Abelia Lestari adalah seorang gadis polos dan lugu yang bekerja sebagai pelayan di rumah Tuan Muda kejam bernama Anggara. Sering mendapat siksaan hingga kehilangan kesucian sudah Abel alami hingga pada akhirnya membuat Abel menyerah pada hidupnya.
Namun keajaiban terjadi, gadis yang biasanya polos dan lugu itu berubah menjadi gadis yang berbeda, wajah yang memancarkan ketegasan dan mata yang tajam bak elang. Dendam pun satu persatu mulai terbalaskan.
Apa yang sebenarnya telah dialami Abel dan apa yang terjadi padanya? Langsung saja baca kelanjutan ceritanya👉🏻
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ana Adiliya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Abelia Lestari
Abelia Lestari adalah seorang pembantu di sebuah rumah besar nan megah ditengah ibu kota. Baru satu minggu ia kerja, bukannya mendapat keuntungan justru kerugian besar yang ia dapatkan.
Sang Tuan Muda yang terkenal dingin dan bengis merenggut kehormatannya begitu saja. Kekecewaan dan kesedihan yang amat mendalam ia alami karena tak bisa berbuat apa apa. Jangan kan meminta untuk minta tanggung jawab, hanya sekedar untuk bicara pun ia tak berani karena sangat takut dengan sifat sang Tuan Muda.
Selama ia bekerja, sudah begitu sering ia melihat para pelayan yang mendapat tamparan dan perlakuan kasar hanya karena lalai dalam bekerja. Meskipun itu hanya masalah sepele, namun tamperamen keras sang Tuan Muda yang tak bisa diganggu gugat dalam hal apapun.
Sang Tuan Muda sangat gila dengan kebersihan dan tidak menerima satupun kesalahan yang diperbuat oleh orang disekitarnya, baik itu para pelayan maupun para penjaga. Bahkan Abel pun sudah pernah mendapat perlakuan kasar sang Tuan Muda sebanyak 2 kali, padahal ia baru saja bekerja selama satu minggu.
Namun karena kegigihan nya Abel tetap bersiguguh untuk melanjutkan bekerja dirumah megah itu, baginya gajih yang ia terima sungguh tidak sedikit, meskipun ia berhenti disini dan bekerja di tempat lain, belum tentu ia akan mendapat gajih sebesar yang akan ia terima ketika bekerja dirumah ini.
Dengan berat hati Abel kembali bekerja seperti hari hari sebelumnya ketika hari sudah mulai terang, matanya terlihat memerah dan sangat bengkak karena usai menangis sepanjang malam.
Siapa yang tidak sedih dan tak sakit hati? Sebuah kehormatan yang ia jaga dengan sangat baik kini sudah direnggut oleh Tuan nya. Ia merutuki dirinya, kenapa ia begitu tak berdaya terhadap keadaan ini. Ia sempat berfikir untuk berhenti bekerja disini, namun bayangan-bayangan orang tua nya yang sedang sakit dikampung halaman membuat nya menarik ulang pemikirannya.
Ia harus bisa tegar dalam menjalani hari-hari kedepannya, entah ia akan sanggup atau akan menyerah suatu hari. Ia hanya akan berpasrah takdir kepada tuhan yang sudah mengatur segalanya.
\~
“P-pagi Tuan Muda”
Dengan susah payah akhirnya sapaan itu keluar dari mulut Abel, tangannya mengepal dibalik lengan baju nya yang lumayan agak panjang, keringat di dahi nya terlihat bercucuran karena merasa gelisah, sedih dan benci menjadi satu.
Pria itu! Pria yang sudah dengan teganya mengambil kesucian nya, kini terlihat biasa saja seolah tak terjadi apapun semalam. Bahkan untuk sekedar menjawab sapaan dari Abel pun ia enggan dan hanya melewati nya begitu saja.
Melihat hal itu, tanpa sengaja terjatuh satu buliran bening dari salah satu bola matanya yang memang berkaca-kaca sedari tadi.
“Bahkan setelah merenggut mahkotaku kau sama sekali tak merasa bersalah” batinnya menatap Anggara yang tengah makan dengan santai tanpa memperdulikan sekitarnya.
Dada Abel semakin sesak dibuatnya, ia benar-benar sudah tak tahan lagi.
“Saya permisi Tuan Muda”
Abel membungkuk hormat, ia ingin segera menumpahkan air mata yang sudah ia tahan sedari tadi. Ia benar-benar tak tahan lagi untuk berada didekat orang yang telah menyakitinya.
“TUNGGU!!”
“Memangnya siapa yang mengijinkanmu untuk pergi dari sini hah??”
Dalam sekejap saja sikap Anggara langsung berubah drastis menjadi orang yang sangat pemarah, sedangkan Abel langsung saja menghentikan langkah kakinya mendengar perkataan sang Tuan Muda.
“Apalagi ini Ya Tuhan” batinnya begitu tersiksa.