Permainan anak kecil yang berujung menjadi malapetaka bagi semua murid kelas 12 Ips 4 SMA Negeri Bhina Bhakti.
Seiring laporan dari beberapa orang tua murid mengenai anaknya yang sudah berhari-hari tidak pulang ke rumah. Polisi dan tim forensik langsung bergegas untuk mencari tahu, tidak ada jejak sama sekali mengenai menghilangnya para murid kelas 12 yang berjumlah 32 siswa itu.
Hingga dua minggu setelah laporan menghilangnya mereka tersebar, tim investigasi mendapat clue mengenai menghilangnya para siswa itu.
"Sstt... jangan katakan tidak jika kamu ingin hidup, dan ikuti saja perintah Simon."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon cakefavo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
- [Prolog] Biarawati
Tahun 1990...
"Bakar!"
Teriakan para warga yang mengamuk dan membakar sebuah biara yang berdiri kokoh di kampung halaman mereka. Sebuah berita mengejutkan mengenai teror mistis dan penyebab dari meninggalnya para warga di setiap hari jum'at adalah karena menjadi tumbal seseorang yang membuat perjanjian dengan iblis.
Seorang biarawati muda dan cantik bernama Anna terlihat terduduk lemas di atas tanah, menyaksikan tempat pengabdiannya terlahap oleh api yang setiap detiknya semakin membesar.
Tubuhnya bak tengkorak hidup, wajahnya pucat dan kedua tangannya bergetar hebat. Dia sudah mencari banyak cara untuk menyembuhkan penyakit ganas yang hinggap di dalam tubuhnya akibat sebuah perjanjian yang ia lakukan dengan iblis dan karena dia melanggar janjinya itu membuat dirinya terkena penyakit ganas.
"Bakar tubuhnya!" seorang warga mendekati Anna dan langsung menyeret tubuhnya, warga itu kemudian melemparkan tubuh Anna ke tumpukan kayu, tubuhnya di siram oleh minyak tanah, lalu tak lama kemudian salah satu warga melemparkan obor kepadanya sehingga menciptakan api yang perlahan melahapi tubuh Anna.
Anna berteriak kesakitan, ia meminta tolong kepada para warga yang hanya diam melihatnya perlahan-lahan terbakar oleh api, seolah-olah para warga sudah di butakan oleh kemarahan mereka karena kelakuan yang di perbuat oleh Anna sendiri.
"Simon says, pegang hidung kalian!"
Haikal, Nijan, Jejen, Mason dan juga San segera memegang hidung mereka masing-masing, tetapi Eric malah memegang mulutnya sendiri.
Yaksa tertawa dan segera menepuk pundak Eric, memberi isyarat kepadanya untuk berlutut di lantai, dengan kesal laki-laki itu pun menurut.
Yaksa memberi isyarat kepada yang lainnya, mereka yang mengerti langsung memberi pukulan main-main kepada Eric, membuatnya mengerang kesakitan.
"Sialan kalian!" teriaknya.
"Berisik!" tegur Natasha sambil melemparkan gulungan kertas ke arah Haikal, ia pun langsung menghampiri kedua teman-temannya yang sedang berkumpul di meja Michael.
Hannah menendang meja Michael, membuat gadis itu mendongak kepadanya.
"Ikut gue," ucap Hannah yang langsung pergi keluar kelas.
Michael melihat sekeliling, ia pun menghela nafas dan segera menutup buku novel yang sedang di bacanya lalu pergi mengikuti Hannah dan kedua temannya.
Disisi lain, Rean dan kedua temannya berjalan menuju halaman belakang sekolah. Dengan perpaduan kaos hitam dan kemeja seragam sekolah yang tidak di kancingkan, Rean dan kedua temannya menghampiri salah satu teman sekelasnya yang bernama Vino sambil membawa sebuah tongkat bisbol yang tersampir di pundak kanannya, tanpa berbasa-basi ia langsung melayangkan sebuah pukulan tepat di lengan kiri Vino.
"Anjing, lu yang mata-matain gue sama temen-temen gue, kan?" tanyanya, ia pun membuang ludahnya kearah Vino.
"Apa manfaatnya lu gabung sama anak sebelah? sekalian aja lu pindah kesono!" cibir Reygan sinis.
Yahezkael tertawa sambil merekam vidio Vino yang sedang kesakitan itu, mereka merasa puas dengan rasa sakit yang di alami oleh laki-laki itu.
Saat Rean hendak memukul Vino lagi, tongkat bisbolnya mematung di udara saat dia mendengar suara seseorang, refleks dia pun melihat ke arah sumber suara.
"Cepet anying, pukul!" kata Reygan.
Rean kembali menatapnya, ia menghela nafas dan melemparkan tongkatnya kepada Reygan, meminta laki-laki itu untuk mengambil alih.
"Mau kemana?" tanya Yahezkael.
Rean tidak menjawab, dia kemudian pergi menjauhi tempat tersebut yang membuat kedua teman-temannya kebingungan.
"Bodo, rekam terus El." kata Reygan yang sudah bersiap-siap untuk kembali memukul Vino, Yahezkael pun kembali merekamnya sambil menahan tawa.
Hannah, Livy dan juga Natasha memojokkan Michael ke pohon yang cukup lebar, saat ini mereka berada di halaman belakang sekolah. Hannah segera mendekati Michael yang sedang menatapnya dengan tajam.
"Apa? mau ngadu ke sahabat kecil lu?" tanya Hannah sambil mendorong kepala Michael kebelakang.
"Denzzel gue di bully sama geng Hannah, gue takut, bantuin gue." ucap Livy meledek yang kemudian tertawa terbahak-bahak.
"Michael... Michael, lu itu cuman bergantung sama Denzzel, dia juga pasti risih sama lu," kata Hannah.
Hannah kemudian menjambak rambut Michael dan menariknya ke samping, membuat gadis itu meringis kesakitan.
"Apa jangan-jangan bokap lu selingkuh karena dia juga muak sama lu?"
Perkataan Hannah seketika membuat Michael mengerutkan keningnya, ia pun menatap Hannah dengan tanda tanya.
"Ah kayaknya dia belum tau," ledek Natasha sambil menatap kedua temannya.
"Michael, emangnya lu gak pernah ngeliat sahabat lu di anterin sama bokap lu?" tanya Livy sambil melipatkan tangannya di depan dada.
"Kayaknya nggak deh, setiap si Hanni mau pulang atau masuk sekolah, dia selalu di anterin sama bokap lu dan nyokapnya dia," timpal Natasha sambil terkekeh geli.
"Hey kalian gak boleh gitu, liat... karena kalian dia jadi hampir nangis." ucap Hannah sambil melepaskan rambut Michael dan mundur beberapa langkah.
"Tck, tck... cuman kalian yang ngurusin hidup orang lain, salut gue."
Mereka segera berbalik dan menatap ke arah Rean yang sedang bersandar di dinding sambil melipat tangannya dan tatapannya tajam seperti elang.
"Sejak kapan lu ada disana?" tanya Hannah sambil mengerutkan keningnya.
"Harusnya gue yang nanya, ngapain kalian ada disini? ini wilayah gue." tanya balik Rean sambil mendorong dirinya dari dinding dan kemudian melangkah mendekati mereka, tatapannya begitu mengintimidasi.
Kini kedua tangannya di masukan kedalam saku celananya, rasa panas yang mengalir dalam dirinya dapat dirasakan oleh mereka berempat, Michael memperhatikannya yang semakin dekat.
"Pergi," katanya yang tidak memberi ruang untuk negosiasi sama sekali, Hannah berdecak sebal, ia pun segera pergi meninggalkan tempat tersebut, di susul oleh kedua temannya.
Rean terus memperhatikan Michael setelah ketiga gadis itu pergi meninggalkan mereka berdua sendirian di sana.
"Poor princess, gue kasihan banget sama lu, selemah itu lu sampe gak bisa ngelawan mereka bertiga?" tanya Rean penuh sarkastik, ia semakin melangkah mendekatinya.
"Bukan urusan lu, mau gimana pun, makasih."
Rean mengangkat kedua alisnya, geli dengan ucapan terima kasih Michael yang terdengar enggan, untuk sesaat ia hanya terdiam sambil berusaha menahan tawa.
"Ikut gue, udah mau masuk kelas."
Michael mengangguk dan segera mengikuti langkah Rean dari belakang, entah ia harus berterima kasih seperti apa lagi kepada laki-laki itu karena selalu menyelamatkannya satiap ia hendak di rundung oleh Hannah dan teman-temannya.
Di kantin, Denzzel dan juga Chaiden sedang duduk bersama untuk menikmati makan siang mereka. Denzzel memeriksa ponsel genggamnya saat pesan grup kelas masuk, terlihat Kanin yang menyuruh mereka untuk berganti pakaian dan segera pergi ke lapangan untuk memasuki jam pelajaran olahraga.
Chaiden yang membaca buku pelajarannya pun mendongak saat melihat salah satu teman sekelasnya memasuki kantin, dia melihat sekeliling kantin yang terlihat sepi.
"Tumben sepi?" tanya Samuel.
"Gak tau, makanya gue makan bekel dari rumah, kantin gak ada yang nge jaga."
Samuel mengangguk dan kemudian memasuki salah satu warung untuk ikut memasak air panas, setelah menyalakan api, ia pun mengambil ponselnya saat benda tersebut berdering.
Samuel mengerutkan keningnya saat melihat pesan masuk dari nomor tidak di kenal, pesan tersebut berisi 'Simon says, pukul salah satu teman sekelasmu' dia hanya terkekeh dan kembali memasuki ponselnya ke dalam saku celana.
"Yaksa sama yang lainnya lagi main game Simon says kan? dia punya nomor baru atau gimana?" tanya Samuel sambil melirik kearah Chaiden dan juga Denzzel.
"Maksud lu?" tanya Denzzel.
"Dia ngirim gue pesan buat nyuruh gue pukul salah satu temen sekelas kita," jawabnya sambil terkekeh geli.
"Gue dari jamkos juga udah ada disini, tapi gue kurang tau masalah Yaksa punya nomor baru atau nggak."
Samuel mengangkat kedua pundaknya lalu kembali fokus ke arah air yang sudah sedikit mendidih itu, beberapa menit kemudian ia pun mematikan apinya.
Saat hendak ingin mengangkat panci alumunium yang berukuran besar itu, tiba-tiba saja kepalanya terasa sakit, ia pun mengerang keras yang membuat Denzzel dan juga Chaiden bangkit dari tempat duduknya dan segera menghampirinya.
"Sam, lu kenapa?" tanya Denzzel.
Samuel semakin mengerang keras, bahkan ia menarik rambutnya sendiri dengan begitu kuat sehingga beberapa helai rambutnya tertarik.
Untuk sesaat, Samuel berhenti mengerang dan terdiam mematung. Denzzel kembali mengguncang tubuhnya, Chaiden mengerutkan kening saat melihat perubahaan sikap Samuel yang tiba-tiba itu.
Samuel mengangkat kepalanya, membuat Denzzel dan juga Chaiden mundur beberapa langkah saat melihat kedua matanya yang memutih, mereka berdua mengerutkan kening dan bertanya-tanya ada apa dengan Samuel.
"Samuel, lu denger gue? lu baik-baik aja?" tanya Denzzel lagi.
Tanpa mengatakan sepatah katapun, Samuel mengangkat panci alumunium dan menumpahkan air panas itu ke sekujur tubuhnya, Denzzel dan Chaiden melebarkan matanya dan mundur beberapa langkah, mereka begitu terkejut dengan apa yang di lakukan oleh Samuel.
"Lu gila?!" teriak Denzzel.
Tidak hanya di situ saja, Samuel meraih pisau dapur dan segera menusukkan benda itu ke perutnya sendiri beberapa kali.
"SAMUEL!"
Denzzel dan Chaiden bernapas dengan begitu cepat saat melihat tubuh Samuel yang mengeluarkan darah, kulitnya melepuh dan memerah karena air panas yang di tuangnya sendiri, hingga beberapa detik kemudian terdengar suara mikrofon yang begitu nyaring, disusul oleh suara perempuan yang tidak mereka kenali.
"Samuel di eksekusi karena tidak mengikuti perintah Simon."