Sugih Ronggeng merupakan kisah terdahulu hingga kini yang tidak pernah usai (terkecuali). Nadia merupakan gadis cantik dari keluarga Kartaca yang ia ketahui bahwa dirinya merupakan cucu ke 7. Banyak kejadian yang tidak Nadia pahami, namun Nadia yakin, di ujung sana "pasti ada penawarnya".
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RAYYA , isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Desa Aden
Desa Aden merupakan desa yang dikenal sugih. Bagaimana tidak, disetiap rumah memiliki kèrètèk (kereta kencana). Mata pencaharian desa ini mayoritas petani.
Dikisahkan ada sepasang suami istri yakni Acum dan Jaya yang terkenal paling kaya di desa ini. Acum dan Jaya memiliki hamparan sawah yang luas, tanah dimana - mana. Dan memiliki 5 keturunan yakni Aceng sebagai anak laki - laki pertama, kemudian ada Atik anak kedua perempuan, Asih anak ketiga perempuan, Arum anak keempat perempuan dan Akung anak kelima laki - laki.
Keluarga ini dijuluki Kartaca yang berarti harta tahta tak terhingga. Acum merupakan sosok istri penurut dan ibu yang baik, berbanding terbalik dengan Jaya sang suami walau sama - sama menjadi orangtua yang baik untuk anak - anaknya, namun Jaya terkenal sebagai seorang penjudi, pemabuk dan gila wanita. Namun siapa sangka, walaupun begitu "tidak ada yang tidak tergila - gila kepada Jaya karena dirinya memiliki harta benda tak terhingga".
Kelima anak Acum dan Jaya, masing - masing memiliki selisih usia 2 - 3 tahun saja. Mereka tidak seperti pandangan orang sekitar. Orang sekitar memandang mereka akur, benar - benar definisi sempurna karena memiliki takdir terlahir menjadi keluarga besar Kartaca.
Pada tahun 60-an desa Aden selalu mengadakan acara hiburan, yang pada saat itu terkenal dengan Ronggeng. Ronggeng sendiri merupakan hiburan yang identik dengan penari para wanita cantik. Sebenarnya tidak ada yang salah dengan Ronggeng, namun Jaya selaku pemangku di desa tersebut membuat hiburan ini menjadi ajang pelampiasan nafsu sesaat.
Kinasih adalah penari ronggeng yang paling cantik. Bagaimana tidak, Kinasih memiliki badan berlekuk - lekuk sedikit berisi namun tidak gemuk. Selain badan yang bagus, Kinasih memiki ajian tersendiri untuk memikat penontonnya, siapapun yang menjadi tujuannya, maka Kinasih akan mendapatkannya.
Malam pun tiba, acara hiburan yang di adakan di desa tersebut memang selalu malam, karena pikirnya, jika siang semua warga desa sibuk bekerja, maka acara hiburan di adakan pada malam hari.
"Mang, tong hilap salam ka si Neng Kinasih nya" (Pak, jangan lupa ya, titipkan salam saya kepada Neng Kinasih). Ucap Jaya kepada pesuruhnya.
"Siap Tuan, ke di dugikeun ku sim abdi" (Siap Bapak, nanti saya sampaikan) Jawab Mang Eman selaku pesuruh.
Suara gamelan yang menggema begitu merdu, begitupun dengan Kinasih sang penari Ronggeng yang begitu piawai menari berlenggak lenggok, yang sesekali melirik tajam kepada Jaya yang berada di kursi utama di jajaran para pemangku yang lain.
30 menit berjalan. Sepertinya Jaya sudah tidak sabar ingin segera naik ke atas panggung dan menari bersama Kinasih sang Ronggeng cantik.
"Akang" (Panggilan Kinasih kepada Jaya) Ucap Kinasih.
"Kulan geulis" (Iya Neng) Jawab Jaya.
"Akang meni gagah, Neng terkesima" (Akang gagah sekali, Neng terkesima) Ucap Kinasih.
"Duh Neng meuni geulis kacida" (Duh Neng yang sungguh cantik paripurna) Jawab Jaya.
"Ahhh, janten isin" (Aduh jadi malu) Ucap Kinasih dengan raut muka sedikit menggoda.
Malam semakin larut, hiburan sudah waktunya selesai. Kinasih pun bergegas menghentikan tariannya dan berbalik badan ke arah belakang panggung. Lantas secara spontan Jaya pun mengikuti Kinasih.
Dibalik tirai panggung, tak sengaja selendang Kinasih terlepas karena terinjak oleh Jaya, sehingga membuat lekukan dadanya terlihat setengah sempurna. Jaya pun tak tertahankan ingin segera mendekap Kinasih. Alih - alih ingin meraba, namun Kinasih menolak. Menolak dalam arti :
"Teu kenging di dieu Akang" (Jangan di sini Akang) Ucap Kinasih.
Kinasih pun kemudian meraih tangan Jaya untuk ikut menuju rumahnya. Namun Jaya menarik tangan Kinasih dan menggiring Kinasih untuk mengikuti langkahnya.
Di sisi lain, Acum mencari - cari Jaya, suaminya, karena sedari acara, Acum pun sibuk dengan para istri pemangku dalam acara jamuan. Acum memang sempat melihat Jaya suaminya naik dan menari ke atas panggung. Tentu saja Acum sedikit cemburu. Namun Acum sadar, bahwa dirinya sudah berumur dan berpikir bahwa suaminya Jaya berhak atas hiburan karena lelah dengan pekerjaannya sebagai pemangku. Namun selepas dari itu, Acum sibuk dengan kegiatannya kembali dan hingga acara selesai, Acum tak kunjung menemukan Jaya, suaminya.
"Akang, Akang Jaya, Akang dimana?" Ucap Acum sambil berjalan perlahan melihat keadaan sekitar.