NovelToon NovelToon
Suami Kontrak Miss Perfeksionist

Suami Kontrak Miss Perfeksionist

Status: sedang berlangsung
Genre:Cinta setelah menikah / Nikah Kontrak / Pernikahan Kilat / Diam-Diam Cinta / Cinta Seiring Waktu / Identitas Tersembunyi
Popularitas:3.2k
Nilai: 5
Nama Author: Fafafe 3

"Menikahlah denganku, maka akan kutanggung semua kebutuhanmu!"

Karina Anastasya harus terjebak dengan keputusan pengacara keluarganya, gadis sebatang kara itu adalah pewaris tunggal aset keluarga yang sudah diamanatkan untuknya.
Karina harus menikah terlebih dahulu sebagai syarat agar semua warisannya jatuh kepadanya. Hingga pada suatu malam ia bertemu dengan Raditya Pandu, seorang Bartender sebuah club yang akan mengubah hidupnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fafafe 3, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bar

Di sudut remang-remang sebuah klub malam yang dipenuhi gemerlap lampu dan suara musik yang menggema, seorang gadis berusia 24 tahun duduk di bar, dengan tatapan kosong menatap gelas di depannya. Dia terlihat seperti siapa pun yang datang ke tempat ini, berpakaian menarik, rambutnya tergerai dengan sempurna, dan riasan yang memancarkan kesan percaya diri. Namun, jauh di dalam pikirannya, tidak ada apa pun yang terlihat berkilau.

Dia mengaduk minumannya perlahan, tenggelam dalam pikirannya yang penuh dengan kebingungan dan kecemasan. Dalam beberapa bulan terakhir, hidupnya berubah drastis setelah orang tuanya meninggal. Mereka meninggalkan harta yang besar, tapi ada satu masalah, syarat di dalam wasiat itu yang mengharuskannya menikah jika ingin mendapatkan hak waris. 

Pernikahan bukan sesuatu yang pernah ia pertimbangkan dengan serius, apalagi dalam kondisi sekarang, di mana dia merasa sendirian dan terlantar.

Tepat saat musik berhenti sejenak untuk pergantian DJ, suara di kepalanya semakin nyaring, mempertanyakan apakah mungkin ada jalan keluar dari situasi ini. Pikirannya terus-menerus mencari solusi, sampai akhirnya terlintas satu ide gila, menyewa seorang laki-laki untuk berpura-pura menjadi suaminya. Hanya dengan itu, dia bisa memenuhi syarat dalam wasiat dan mendapatkan kembali kendali atas kehidupannya.

Namun, ide tersebut tidak semudah yang dibayangkannya. Bagaimana dia bisa menemukan seseorang yang tepat? Seseorang yang dapat dipercaya tetapi tidak akan terlalu terikat? Apakah pria seperti itu ada di tempat seperti ini? Ia meneguk minumannya lagi, mencoba mengabaikan keraguan yang semakin membesar.

Tatapannya berkelana ke sekeliling klub, mencari sosok yang mungkin bisa menjadi jawaban. Di antara kerumunan pria yang bersenang-senang tanpa beban, dia tahu dia harus membuat keputusan. 

Dengan perasaan berat, dia menarik napas panjang, mengumpulkan keberanian untuk melangkah lebih jauh ke dalam rencananya yang penuh risiko. Sebuah keputusan yang akan mengubah segalanya, tetapi mungkin itu satu-satunya cara agar dia bisa kembali memiliki hidupnya dan harta keluarganya.

Di sudut belakang bar yang gelap, bartender muda itu berdiri tegang, matanya terarah pada lantai sementara suara musik dari klub terasa jauh di latar belakang. Di depannya, pemilik bar, seorang pria paruh baya dengan wajah marah dan nada suara tajam, melayangkan pandangan tajam.

"Kamu bercanda, kan?" Pemilik bar melipat tangannya di dada, suaranya meninggi. "Kamu benar-benar menuangkan anggur mahal itu untuk tamu yang hanya pesan bir biasa?"

Bartender itu menelan ludah, gugup. "Maaf, Pak. Saya sedang buru-buru. Ada banyak pesanan datang sekaligus dan saya ...."

"Jangan kasih aku alasan!" potong pemilik bar dengan suara keras, membuat bartender itu sedikit mundur. "Kamu tahu seberapa mahal satu botol anggur itu? Kamu paham nggak, berapa besar kerugian yang kamu buat malam ini?"

Bartender itu meremas lap yang dipegangnya, tangannya gemetar sedikit. "Saya benar-benar minta maaf. Saya akan ganti ...,"

"Kamu? Ganti? Dengan gaji kamu yang segitu-segitu aja? Kamu pikir kamu bisa?!" Pemilik bar tertawa sinis, tapi tidak ada sedikit pun humor dalam suaranya. 

"Kesalahan seperti ini nggak bisa dibiarkan begitu aja. Ini bisa bikin reputasi tempat ini rusak! Tamu itu bisa komplain, tahu nggak?"

"Saya nggak sengaja, Pak," gumam bartender itu, mencoba meredakan suasana. "Saya hanya..."

"Kamu selalu nggak sengaja!" bentak pemilik bar, wajahnya merah padam. 

"Ini bukan pertama kalinya kamu bikin kesalahan. Kamu pikir ini tempat apa? Tempat main? Kamu kerja di sini, bukan jadi beban! Kalau kamu nggak bisa profesional, pintu keluar ada di sana!" Pemilik bar menunjuk kasar ke arah pintu belakang.

Bartender itu menunduk, malu sekaligus marah pada dirinya sendiri. "Saya benar-benar minta maaf. Ini nggak akan terulang lagi."

Pemilik bar memandangi bartender itu dengan tatapan tak percaya, lalu menghela napas keras. "Kamu harus lebih teliti, kalau nggak, kamu bisa cari kerja di tempat lain. Ini peringatan terakhir, paham?"

Bartender itu mengangguk lemah. "Paham, Pak."

Pemilik bar menggelengkan kepala, matanya masih penuh amarah, sebelum akhirnya berjalan pergi, meninggalkan bartender itu berdiri sendirian, memikirkan kesalahannya dan beban berat yang menimpanya malam itu.

Karin terus memantau situasi dari sudut bar, mengamati bagaimana seorang bartender tampak sedang terlibat dalam percakapan tegang dengan salah satu manajer klub. Pria itu, dengan wajah sedikit lelah dan raut serius, sesekali melirik ke sekeliling, seakan ingin melarikan diri dari masalah yang menimpanya. Entah apa yang sedang terjadi, tetapi jelas ada tekanan besar yang ia hadapi.

Karin memperhatikan setiap gerakannya dengan teliti. Tatapannya tertuju pada cara pria itu mengusap tengkuknya dengan gugup, bagaimana dia menahan frustrasi, dan bagaimana sesekali senyum palsu terulas di wajahnya saat melayani pelanggan. Bartender itu terlihat terjebak dalam sesuatu, mungkin masalah keuangan atau pekerjaan yang semakin sulit.

Tanpa sadar, ide yang tidak terduga mulai tumbuh di benak Karin. Matanya menyipit, dan pikirannya berputar cepat. Bagaimana jika pria ini adalah jawabannya? Seorang yang mungkin sedang putus asa, yang mungkin akan mempertimbangkan tawaran tak biasa, asal dengan imbalan yang cukup. Tidak ada yang tahu latar belakangnya, tidak ada yang perlu tahu. Dia hanya perlu memainkan peran selama beberapa waktu.

Karin tersenyum tipis, seulas senyum penuh arti. Mungkin takdir sedang menunjukkan jalan yang tak terduga. Dia mendekatkan diri ke bar, mengatur langkahnya dengan percaya diri, seolah-olah apa yang akan ia lakukan adalah bagian dari rencana yang matang. Tatapannya tidak pernah lepas dari bartender itu, yang masih tampak cemas dan terganggu.

Ketika akhirnya Karin tiba di depan bar, pria itu berbalik, dan mata mereka bertemu. Di balik senyum manisnya, tersimpan sebuah rencana. Ini adalah awal dari negosiasi yang akan membawanya lebih dekat pada apa yang ia inginkan, seorang suami bayaran, dan warisan yang seharusnya menjadi miliknya.

Karin mendekati bar dengan langkah tenang, tapi penuh keyakinan. Bartender itu, masih dengan wajah tegang, tidak menyadari kehadirannya pada awalnya. Namun, ketika dia mendongak, mata mereka bertemu. Karin mengangkat alisnya sedikit, tersenyum dengan cara yang tidak biasa dilakukan pelanggan di klub malam. Senyumnya tidak menawarkan kegembiraan biasa, tetapi sesuatu yang lebih misterius.

"Minum apa, Miss?" tanya bartender itu, suaranya agak serak, mencerminkan kelelahan yang ia coba sembunyikan.

Karin menatap gelas kosong di depannya, kemudian kembali menatap pria itu. "Sebenarnya, aku di sini bukan untuk minuman," jawabnya lembut, tapi penuh arti.

Bartender itu mengerutkan kening, kebingungan. "Oh? Kalau begitu, apa yang bisa saya bantu?"

Karin menyandarkan tubuhnya sedikit lebih dekat, memastikan suaranya hanya didengar oleh pria itu. "Aku melihatmu tadi. Terlihat seperti kamu sedang punya masalah." Ia memperhatikan reaksinya, memastikan untuk tidak langsung menakut-nakuti.

Pria itu menarik napas dalam dan mengalihkan pandangannya sesaat, ragu apakah dia seharusnya menjawab. "Hanya ... urusan pekerjaan. Tidak perlu dipikirkan. Apa pun itu, aku bisa urus sendiri."

Karin tersenyum kecil. "Kita semua punya masalah. Tapi aku mungkin bisa membantumu, kalau kamu bersedia mendengarkan tawaranku."

Bartender itu terdiam, alisnya semakin berkerut. "Tawaran?" gumamnya, terdengar skeptis. "Tawaran apa?"

Karin melirik ke sekeliling, memastikan tidak ada yang terlalu dekat mendengarkan. Ia menurunkan suaranya, berbicara pelan dan jelas. 

"Aku butuh seseorang ... seseorang yang bisa berpura-pura menjadi suamiku untuk sementara waktu."

Bartender itu terdiam, jelas terkejut dengan permintaan yang tak terduga itu. "Suami?" Dia tertawa kering, berpikir ini pasti lelucon. "Kamu serius?"

Karin mengangguk pelan, ekspresinya tidak berubah. "Sangat serius. Ini bukan soal cinta atau hubungan. Ini murni bisnis. Aku hanya butuh seseorang yang bisa memainkan peran itu. Dan kau ... sepertinya sedang membutuhkan uang."

Pria itu mendengar kata ‘uang’, dan tiba-tiba sikapnya berubah lebih waspada. "Dan ... apa yang kau tawarkan? Maksudku, ini bukan permintaan biasa."

Karin tersenyum tipis. "Aku tahu. Tapi aku bisa membayarmu dengan cukup untuk menyelesaikan masalahmu. Cukup untuk membuatmu berhenti bekerja di sini jika itu yang kau inginkan." Ia memberi jeda, membiarkan tawarannya menggantung di udara.

Bartender itu menatapnya, mencoba menilai apakah ini lelucon atau kesempatan emas. "Berapa banyak uang yang kita bicarakan di sini?"

Karin mendekatkan wajahnya sedikit, menatapnya dalam-dalam. "Lebih dari cukup untuk memperbaiki hidupmu. Berapa pun masalahmu sekarang, aku bisa menutupi itu. Kau hanya perlu setuju."

Bartender itu terdiam sejenak, menimbang-nimbang dalam pikirannya. Situasinya memang buruk, dan tawaran ini terdengar seperti solusi cepat. Namun, rasa skeptisnya masih ada.

 

"Kedengarannya gila ... tapi aku penasaran. Apa yang kau dapatkan dari semua ini?"

Karin tersenyum lebar, puas bahwa dia berhasil membuatnya tertarik. "Aku mendapatkan hak waris orang tuaku. Jadi, kita berdua sama-sama untung."

Pria itu terdiam lebih lama, berpikir keras. Di satu sisi, tawaran ini tidak masuk akal. Namun di sisi lain, ini mungkin jalan keluar yang ia butuhkan. Setelah beberapa saat, dia mengangguk pelan.

"Oke," katanya akhirnya. "Aku tertarik mendengar lebih banyak."

Karin menyunggingkan senyum puas. "Bagus. Kita bicarakan ini lebih detail nanti. Ini bisa menjadi kesepakatan yang menguntungkan kita berdua."

1
Gus Surani26
seru nih
Gus Surani26
wahhh, kira2 gmn ya cara mereka melakukan nya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!