengawasi setiap gerakan di sekitar mereka.
Namun, perhatian Xin Yue teralihkan ketika dia melihat sosok yang tidak asing di kerumunan—Yan Tianheng. Dia duduk di salah satu meja, mengenakan pakaian biasa untuk menyamar, tetapi aura dinginnya tetap mencolok. Di sebelahnya, Li Jun terlihat santai, meskipun matanya waspada.
Xin Yue berusaha menjaga ekspresinya tetap tenang, meskipun hatinya sedikit berdebar. Kenapa dia di sini? pikirnya.
Di sisi lain, Yan Tianheng memandang panggung dengan tatapan tajam. Matanya langsung menangkap sosok Xin Yue yang menari di tengah perhatian banyak pria. Rahangnya mengeras, dan tangannya mengepal di bawah meja.
"Hei, apa itu gadis yang sama?" bisik Li Jun dengan nada menggoda. "Dia terlihat... berbeda."
"Diam," balas Yan Tianheng dingin, tapi matanya tidak pernah lepas dari Xin Yue. Ketika salah satu pria di dekat panggung bersiul keras dan mencoba mendekati Xin Yue, Yan Tianheng langsung berdiri.
"Hei, tenang," kata Li Jun, mencoba menahan sahabatnya. "Kau sedang menyamar, ingat?"
Yan Tianheng tidak menjawab, tetapi sorot matanya cukup untuk membuat Li Jun tahu bahwa dia tidak akan tinggal diam jika sesuatu terjadi pada Xin Yue.
Di belakang panggung, setelah pertunjukan selesai, Xin Yue dan Ru Jian mulai bergerak mencari dokumen yang dimaksud. Mereka menyelinap ke ruangan pribadi di lantai atas, di mana dokumen itu disimpan. Namun, sebelum mereka berhasil melarikan diri, alarm berbunyi.
"Kita ketahuan!" seru Ru Jian, menarik pedangnya. "Aku tahu ini akan terjadi!"
Xin Yue hanya tersenyum kecil, menarik pisaunya. "Berhenti panik. Kita masih bisa keluar."
Namun, sebelum mereka sempat bergerak lebih jauh, pintu ruangan terbuka dengan keras. Yan Tianheng dan Li Jun berdiri di sana, dengan ekspresi tidak senang.
"Kalian berdua?" tanya Ru Jian dengan nada terkejut. "Apa yang kalian lakukan di sini?"
"Kami bisa bertanya hal yang sama," balas Li Jun, melirik dokumen di tangan Xin Yue. "Apa kalian pencuri sekarang?"
"Ini bukan urusan kalian," balas Xin Yue sambil memasukkan dokumen itu ke sakunya. "Kami punya misi sendiri."
Yan Tianheng melangkah maju, menatap Xin Yue dengan tajam. "Dan misi itu membuatmu menari untuk orang-orang rendahan tadi?"
"Kenapa? Kau cemburu?" balas Xin Yue dengan senyum tipis.
Li Jun menahan tawa, sementara Yan Tianheng hanya menghela napas, mencoba menahan emosinya. "Kita tidak punya waktu untuk ini. Tempat ini sudah dikepung. Kalau kalian ingin hidup, ikuti kami."
Pelarian Dramatis
Kelompok mereka berempat harus bekerja sama untuk melarikan diri dari markas tersebut. Dalam perjalanan, mereka menghadapi beberapa penjaga yang bersenjata lengkap. Xin Yue dan Yan Tianheng bertarung bahu-membahu, menunjukkan kekompakan yang luar biasa meskipun sering kali diselingi oleh argumen kecil.
"Kau terlalu nekat!" seru Yan Tianheng ketika Xin Yue melompat ke arah tiga penjaga sekaligus.
"Dan kau terlalu banyak bicara!" balas Xin Yue sambil menjatuhkan salah satu penjaga dengan tendangan keras.
Ru Jian dan Li Jun, yang berada di belakang mereka, hanya bisa saling melirik. "Mereka benar-benar seperti pasangan yang sudah menikah," gumam Li Jun.
"Jangan mulai," balas Ru Jian sambil mengayunkan pedangnya ke arah penjaga lain.
Penutup
Setelah berhasil melarikan diri, mereka akhirnya tiba di tempat aman. Yan Tianheng menatap Xin Yue dengan serius. "Lain kali, berhati-hatilah. Kau mungkin kuat, tapi kau bukan tak terkalahkan."
Xin Yue hanya tersenyum tipis. "Aku akan baik-baik saja. Kau yang harus berhati-hati. Aku tidak selalu bisa menyelamatkanmu."
Yan Tianheng terdiam, tetapi ada kilatan emosi di matanya yang sulit diartikan. Di belakang mereka, Li Jun menepuk bahu Ru Jian. "Aku tidak tahu bagaimana kau bertahan dengannya. Gadis itu benar-benar luar biasa."
Ru Jian hanya menghela napas panjang. "Aku tidak punya pilihan."
Di sebuah ruangan remang-remang di sisi lain kota, seorang pria duduk di balik meja besar yang dipenuhi gulungan peta dan dokumen. Wajahnya tersembunyi di balik bayangan lilin yang berkedip-kedip, tapi matanya tajam seperti elang, menatap sebuah laporan yang baru saja diberikan oleh salah satu anak buahnya.
"Jadi, mereka berhasil menyusup," gumam pria itu, suaranya rendah namun penuh wibawa.
Seorang pria lain berdiri di depannya, membungkuk hormat. "Ya, Tuan. Mereka mengambil beberapa barang berharga dan dokumen dari pesta tadi malam. Tapi yang menarik, mereka tidak hanya mencuri. Salah satu dari mereka tampaknya mencari sesuatu yang spesifik."
Pria di balik meja tersenyum tipis, senyum yang lebih menyerupai ancaman daripada kebahagiaan. "Tentu saja. Itu gaya Madam Hua. Dia tidak akan mengirimkan orang-orangnya hanya untuk barang berharga. Dia ingin informasi."
"Tuan, apakah Anda ingin kami mengambil tindakan terhadap mereka?" tanya pria yang berdiri itu, ragu-ragu.
Pria di balik meja mengangkat tangan, menghentikan pertanyaan itu. "Belum. Aku ingin tahu seberapa jauh Madam Hua berani melangkah. Lagipula, ini bukan pertama kalinya dia mencoba mencampuri urusanku."
Dia berdiri, bayangannya menjulang tinggi di dinding. "Kirim pesan padanya. Katakan bahwa aku tahu apa yang dia lakukan, dan jika dia terus bermain-main denganku, aku tidak akan segan-segan menghancurkan Ruoshang."
Pria yang berdiri itu mengangguk cepat dan segera pergi, meninggalkan pria itu sendirian di ruangan. Dia mengambil sebuah cincin kecil dari sakunya, memutar-mutar benda itu di antara jari-jarinya. Cincin itu berukir simbol yang sama dengan lambang Ruoshang.
"Madam Hua," gumamnya pelan, hampir seperti bisikan. "Permainanmu semakin menarik, tapi kau lupa satu hal. Aku selalu selangkah lebih maju darimu."
Dia menyeringai, lalu berjalan keluar ruangan, membiarkan lilin-lilin di meja padam satu per satu.