Mencintai atau dicintai?
Tapi kenyataannya memang tidak seindah dalam khayalan.
Antara mementingkan perasaan atau ego yang didahulukan.
Tapi cinta memang tidak pernah salah. Karena cinta bisa hadir di hati siapapun , kapanpun , dan di manapun.
Entah itu di sengaja atau tidak disengaja , cinta akan bersemi walaupun terpaksa.
Tapi , bagaimana dengan cinta yang terpendam?
Ego yang tinggi itu apakah bisa terhempas oleh kekuatan cinta?
Let's go , follow my story...
Dan kamu akan tau , betapa rumitnya kisahku.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ErvhySuci, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Eps 001
"Astaga ! Jam berapa ini? Ya ampun kok udah jam 6!" ucap gadis itu dengan rambut berantakan khas bangun tidur.
"Ra , lo ngapain ? Kaget gue!" ucap Viona yang turut kebangun karena mendengar suara teriakan sahabatnya itu.
"Lo juga baru bangun ? Gue kesiangan bangun Vio , padahal gue ada kerjaan." ucap Aera sambil meraih ponselnya di meja sebelah tempat tidur.
"Ini hari Minggu Ra , lo ada kerjaan apa emang ? " ucap Viona dengan heran sambil menatap wajah sahabat itu yang tampak panik.
"Ada kerjaan , gue ada tugas ketemu klien." ucap Aera sambil menjedai rambut panjangnya.
"Hari libur gini tetep aja kerja! Bos lo emang keterlaluan Ra , gak bisa apa lihat anak buahnya istirahat ." ucap Viona yang kemudian kembali menarik selimut menutupi tubuhnya yang masih kedinginan.
"Ya gimana lagi Vi , gue harus kerja sesuai sama posisi gue. Mau protes yang ada gue dipecat dong nanti. Udah ah gue harus serba cepat nih!" ucap Aera yang kemudian berlari keluar dari kamar sahabatnya yang kini melanjutkan tidur.
Semalam kedua gadis cantik itu menghabiskan malam dengan menonton drama Korea terbaru. Alhasil , Aera sampai ketiduran dan malas untuk berpindah. Akhirnya ia tertidur di kamar Viona.
Aera dan Viona menempati rumah yang tidak begitu besar , namun rumah kontrakan yang berisi dua kamar tidur itu cukup luas untuk di huni dua perempuan yang kesehariannya disibukkan oleh pekerjaan itu.
Gadis biasa yang merantau ke kota untuk bekerja. Itu tujuan mereka. Mereka memang sahabatan sejak masa kuliah. Meskipun mereka tidak bekerja ditempat yang sama , namun mereka memilih tinggal ngontrak bersama agar tetap sama-sama dan tidak tinggal sendirian.
"Udah siap , gak ada yang ketinggalan kan? Gak ada deh kayaknya , untung aja semalam udah gue siapin semua berkasnya. Coba kalo enggak , bisa lebih berantakan pagi ini." ucap Aera sambil memasukkan beberapa map dan laptopnya kedalam tas.
"Kok udah jam setengah 7 sih , kenapa cepat banget! Gue harus cepat mandi ini." ucap Aera yang kemudian bersiap untuk mandi.
15 menit tak terasa ia habiskan di dalam kamar mandi. Aera memakai pakaian simpel aja kali ini. Walaupun tujuannya untuk bekerja , tapi kenyataannya ini memang hari libur yang tidak mengharuskannya berpakaian kantor.
Rok hitam selutut dengan atasan blouse abu-abu lengan sesiku itu terlihat senada. Rambut ia biarkan saja tergerai karena biasanya ia selalu mengucirnya . Tapi kali ini , ia buru-buru sekali sampai tidak ada waktu untuk mengikatnya.
Wajah pun juga hanya terpoles make up tipis , tapi memang sudah seperti biasanya ia tidak pernah memakai make up tebal.
Semua sudah beres. Pukul tujuh tepat. Aera keluar dari kamar menenteng tas serta memegang ponselnya. Ia meletakkan barang bawaannya di sofa ruang tamu. Ia pun bergegas ke dapur untuk sarapan.
Sarapan seadanya yang Aera temui kini ada sereal di dalam kulkas. Ia memang suka menyetok sereal dan susu sebagai jalan ninja nya disaat terburu-buru. Karena tidak membutuhkan waktu lama , sarapan pun sudah siap ia santap.
Tak lama , Aera mendengar suara mobil terhenti didepan rumah. Lalu klakson berbunyi dua kali. Aera mengerutkan kedua alisnya heran , siapa pagi-pagi begini datang kerumahnya?
Aera menghabiskan sereal nya yang hanya tinggal dua suap lagi. Ia tidak buru-buru membuka pintu untuk melihat siapa yang datang. Biarlah nanti jika memang bertamu kerumahnya , pasti akan mengetuk pintu. Karena bisa saja mobil itu hanya penghuni depan rumah .
Selesai mencuci mangkok , Aera menekan tombol dispenser nya untuk mengambil minum. Ia minum beberapa teguk sampai sesuatu yang mengagetkannya terjadi.
Klakson mobil berbunyi lagi tiga kali. Sontak saja hal itu membuat Aera bertanya-tanya. Ia pun bergegas menuju pintu.
Aera terkejut kala membuka pintu rumahnya , dia melihat bosnya baru membuka pintu mobil. Dilihatnya bosnya itu keluar dari dalam mobil.
Aera melihat jam di tangannya , pukul tujuh lebih lima belas menit.
Aera dengan setengah berlari menghampiri bosnya didepan mobil.
"Selamat pagi pak." ucap Aera dengan sopan.
"Pagi. Kenapa lama sekali baru keluar ? " ucap lelaki itu.
"Maaf pak , saya nggak tau kalau bapak kesini. Saya kira mobil nya orang depan rumah pak tadi. Lagian bapak kenapa kesini? " ucap Aera dengan heran.
"Jemput kamu lah! Kamu pikir saya ngapain datang kesini ?" ucap bosnya yang membuat Aera semakin heran saja.
"Kan bapak tinggal tunggu aja di tempat yang di janjikan pak , saya akan datang kesana. Bapak tidak perlu repot-repot datang menjemput saya." ucap Aera tampak berani saja menjawab.
"Ambil barang bawaan kamu , kita berangkat sekarang. Cepat !" ucap bosnya yang kemudian masuk kedalam mobilnya lagi.
Aera pun berdecak kesal karena sikap bosnya itu. Tanpa pikir panjang , Aera masuk kedalam rumah mengambil tas dan ponselnya. Ia berfikir , apakah ia terlambat ? Tidak mungkin , bertemu klien sudah teratur pukul delapan dan itupun di tempat yang tidak terlalu jauh.
"Viona , gue berangkat sekarang!" ucap Aera dengan lantang berpamitan pada Viona yang kini ternyata baru bangun.
"Iya Ra , hati-hati lo." ucap Viona yang tampak setengah sadar.
Aera masuk kedalam mobil bosnya dan duduk di kursi belakang. Lalu ia menutup pintu kembali.
"Siapa suruh duduk di belakang ? Kamu anggap saya supir pribadi kamu?" ucap lelaki itu dengan datar sambil menatap Aera dari kaca.
"Saya harus duduk didepan pak? " ucap Aera dengan bodohnya bertanya.
"Jangan buang-buang waktu ya kamu tu! Cepat pindah sekarang !" ucap lelaki itu lagi yang membuat Aera buru-buru keluar dan masuk mobil lagi untuk duduk di kursi depan.
Masih pagi tapi sudah keringat dingin dibuatnya. Bosnya memang tampan , baik , tapi ya begitulah.
"Pakai seat belt nya. " ucap bosnya lagi yang kemudian mengemudikan mobilnya .
Lagi-lagi Aera di buat kacau saja oleh lelaki yang menjadi bosnya itu. Ia sudah bertahan pada posisi ini kurang lebih satu tahun. Tapi waktu selama itu tidak membuatnya berani berkata semaunya kepada bosnya.
Derry Arfan Pratama , bos muda Aera yang tampangnya sangat sempurna di mata kaum hawa. Ia adalah anak pertama , sedangkan adiknya perempuan yang kini masih sekolah di bangku SMP. Usia dengan adiknya memang terpaut cukup jauh.
Itulah alasan dari orangtuanya kenapa ia harus menjadi pemimpin perusahaan. Di samping itu , ayahnya sudah meninggal saat ia masih kuliah. Ia di tuntut harus bisa menguasai perusahaan yang di bangun ayahnya susah payah itu agar tidak sia-sia.
Derry adalah harapan dari keluarganya yang ia sayangi.
"Sudah saya kirim pesan dan saya telpon beberapa kali tapi kamu tidak merespon. Dan begitu saya sampai di depan rumahmu , kamu masih tanya kenapa saya datang ?" ucap Derry dengan ekspresi sulit diartikan.
"Apa pak? Serius ?" ucap Aera dengan raut wajah yang begitu terkejut.
Lalu ia sontak saja mengambil ponselnya. Sayang sekali ponselnya berada di dalam tas , yang mana tas itu berada di belakang.
"Aduh pak , maaf saya ambil tas dulu di belakang." ucap Aera yang kemudian menoleh kebelakang. Tangannya terulur kebelakang meraih tasnya. Kepala Aera hampir saja terpentok bahu bosnya itu ketika mobil berjalan di tikungan tajam.
Tangan kanan Derry reflek menahan kepala Aera meski tidak terbentur tepat dibahunya yang tegak.
"Maaf pak , nggak sengaja. Saya nggak lihat jalan tadi. Nggak tau kalau jalanan menikung." ucapan Aera kikuk sekali karena perlakuan bosnya. Hal itu membuat sang empunya kepala langsung kembali duduk seperti semula setelah mendapatkan tasnya.
Aera langsung membuka ponselnya. Benar saja ada pesan WhatsApp dan tiga kali panggilan masuk dari bosnya pukul setengah tujuh tadi.
"Jelas aja pak saya nggak respon pesan sama telpon bapak, tadi saya baru mandi jam setengah tujuh tuh pak. Setelah itu saya tidak membuka hp saya lagi." ucap Aera dengan tenang berharap bosnya itu bisa mengerti jawabannya.
"Tapi pak , kok bapak tau rumah saya ? Bapak kan nggak pernah saya ajak kerumah saya ?" ucap Aera dengan heran sambil memberanikan diri melirik bosnya yang fokus menyetir.
"Apa ? Saya tidak boleh tau rumahmu?" ucap Derry yang membuat Aera semakin pusing saja menanggapinya.
"Bukan begitu juga pak. Boleh bapak tau. Iya boleh. Aduh gimana sih pak , udahlah terserah bapak aja." ucap Aera yang akhirnya menyerah dan memutuskan untuk lebih baik diam saja.
Entahlah berbicara dengan bosnya itu selalu saja membuatnya kesal. Sudah setahun lebih ia bekerja disamping bos tapi tetap saja seperti itu sikapnya. Tidak berubah sama sekali.
Perasaan Aera begitu dibuat penasaran kembali kala mobil itu melaju semakin jauh.
'Kok ini bukan ke cafe tempat ketemu klien sih? Ini mau kemana ?" ucap Aera dalam hati bertanya-tanya.
Ia berpikir , harus atau tidak ia bertanya.
"Pak , ketemu klien bukannya di cafe seperti biasa ? " ucap Aera yang akhirnya memberanikan diri untuk bertanya.
"Klien kita tidak jadi datang. Ada sesuatu yang tidak bisa ditinggal. Jadi dia minta kita yang harus kesana." ucap Derry yang sedetik kemudian membuat Aera membulatkan matanya.
"Maksud bapak, kita sekarang ke Bogor ?" ucap Aera dengan menatap bosnya yang justru tampak santai saja.
"Kenapa ? Tinggal duduk aja nikmatilah perjalanan nggak perlu protes. Bisa kan?" ucap Derry yang membalas menatap Aera dengan tenang.
"Bisa. Itu kalau bapak bilang dari tadi. Jadi saya nggak perlu berpikir panjang kali lebar pak. Bapak mau bawa saya kemana kenapa jauh nggak sampai-sampai. Pikiran cewek itu jauh pak. Nggak sesingkat itu." ucap Aera berbicara tanpa memikirkan posisinya bahwa kenyataannya ia itu harus menghormati lelaki itu.
"Kok udah makin berani ya kamu? Nggak usah mikir macam-macam , kamu itu punya peran penting di perusahaan saya. Jadi tenang aja , saya nggak akan mungkin jual kamu." ucap lelaki itu dengan sedikit sekali senyuman yang terukir.
Ucapan Derry benar-benar membuat Aera tidak habis pikir. Ingin sekali ia ceramah lebih panjang lagi setelah mendengar ucapan Derry tadi. Tapi tidak ada nyali.
"Baiklah. Nggak ada untungnya juga bapak jual saya. Dan kenapa bapak nggak pakai supir aja pak , kan perjalanan ke Bogor lumayan jauh. Bapak bisa kecapekan nanti." ucap Aera sudah mulai tenang.
"Kenapa lagi ? Kamu khawatirkan saya ? Saya bawa mobil lebih jauh lagi pun sanggup." ucap Derry yang membuat Aera semakin geram.
Memang paling benar itu adalah diam saja. Setidaknya ia sudah tau kemana tujuannya sekarang.
Aera memfokuskan pandangan keluar jendela untuk melihat pemandangan yang bisa di bilang lumayan untuk mencuci matanya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
...next......